Authentication
232x Tipe PDF Ukuran file 0.41 MB Source: doc-pak.undip.ac.id
KELEMBAGAAN PERTANIAN BERBASIS KEARIFAN LOKAL UNTUK MENDUKUNG PENGEMBANGAN AGRIBISNIS PANGAN (Agriculture Institutions Based on The Local Wisdom to Support Food Agribusiness Development) E. Prasetyo dan T. Ekowati Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas Diponegoro. ABSTRAK Ketahanan pangan adalah terpenuhinya pangan bagi setiap rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau. Pengembangan kelembagaan pertanian dan sistem agribisnis mempunyai peran besar dalam menunjang terwujudnya ketahanan pangan yang kokoh. Kelembagaan pertanian dalam pengembangannya perlu diarahkan menjadi kelembagaan ekonomi dengan tujuan meningkatkan skala ekonomi dan efisiensi usaha, serta meningkatkan posisi dan kekuatan tawar petani. Melalui pembinaan kelembagaan ekonomi, petani sebagai pelaku utama akan diorganisir dan ditingkatkan kemampuannya melalui pengembangan kapasitas manajerial, kepemimpinan, dan kewirausahaan (enterpreneur). Kelembagaan ekonomi petani idealnya memenuhi prinsip spesifik lokal, prinsip pemberdayaan, dan prinsip kemandirian. Pengembangan agribisnis pangan harus senantiasa memperhatikan masing-masing subsistem di dalamnya, serta memperhatikan karakteristik usaha pada tingkat petani, termasuk kearifan lokal. Di samping itu juga diperlukan upaya-upaya untuk meningkatkan peranan dan tugas organisasi kelembagaan pertanian, kemanfaatan peraturan dan regulasi pemerintah yang pro petani, serta meningkatkan pemahaman petani melalui pelatihan (on job training). Kata kunci: kelembagaan pertanian, kearifan lokal, agribisnis pangan. PENDAHULUAN terjangkau oleh seluruh rumah tangga; (iii) konsumsi, yaitu setiap rumah tangga dapat Undang-Undang Nomor 7/1996 tentang mengakses pangan yang cukup dan mampu pangan menyatakan, ketahanan pangan adalah mengelola konsumsinya sesuai kaidah gizi dan terpenuhinya pangan bagi setiap rumah tangga kesehatan, serta preferensinya. yang tercermin dari tersedianya pangan yang Tantangan dan permasalahan dalam cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, rangka mewujudkan ketahanan pangan sangatlah merata dan terjangkau. Pengertian ketahanan banyak. Permasalahan pada aspek ketersediaan, pangan lebih luas dari sekedar kemandirian meliputi: (i) laju peningkatan kebutuhan pangan pangan (Saragih, 2010). Kemandirian pangan yang lebih besar dari pada laju peningkatan telah ditegaskan dalam peraturan perundangan, produksinya; (ii) terbatasnya infrastruktur irigasi; misal PP No. 68/2002 tentang ketahanan pangan, (iii) meningkatnya jumlah petani kecil dengan dinyatakan, (i) pemenuhan kebutuhan pangan luas lahan garapan kurang dari 0,25 ha; (iv) diutamakan dari produksi dalam negeri; (ii) terbatasnya permodalan usaha; (v) lambatnya pengelolaan sistem cadangan pangan ditentukan penerapan teknologi budidaya; (vi) banyaknya sendiri sesuai kepentingan nasional, sehingga pemotongan ternak betina produktif; (vii) tidak tunduk pada tekanan negara lain. Ketahanan gangguan hama penyakit tanaman maupun pangan mencakup tiga aspek penting sebagai penyakit ternak; dan (viii) rendahnya indikator keberhasilan, yaitu: (i) ketersediaan produktivitas pangan domestik. Permasalahan pangan, yang berarti pangan tersedia cukup untuk pada aspek distribusi, meliputi: (i) terbatasnya memenuhi kebutuhan seluruh penduduk, baik sarana dan prasarana perhubungan untuk jumlah maupun mutunya, serta aman; (ii) menjangkau semua wilayah, utamanya wilayah- distribusi, pasokan pangan dapat menjangkau wilayah terpencil; (ii) terbatasnya sarana keseluruh wilayah, sehingga harga stabil dan kelembagaan pasar; (iii) banyaknya pungutan Kelembagaan Pertanian Berbasis Kearifan Lokal (Prasetyo, E dan T. Ekowati) 423 resmi maupun pungutan tidak resmi; (iv) warganya, dapat diukur dari tingkat ketahanan tingginya biaya transportasi. Permasalahan pada pangan yang dicapainya. Ketahanan pangan aspek konsumsi meliputi; (i) tingginya jumlah dapat dijadikan salah satu indikator penting bagi penduduk miskin dan pengangguran dengan keberhasilan pembangunan nasional, di samping kemampuan akses pangan rendah; (ii) rendanya indikator pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pengetahuan dan kesadaran masyarakat terhadap pendapatan. Ketahanan pangan yang tangguh diversifikasi pangan dan gizi; (iii) masih pada suatu negara, tidak akan mudah goyah dominannya konsumsi energi bersumber apabila terjadi penurunan produksi pangan karbohidrat yang berasal dari beras; (iv) maupun gejolak ekonomi (Saragih, 2010). rendahnya kesadaran masyarakat terhadap Ketersediaan pangan yang cukup tidak keamanan pangan. menjamin terjadinya ketahanan pangan, dan bila Pelaku utama yang berperan dalam ketersediaan pangan per kapita yang menjadi pengembangan sistem ketahanan pangan adalah acuan ketahanan pangan, maka Indonesia akan petani sebagai produsen, pengolah, dan pedagang dengan mudah untuk mencapainya. Ketahanan yang sebagaian besar adalah pengusaha kecil. pangan tidak identik dengan ketersediaan pangan. Menurut Suryana (2003), pemberdayaan Pada banyak negara miskin menunjukkan, insiden kelompok pengusaha kecil sangatlah diperlukan, kelaparan dan kekurangan makan bukan agar mereka dapat mandiri dan mampu disebabkan oleh kurangnya ketersediaan pangan mengembangkan agribisnis pangannya secara pada tingkat nasional, tetapi cenderung berkelanjutan. Berdasarkan hal tersebut, maka disebabkan oleh kegagalan masyarakat untuk kelembagaan pertanian dan sistem agribisnis memperoleh akses terhadap pangan, atau bahkan mempunyai peranan yang besar dalam menunjang mungkin kegagalan pemerintah dalam terwujudnya ketahanan pangan yang kokoh. mendistribusikan pangan sampai pada tingkat Melalui penerapan agribisnis serta upaya masyarakat. Pendekatan ketersediaan pangan meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap secara implisit mengasumsikan aksesibilitas setiap pola konsumsi dan keseimbangan gizi yang individu atau rumah tangga terhadap pangan yang mempertimbangkan budaya dan kelembagaan tersedia tidak mengalami hambatan. Hal ini lokal, maka secara langsung juga membangun secara realitas tidak demikian dengan yang terjadi ketahanan pangan yang kokoh. di Indonesia. Kelembagaan pertanian diharapkan dapat Pendekatan ketersediaan pangan di memberikan kontribusi positif untuk Indonesia tercermin dari berbagai kebijakan yang mengeliminir permasalahan-permasalahan dalam bertujuan memaksimalkan produksi pangan, mewujudkan ketahanan pangan. Peran utamanya beras. Berbagai ragam kebijakan kelembagaan pertanian pada tingkat nasional pertanian, seperti misalnya kebijakan harga output sangat menonjol dalam program dan proyek maupun kebijakan harga input, kebijakan intensifikasi dan peningkatan produksi pangan. penyediaan sarana dan prasarana, kebijakan dan Menurut Sumardjo (2000), kelembagaan pengembangan pangan sebagaian terlihat pertanian tidak dapat dilepaskan dari upaya diarahkan untuk peningkatan produksi padi. pemenuhan kebutuhan petani dan pengembangan Ketersediaan pangan erat kaitannya dengan fungsi kontrol kelembagaan penunjang sistem ketahanan pangan, sehingga tercapainya agribisnis. Posisi dan fungsi kelembagaan petani swasembada pangan (utamanya beras) merupakan dalam kehidupan komunitas petani, merupakan satu hal yang sangat diharapkan. Apabila bagian pranata sosial yang memfasilitasi interaksi swasembada pada tingkat nasional telah dapat sosial dalam suatu komunitas. Kelembagaan dicapai, maka langkah berikutnya adalah petani memiliki titik strategis (entry point) dalam menjamin ketersediaan pangan pada tingkat menggerakkan sistem agribisnis, utamanya di regional dan selanjutnya diatur distribusinya oleh perdesaan. pemerintah (misal melalui Perum Bulog). Agar setiap individu atau rumah tangga dapat KETAHANAN PANGAN DAN mempunyuai akses terhadap pangan, pemerintah KEBERHASILAN PEMBANGUNAN mengendalikan harga pada tingkat konsumen. Akses setiap individu terhadap pangan Kasus mahalnya harga kedele sebagai bahan baku yang cukup merupakan hak asasi manusia yang tahu dan tempe pada akhir-akhir ini, berlaku secara universal. Suatu negara sampai mencerminkan bahwa peran lembaga pertanian sejauh mana dapat menghormati hak asasi (utamanya koperasi) tidak berfungsi lagi. 424 Prosiding Semnas Agribisnis 2013, Semarang 10 September 2013 Kerjasama PS. S1. Agribisnis FPP Undip dengan BPTP Jawa Tengah KELEMBAGAAN PETANI dalam kondisi lemah, sehingga menjadi kendala Peran kelembagaan pertanian dalam dalam rangka meningkatkan pendapatannya. membangun dan mengembangkan sektor Lemahnya posisi dan kekuatan tawar petani pertanian berdasarkan pengalaman masa lalu disebabkan kurangnya petani dalam memperoleh terlihat nyata pada kegiatan pertanian tanaman akses pasar, informasi pasar dan permodalan pangan. Kegiatan pembangunan pertanian pada usaha (Branson dan Douglas, 1983). Berdasarkan masa lalu dituangkan dalam bentuk program dan ragam permasalahan yang terdapat pada tingkat proyek dengan membangun kelembagaan koersif, petani, maka sudah selayaknya pemerintah atau seperti Padi Sentra, DEMAS, BIMAS, Bimas instansi teknis terkait melakukan penguatan Gotong Royong, Badan Usaha Unit Desa kelembagaan petani. (BUUD), Koperasi Unit Desa (KUD), Menurut Agustian et al. (2003), Purwanto Intensifikasi Khusus (Insus), Supra Insus dan lain- et al. (2007), dan Nasrul (2012), faktor-faktor lain (Nasrul, 2012). Menurut Prabowo (2000), yang menyebabkan tidak berjalannya secara sistematis upaya peningkatan produksi kelembagaan petani di perdesaan adalah sebagai pangan baru terjadi setelah ada program BIMAS berikut: yang didahului oleh program DEMAS. DEMAS 1. Kelembagaan petani biasanya dibentuk lebih berorientasi pada penerapan teknologi baru berdasarkan kepentingan teknis untuk melalui Panca Usaha dan Penyuluhan, sedangkan mempermudah pengkoordinasian apabila program BIMAS menyempurna-kannya dengan terdapat program atau kegiatan dari mengkaitkan kredit di dalamnya. Program pemerintah, sehingga tidak berorientasi BIMAS pada awalnya mencakup beberapa program serta tidak menjamin kemandirian wilayah yang kondisi irigasinya bagus dan lembaga. instansi yang terlibat juga terbatas (Dinas 2. Pembentukan dan pengembangan Pertanian Rakyat), dan kemudian program kelembagaan tidak menggunakan basis social BIMAS diperluas secara nasional dan instansi capital setempat, dengan prinsip kemandirian yang terlibat makin bertambah. Apabila di tingkat lokal yang dibentuk melalui prinsip pusat ada Badan Pengendali Bimas, maka di pemberdayaan. tingkat daerah ada Pembina dan Satuan Pelaksana 3. Pembentukan dan pengembangan Bimas. Semua unsur ikut berperan aktif (dari kelembagaan petani pada umumnya Lurah, Camat, Bupati, Gubernur, Menteri, sampai berdasarkan pendekatan top down, sehingga dengan Presiden) dalam rangka menangguli partisipasi masyarakat tidak tumbuh secara permasalahan pangan. Upaya-upaya tersebut baik. pada akhirnya mendatangkan hasil positif, dengan 4. Kelembagaan yang dibangun terbatas hanya dicapainya swasembada pangan pada tahun 1984. untuk memperkuat ikatan horizontal, dan Indonesia menjadi contoh di dunia, dan PBB, bukan ikatan vertikal. Bank Dunia, ADB semua menyatakan kagum atas 5. Partisipasi dan kekompakan anggota keberhasilan Indonesia. Indonesia berubah dari kelompok dalam kegiatan kelembagaan masih importir beras terbesar menjadi negara yang rendah, dan biasanya tercermin dari berswasembada. Namun, setelah tercapainya rendahnya tingkat kehadiran anggota swasembada beras pada tahun 1984, Indonesia kelompok dalam pertemuan kelembagaan. mengalami pasang surut dalam produksi dan 6. Kelembagaan petani sebagai forum kegiatan mencapai puncaknya pada tahun 1998 dengan bersama belum mampu menjadi wadah datangnya El Nino. Produksi beras merosot pada pemersatu kegiatan anggota dan pengikat titik terendah, bersamaan dengan jatuhnya kebutuhan anggota secara bersama. pemerintahan Pak Harto. 7. Introduksi kelembagaan dari luar kurang Petani pada umumnya menghadapi memperhatikan struktur dan jaringan permasalahan dalam hal koordinasi produksi, kelembagaan lokal yang telah ada, serta mulai dari masalah sarana produksi, produksi, kekhasan ekonomi, sosial, dan politik yang produk sampai dengan persoalan pendapatan berjalan. usahatani. Permasalahan-permasalahan tersebut 8. Pembinaan yang dijalankan pada umumnya merupakan cerminan ketidakber-dayaan petani cenderung bersifat individual, yaitu hanya dalam melakukan negosiasi harga, baik harga kepada pengurus, sehingga tidak terjadi social hasil produksi maupun harga sarana produksinya. learning approach. Posisi dan kekuatan tawar petani pada umumnya 9. Pengembangan kelembagaan selalu meng- Kelembagaan Pertanian Berbasis Kearifan Lokal (Prasetyo, E dan T. Ekowati) 425 gunakan jalur struktural, dan lemah dari mereka sendiri dan me-ngusahakan untuk pengembangan aspek kulturalnya. Sikap membentuk masa depan sesuai dengan berorganisasi belum tumbuh pada diri keinginan mereka. Inti utama pemberdayaan pengurus dan anggotanya. adalah tercapainya kemandirian. Proses Selain permasalahan internal petani, pemberdayaan mem-punyai dua prinsip dasar ketersediaan faktor pendukung (seperti yang harus dipedomani (Saptana, dkk, 2003), infrastruktur, lembaga ekonomi perdesaan, yaitu: (i) menciptakan ruang atau peluang bagi intensitas penyuluhan, dan kebijakan pemerintah) masyarakat untuk mengembangkan dirinya sangat diperlukan guna mendorong usahatani dan secara mandiri dan menurut cara yang meningkatkan akses petani terhadap pasar dipilihnya sendiri; (ii) mengupayakan agar (Saragih, 2001). Kesadaran yang perlu dibangun masyarakat memiliki kemampuan untuk pada tingkat petani adalah kesadaran berkelompok meman-faatkan ruang atau peluang yang yang tumbuh atas dasar kebutuhan (bukan paksaan tercipta tersebut. Misal: peningkatan dari fihak lain). aksesibilitas masyarakat terhadap faktor-faktor Empat kriteria agar kelembagaan petani produksi dan pasar. Pemberdayaan kuat dan mampu berperan aktif dalam kelembagaan pada masa mendatang perlu memperjuangkan hak-haknya, yaitu: (i) diarahkan agar berorientasi pada: (i) kelembagaan harus tumbuh dari pemikiran petani pengusahaan komoditas (pangan/non-pangan) sendiri; (ii) pengurusnya berasal dari para petani yang menguntungkan; (ii) skala usaha dan dipilih secara berkala; (iii) memiliki kekuatan ekonomis dan teknologi padat karya; (iii) win- kelembagaan formal; dan (iv) bersifat win mutualy dengan kemitraan yang kolegial; partisipatif. Manfaat utama terbentuknya (iv) tercipta interdependensi hulu-hilir; (v) kelembagaan petani adalah untuk mewadahi modal berkembang dan kredit melembaga kebutuhan salah satu sisi kehidupan sosial (bank, koperasi, petani); (vi) kooperatif, masyarakat dan sebagai kontrol sosial, sehingga kompetitif dan transparan melalui sistem setiap orang dapat mengatur perilakunya menurut informasi bisnis; (vii) memanfaatkan peluang kehendak masyarakat (Elizabeth dan Darwis, di setiap subsistem agribisnis, serta (viii) 2003). dukungan SDM yang berpendidikan, rasional, Prinsip-prinsip yang harus dipenuhi oleh mandiri, informa-tif, komunikatif, dan kelembagaan pertanian agar berdaya guna dan partisipatif. berkelanjutan adalah: 3. Prinsip kemandirian lokal. Pendekatan 1. Prinsip otonomi, meliputi otonomi pembangunan melalui cara pandang individu dan otonomi desa (spesifik lokalita). kemandirian lokal mengisyaratkan bahwa Pertama: otonomi individu, adalah mengacu semua tahapan dalam proses pember-dayaan pada individu sebagai perwujudan dari hasrat harus dilakukan secara desentra-lisasi. Upaya untuk bebas yang melekat pada diri manusia pemberdayaan yang berbasis pada pendekatan sebagai suatu anugerah paling berharga dari desentralisasi akan menumbuhkan kondisi Sang Pencipta (Basri, 2005). Individu- otonom, dimana setiap komponen akan tetap individu yang otonom selanjutnya akan eksis dengan berbagai keragaman (diversity) membentuk komunitas yang otonom. Kedua: yang dikandungnya. Kegagalan otonom desa (spesifik lokalita), dimaksudkan pengembangan kelembagaan petani selama ini bahwa pengembangan kelembagaan petani di salah satunya akibat mengabaikan perdesaan, disesuaikan dengan potensi desa itu kelembagaan lokal yang hidup di perdesaan, sendiri. Perdesaan pada umumnya mempunyai karena dianggap tidak memiliki jiwa ekonomi ragam dan kemajemukan sistem, nilai, dan yang memadai. Ciri kelembagaan pada budaya, juga mempunyai latar belakang masyarakat tradisional, adalah dimana sejarah yang panjang dan beragam. aktivitas ekonomi melekat pada kelembagaan Kelembagaan pertanian, termasuk organisasi, kekerabatan dan komunitas. Ciri utama perangkat-perangkat aturan dan hukum kelembagaan tradisional adalah sedikit memerlukan penyesuaian, di samping juga kelembagaan, namun banyak fungsi. Beda harus memperhatikan elemen-elemen tatanan. halnya dengan pada masyarakat modern yang 2. Prinsip pemberdayaan, yaitu mengu- dicirikan oleh munculnya banyak kelembagaan payakan bagaimana individu, kelompok, atau dengan fungsi-fungsi yang spesifik dan komunitas berusaha mengontrol kehidupan sempit-sempit (Saptana et al., 2003). 426 Prosiding Semnas Agribisnis 2013, Semarang 10 September 2013 Kerjasama PS. S1. Agribisnis FPP Undip dengan BPTP Jawa Tengah
no reviews yet
Please Login to review.