Authentication
183x Tipe PDF Ukuran file 0.04 MB Source: siat.ung.ac.id
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Cabe (Capsicum annum L.) merupakan salah satu komoditas hortikultura yang memiliki nilai ekonomi penting di Indonesia karena merupakan salah satu jenis sayuran buah yang mempunyai potensi untuk dikembangkan. Cabe merupakan tanaman perdu dari famili terong‐terongan yang memiliki nama ilmiah Capsicum sp. Cabe berasal dari benua Amerika tepatnya daerah Peru dan menyebar ke negara‐negara benua Amerika, Eropa dan Asia termasuk Negara Indonesia. Masyarakat pada umumnya hanya mengenal beberapa jenis saja, yakni Cabe besar, cabe keriting, cabe rawit dan paprika. Secara umum cabe memiliki banyak kandungan gizi dan vitamin diantaranya kalori, protein, lemak, kabohidarat, kalsium, vitamin A, B1 dan vitamin C. Selain digunakan untuk keperluan rumah tangga, cabe juga dapat digunakan untuk keperluan industri diantaranya, Industri bumbu masakan, industri makanan dan industri obat‐obatan atau jamu. Buah cabe ini selain dijadikan sayuran atau bumbu masak juga mempunyai kapasitas menaikkan pendapatan petani. Disamping itu tanaman ini juga berfungsi sebagai bahan baku industri, yang memiliki peluang eksport, membuka kesempatan kerja. Kebutuhan cabai merah dari tahun ke tahun semakin meningkat sejalan dengan peningkatan jumlah penduduk, namun produksi cabai masih belum mencukupi. Berdasarkan data statistik yang dikeluarkan oleh Ditjen Hortikultura 2009 dalam Daryanto dkk, (2010), pada tahun 2008 total areal pertanaman sayuran Indonesia sebesar 990,915 ha dan 20.46% di antaranya ditanami komoditas cabai. Menurut data BPS (2011), secara umum di Indonesia luas panen dan produktivitas tanaman cabe pada tahun 2009 adalah 233,904 Ha dan 5,89 Ton/Ha namun, mengalami penurunan produktivitas 5,6 Ton/Ha dengan luas panen 237,105 Ha pada tahun 2010. Menurut BPS Provinsi Gorontalo Produksi cabe rawit tahun 2012 di Provinsi Gorontalo, mencapai 11.834,1 ton mengalami peningkatan sebesar 661,2 ton atau 5,92 persen dari tahun sebelumnya. 2 Peningkatan produksi masih dimungkinkan dengan jalan perbaikan teknik pengelolaan tanaman dan pemanfaatan lahan yang belum optimal. Masih banyaknya lahan-lahan marjinal yang belum dioptimalkan penggunaannya untuk pengembangan tanaman pangan, hortikultura hingga tanaman perkebunan. Selain itu untuk peningkatan produksi cabai perlu diperhatikan teknik pengelolaan tanaman semenjak fase vegetatif antara lain pemberian naungan pada tanaman cabai. Adanya naungan pada tanaman cabai akan mempengaruhi morfologi, anataomi dan fisiologi tanaman sehingga peningkatan produksi pada tanaman cabai akan lebih meningkat. Adaptasi terhadap kondisi naungan berat dapat dicapai apabila tanaman memiliki mekanisme penangkapan dan penggunaan cahaya secara efisien. Mekanisme tersebut dapat melalui penghindaran dengan cara meningkatkan efisiensi penangkapan cahaya dan toleran dengan cara menurunkan titik kompensasi cahaya dan laju respirasi Levitt, (1980) dalam Hidayat (2012). Selanjutnya, Hale dan Orchut (1987) dalam Hidayat (2012), menjelaskan bahwa kemampuan tanaman dalam mengatasi cekaman intensitas cahaya rendah pada umumnya tergantung pada kemampuannya melanjutkan fotosintesis dalam kondisi intensitas cahaya rendah. Kemampuan tersebut diperoleh melalui peningkatan luas daun sebagai cara mengurangi penggunaan metabolit serta mengurangi jumlah cahaya yang ditransmisikan dan yang direfleksikan. Varietas tertentu di harapkan memiliki tingkat efisiensi penggunaan cahaya yang tinggi sehingga dapat tumbuh dan berproduksi secara optimal pada tempat ternaungi. Tanaman cabe yang dinaungi memiliki rata rata peningkatan tinggi tanaman lebih tinggi dibandingkan dengan tanaman cabe yang tidak dinaungi . Adaptasi tanaman terhadap naungan akan mempengaruhi morfologi , anatomi, dan fisiologi tanaman, diantaranya dapat melalui peningkatan luas daun dan tinggi tanaman sebagai upaya mengurangi penggunaan metabolit, dan mengurangi cahaya yang ditransmisikan dan direfleksikan (Hale dan Oreutt, 1970 dalam Khoiri, 2007) Pada pengamatan banyaknya daun, naungan mempengaruhi terbentuknya daun pada kelompok perlakuan. Pada tanaman cabe naungan mempunyai rata-rata 3 jumlah daun yang lebih tinggi dari tanaman cabe kontrol. Hal ini berkaitan dengan adanya usaha untuk meningatkan laju fotosintesis. Tumbuhan pada naungan akan meningkatkan laju fotosintesis diantaranya dengan memperbanyak jumlah kloroplas (Lambers, 1998 dalam Khoiri, 2007). Dari data panjang dan berat kering antara akar dan tajuk, perlakuan naungan memiliki nilai rata rata panjang dan berat kering lebih rendah dibandingkan dengan kontrol, naungan menyebabkan titik kompensasi cahaya sangat rendah dan menyebabkan pertumbuhannya sangat lambat (Salisbury dan Rose, 1991 dalam Khoiri, 2007). Produksi biomassa mengakibatkan bobot, dapat diikuti dengan pertambahan lain yang dapat dinyatakan secara kuantitatif, hasil penelitian Mawardi dan Sudaryono (2008), menjeslaskan bahwa pemberian naungan terhadap tanaman cabai memberikan hasil produksi yakni 14,5 kg/m2. Defisit cahaya pada tanaman cabai yang tergolong tanaman perlu cahaya berakibat fatal yaitu terganggunya proses metabolisme yang berimplikasi kepada tereduksinya laju fotosintesis dan turunnya sintesis karbohidrat sehingga secara langsung mempengaruhi tingkat produktivitas yang rendah di bawah naungan. Pada kebanyakan tanaman, kemampuan tanaman dalam mengatasi cekaman naungan ialah tergantung kepada kemampuannya dalam melanjutkan fotosintesis dalam kondisi defisit cahaya. Hale dan Orchut (1987) dalam Hidayat (2012), menjelaskan bahwa adaptasi terhadap naungan pada dasarnya dapat melalui dua cara yaitu meningkatkan luas daun sebagai upaya mengurangi penggunaan metabolit yang dialokasikan untuk pertumbuhan akar dan mengurangi jumlah cahaya yang ditransmisikan dan direflehsikan. Adaptasi anatomi dan morfologi tanaman. Dari sudut ini, karateristik tanaman yang beraklimatisasi terhadap intensitas cahaya rendah dalam Hidayat (2012). Daun tanaman yang ternaungi akan lebih tipis dan lebar daripada daun yang ditanam pada areal terbuka yang disebabkan oleh pengurangan lapisan palisade dan sel-sel mesofil. Intensitas cahaya juga mempengaruhi bentuk dan anatomi daun termasuk sel epidermis dan tipe sel mesofil. Perubahan tersebut sebagai mekanisme untuk pengendalian kualitas dan jumlah cahaya yang dapat 4 dimanfaatkan oleh kloroplas daun. Selain itu, anatomi daun seperti ukuran palisade, klorofil dan stomata sangat menentukan efisiensi fotosintesis (Sahardi, 2000 dalam Hidayat, 2012). Intensitas cahaya rendah menyebabkan kerapatan trikoma berkurang. Kondisi ini sangat menguntungkan tanaman karena jumlah cahaya yang akan direfleksikan oleh adanya trikoma akan menjadi sedikit. Dengan demikian, semakin sedikit jumlah trikoma akan semakin baik bagi tanaman karena akan semakin efisien dalam menangkap cahaya. Data ini menunjukkan bahwa pengurangan trikoma merupakan salah satu mekanisme yang dibentuk tanaman untuk mengefisienkan penangkapan cahaya. Perubahan kandungan klorofil daun pada keadaan normal, aparatus fotosintetik termasuk klorofil mengalami proses kerusakan, degradasi dan perbaikan. Proses perbaikan ini bergantung pada cahaya, sehingga bila tanaman dinaungi kemampuan ini akan menjadi terbatas. Kekuatan melawan degradasi ini sangat penting bagi adaptasi terhadap naungan, yaitu dengan meningkatkan jumlah kloroplas perluas daun dan dengan peningkatan jumlah klorofil pada kloroplas. Hasil pengukuran intensitas kehijauan daun menggunakan Klorofil meter (FJK Chlorophyll Tester dan SPAD-502) menunjukkan bahwa daun yang menerima intesitas cahaya rendah mengalami peningkatan kehijauan. Warna hijau pada daun terikat erat dengan kandungan klorofil sehingga dapat diduga bahwa peningkatan intensitas kehijauan merupakan gambaran adanya peningkatan kandungan klorofil. Dugaan ini diperkuat oleh adanya korelasi yang kuat antara intensitas kehijauan dengan kandungan klorofil. Dengan demikian dapat diperkirakan bahwa meningkatnya intensitas kehijauan merupakan mekanisme yang dibangun tanaman agar dapat menangkap dan menggunakan cahaya secara efisien (Soepandie et al, 2006 dalam Hidayat, 2012). Perubahan Fisiologi dan biokimia. Naungan menyebabkan perubahan fisiologi dan biokimia, salah satu diantaranya perubahan kandungan N daun, kandungan rubisco dan aktivitasnya. Rubisco adalah enzim yang memegang
no reviews yet
Please Login to review.