Authentication
273x Tipe DOCX Ukuran file 0.08 MB
TUGAS KODE ETIK “Resiliensi pada film Changeling serta kaitannya dengan kode etik Psikologi” Disusun Oleh BELLATRIX A. F. JACOBS 707102005 PROGRAM STUDI MAGISTER PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS TARUMANAGARA Jakarta, 2011 1 Salah seorang teman penulis memilih topik resiliensi sebagai tugas akhirnya. Ia hendak melihat kemampuan sosial resilience etnis tionghoa di solo dalam menerima perlakuan diskriminatif oleh etnis non-tionghoa (Undayani, 2009). Itulah pertama kalinya penulis mendengar soal resiliensi. Saat ini, setelah terdaftar sebagai mahasiswa S2, topik resiliensi penulis dengar kembali. Hal itu yang membuat penulis bertanya apakah ada beda antara resiliensi dengan coping. Entah ini hanya pertanyaan penulis atau juga menjadi pertanyaan anda? Sebenarnya hal tersebut bisa dengan mudah dijawab bila pemahaman akan masing-masing konsep tersebut dengan ajeg tertanam. Untuk itu penulis ingin mengulas sedikit mengenai coping sebelum nantinya akan masuk pada pembahasan resiliensi. Coping dalam kamus psikologi adalah sembarang perbuatan, dalam mana individu melakukan interaksi dengan lingkungan sekitarnya dengan tujuan menyelesaikan sesuatu (tugas, masalah).[ CITATION Cha061 \l 1033 ]. Lebih lanjut menurut Lazarus dan Launier (dalam Taylor, 1991) menjelaskan coping sebagai: “...consists of effort, both action-oriented and intrapsychic, to manage environmental and internal demands and conflicts among them”. Berdasarkan pengertian tersebut, coping terdiri atas usaha, baik berupa tindakan dan proses intrapsikis untuk mengelola lingkungan dan tuntutan internal dan konflik di antara individu tersebut. Dari dua definisi yang tercantum dapat disimpulkan bahwa coping merupakan tindakan sebagai suatu respon atas sesuatu (tugas, masalah) yang dihadapi. Menurut Lazarus (dalam Taylor, 1991), coping memiliki beberapa karakteristik penting, antara lain: 1) Hubungan antara coping dan peristiwa yang menimbulkan stres merupakan proses yang dinamis. Coping merupakan proses transaksi antara individu yang memiliki sekumpulan keinginan, nilai, dan komitmen tertentu dengan sumber daya yang dimiliki individu tersebut beserta tuntutan, dan batas-batasnya. 2) Coping bukan merupakan suatu tindakan satu waktu yang dilakukan oleh individu, tapi merupakan sekumpulan respon, yang terjadi setiap waktu, yang dipengaruhi oleh kondisi lingkungan dan individu tersebut. Contohnya, dampak dari putus cinta dapat menimbulkan berbagai macam reaksi bagi setiap 2 individu, dimulai dari respon emosional seperti kesedihan atau kemarahan sampai berupa tindakan seperti usaha-usaha perdamaian, atau melakukan aktivitas yang menyenangkan dan dapat mengalihkan perhatian dari kesedihan tersebut. 3) Karakteristik penting yang ketiga adalah keluasannya, yang meliputi berbagai macam aksi dan reaksi terhadap stres. Berdasarkan penjelasan ini, reaksi emosional, termasuk kemarahan dan depresi dapat dianggap sebagai bagian dari proses coping dalam menghadapi suatu peristiwa. 4) Strategi coping lebih mengacu pada suatu proses pilihan oleh individu dalam menghadapi stres, bukan kepada hasil yang ingin dicapai (Auerbach dan Gramling, 1998). Keempat karakteristik tersebut mengarah kepada reaksi individu terhadap sesuatu (tugas, masalah). Sampai sebatas ini saja penjelasan perihal coping. Lalu yang disebut resiliensi, pada mulanya, adalah resilience refers to positive adaptation, or the ability to maintain or regain mental health, despite experiencing adversity. [ CITATION Her11 \l 1033 ]. Dalam hal ini resiliens mengarah pada adaptasi positi, atau kemampuan untuk menjaga atau mendapatkan kembali kesehatan mental, walaupun mengalami kemalangan. Definisi lain yang diperoleh menunjukkan bahwa resiliensi dalam istilah psikologi memiliki pengertian sebagai suatu kemampuan positif seseorang dalam menghadapi stress atau bencana (Undayani, 2009). Menurut VanBreda, 2001 (dalam Undayani, 2009) resilience memiliki beberapa komponen penting, yaitu bahaya, kerugian dan ancaman yang membahayakan kelangsungan hidup individu sebagai hasil dari kerentanan individu untuk terluka. Individu yang memiliki daya lenting atau resilient people, memiliki beberapa karakteristik, yaitu : 1) Memiliki kemampuan untuk bangkit kembali dan pulih dari segala sesuatu yang menyakitkan 2) Memiliki sikap “dimana ada keinginan maka akan ada jalan” 3) Memiliki kecenderungan untuk melihat masalah sebagai kesempatan 4) Memiliki kemampuan untuk bertahan dalam keadaan yang sulit 3 5) Memiliki kemampuan untuk melihat kesempatan meskipun memiliki peluang yang kecil 6) Memiliki semangat yang tinggi 7) Memiliki jaringan lingkungan sosial yang sehat 8) Memiliki banyak strategi dalam menghadapi perubahan dalam berbagai macam situasi 9) Memiliki zona aman yang luas 10) Mampu pulih dari pengalaman-pengalaman yang tidak menyenangkan dan traumatis (http://www.resiliencycenter.com/articles dalam Undayani, 2009). Dari pemaparan singkat diatas perilah definisi dan karakteristik dari masing- masing konsep yakni, coping dan resiliency maka ditemukan bahwa keduanya merupakan dua konsep yang berbeda. Coping dapat dikatakan menjadi bagian dari resiliensi karena coping merupakan respon individu pada masalah dan akan menjadi salah satu penentu keberhasilan resiliensi individu tersebut. Dalam sebuah jurnal dikatakan bahwa istri (yang menjadi partisipan penelitian) berhasil melewati masa- masa sulit dalam kehidupan dan akhirnya menjadi pribadi yang lebih kuat dan mampu mengembangkan persepsi yang lebih realistis. Hal tesebut menunjukkan pola coping yang efektif dan mengarah pada ciri-ciri resiliensi [ CITATION Gin09 \l 1033 ]. Selanjutnya, tulisan ini akan lebih lanjut membahas soal resiliensi, yang ternyata cukup menyita perhatian peneliti dewasa ini. Resiliensi menjadi topik yang dapat dikatakan popular. Penulis banyak menemukan jurnal yang mengangkat tema resiliensi. Resiliensi pada beragam jenis usia mulai dari anak hingga dewasa ([ CITATION Hes06 \l 1033 ]; [CITATION MUR08 \l 1033 ];[ CITATION Mid05 \l 1033 ]) dan dalam beragam setting, salah satunya pendidikan [ CITATION Das05 \l 1033 ], walaupun banyak juga dalam seting klinis. Pada awalnya resiliensi muncul dengan istilah ego-resilience, yang menekankan pada kemampuan penyesuaian diri yang tinggi dan luwes pada individu akibat tekanan internal ataupun eksternal, oleh Block (dalam Chandra, 2011). Adapun definisi resiliensi sendiri mengalami perluasan makna. Definisi dalam jurnal yang lain mengatakan bahwa resiliensi adalah 4
no reviews yet
Please Login to review.