Authentication
910x Tipe DOC Ukuran file 0.06 MB
KASUS PELANGGARAN KODE ETIK PSIKOLOGI Setelah menempuh pendidikan strata satu dan dua dalam bidang psikologi, seorang psikolog X kemudian membuka praktik psikologi dengan memasang plang di depan rumahnya. Dalam satu tahun, Ia telah melakukan beberapa praktik antara lain mendiagnosis, memberikan konseling dan psikoterapi terhadap kliennya. Namun ketika memberikan hasil diagnosis, ia justru menggunakan istilah-istilah psikologi yang tidak mudah dimengerti oleh kliennya, sehingga sering terjadi miss communication terhadap beberapa klien tersebut. Hal lain sering pula terjadi saat ia memberikan prognosis kepada klien, seperti menganalisis gangguan syaraf yang seharusnya ditangani oleh seorang dokter. Ia juga sering menceritakan masalah yang dialami klien sebelumnya kepada klien barunya dengan menyebutkan namanya saat memberikan konseling. Psikolog X tersebut terkadang juga menolak dalam memberikan jasa dengan alasan honor yang diterima lebih kecil dari biasanya. Suatu saat, perusahaan Y membutuhkan karyawan baru untuk di tempatkan pada staf- staf tertentu dalam perusahaan. Pimpinan perusahaan Y kemudian memakai jasa Psikolog X untuk memberikan psikotes pada calon karyawan yang berkompeten dalam bidangnya. Namun, ketika memberikan psikotes tersebut, Psikolog X itu bertemu dengan si Z saudaranya dan Z meminta agar Psikolog X memberikan hasil psikotes yang baik supaya ia dapat diterima dalam perusahaan tersebut. Karena merasa tidak enak dengan saudaranya itu, Akhirnya psikolog X itu memberikan hasil psikotes yang memenuhi standart seleksi penerimaan calon karyawan, hingga Z tersebut kemudian diterima dalam perusahaan Y dengan menduduki staf tertinggi. Seiring berjalannya waktu, perusahaan Y justru sering kecewa terhadap cara kerja Z karena dianggap tidak berkompeten dalam bidangnya. hingga akhirnya Pimpinan perusahaan Y menyelidiki cara pemberian jasa Psikolog X, namun alangkah terkejutnya pimpinan tersebut ketika mengetahui bahwa Pendirian Praktik Psikolog X belum tercatat pada HIMPSI dan Psikolog X tersebut sama sekali belum pernah menjadi anggota HIMPSI. PEMBAHASAN Psikolog x telah melakukan pelanggaran seperti : menggunakan istilah-istilah psikologi yang tidak mudah dimengerti oleh kliennya ia memberikan prognosis kepada klien, seperti menganalisis gangguan syaraf yang seharusnya ditangani oleh seorang dokter menceritakan masalah yang dialami klien sebelumnya kepada klien barunya dengan menyebutkan namanya saat memberikan konseling. (confidentiality) menolak dalam memberikan jasa dengan alasan honor yang diterima lebih kecil dari biasanya. psikolog X itu memberikan hasil psikotes yang memenuhi standart seleksi penerimaan calon karyawan, hingga Z tersebut kemudian diterima dalam perusahaan Y dengan menduduki staf tertinggi.(penyimpangan data tes diagnostik) Psikolog X belum tercatat pada HIMPSI dan Psikolog X tersebut sama sekali belum pernah menjadi anggota HIMPSI. Pasal (Ayat) yang Dilanggar Pasal 2 Tanggung Jawab Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi tidak mencuri, berbohong, terlibat pemalsuan (fraud),tipuan atau distorsi fakta yang direncanakan dengan sengaja memberikan fakta-fakta yangtidak benar. Melanggar pasal 2 karena dengan memanipulasi data berarti telah bertindak tidak jujur dan tidak objektif serta mengesampingkan norma-norma keahlian. Pasal 4 butir 3 Penyalahgunaan di bidang Psikologi Pelanggaran kode etik psikologi adalah segala tindakan Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi yang menyimpang dari ketentuan yang telah dirumuskan dalam Kode Etik Psikologi Indonesia. Termasuk dalam hal ini adalah pelanggaran oleh Psikolog terhadap janji/sumpah profesi, praktik psikologi yang dilakukan oleh mereka yang bukan Psikolog, atau Psikolog yang tidak memiliki Ijin Praktik, serta layanan psikologi yang menyimpang dari ketentuan yang berlaku dalam Kode Etik Psikologi Indonesia. Melangar pasal 4 butir 3 Pasal 8 d Sikap Professional dan Perlakuan terhadap Pemakai Jasa atau Klien Ilmuan Psikologi dan Psikolog wajib untuk: Mengutamakan ketidakberpihakan dalam kepentingan pemakai jasa atau klien dan pihak-pihak terkait dalam pelayanan tersebut. Melanggar pasal 8 d, karena psikolog x memilih klien karena tarif, dan juga psikolog x telah mengikuti keinginan saudaranya untuk memanipulasi data tesnya dalam kata lain berpihak kepada saudaranya. Pasal 10 Intepretasi Hasil Pemeriksaan Intepretasi hasil pemeriksaan psikologik tentang klien atau pemakai jasa psikologi hanya boleh dilakukan oleh Psikolog berdasar kompetensi dan kewenangan Melanggar pasal 10, karena psikolog x seharusnya melakukan intepretasi berdasarkan hasil yang sesungguhnya bukan berdasar keinginan saudaranya. Pasal 12 Kerahasiaan Data dan Hasil pemeriksaan Ilmuwan psikologi dan Psikolog wajib memegang tegung rahasia yang menyangkut klien atau pemakai jasa psikologi dalam hubungan dengan pelaksaan kegiatannya. Melanggar pasal 12 karena ia menceritakan masalah yang dialami klien sebelumnya kepada klien barunya dengan menyebutkan namanya saat memberikan konseling. Pasal 14 a Pernyataan Dalam memberikan pernyataan dan keterangan atau penjelasan ilmiah kepada masyarakat umum melalui berbagai jalur media baik lisan maupun tertulis, ilmuan psikologi dan Psikolog bersikap bijaksana, jujur, teliti, hati-hati, lebih mendasarkan pada kepentingan umum daripada kepentingan pribadi atau golongan, dengan berpedoman pada dasar ilmiah dan disesuaikan dengan bidang keahliannya/ kewenangan selama tidak bertentangan dengan kode etik psikologi. Pernyataan yang diberikan oleh ilmuan Psikologi dan Psikolog mencerminkan keilmuannya, sehingga masyarakat dapat menerima dan memahami secara benar. Melangar pasal 14,karena psikolog x telah menggunakan istilah-istilah psikologi yang tidak mudah dimengerti oleh kliennya dan ia memberikan prognosis kepada klien, seperti menganalisis gangguan syaraf yang seharusnya ditangani oleh seorang dokter. Maka dalam memberikan pernyataan tidak bersikap bijaksana dan jujur.
no reviews yet
Please Login to review.