Authentication
Plagiarism Checker X Originality Report Similarity Found: 75% Date: Friday, November 29, 2019 Statistics: 3805 words Plagiarized / 5093 Total words Remarks: High Plagiarism Detected - Your Document needs Critical Improvement. ------------------------------------------------------------------------------------------- 80 Hambatan Komunikasi Anak Autis Al-Munzir Vol. 9, No. 1, Mei 2016 HAMBATAN KOMUNIKASI ANAK AUTIS Mansur (Dosen Fakultas Ushuluddin, Adab dan Dakwah IAIN Kendari) Abstrak: Autisme berasal dari bahasa Yunani yaitu autos yang berarti diri sendiri. Autis bukan suatu jenis penyakit tetapi merupakan suatu gangguan perkembangan yang komplek disebabkan oleh adanya kerusakan pada otak, umumnya dapat terdeteksi sejak anak lahir atau di usia balita. Gejala autis terlihat ketika anak tidak mampu membentuk hubungan sosial atau mengembangkan komunikasi secara normal. Autisme adalah suatu gangguan perkembangan yang terkait dengan gangguan komunikasi, interaksi sosial, gangguan sensoris, pola bermain, perilaku, emosi dan aktivitas imajinasi. Salah satu kesulitan yang dihadapi anak autis dalam komunikasi terutama pada anak-anak yang mengalami hambatan yang berat adalah dalam penguasaan bahasa dan bicara. Kesulitan anak autis dalam berkomunikasi dikarenakan mengalami gangguan dalam berbahasa (verbal dan non verbal), padahal bahasa merupakan media utama dalam komunikasi. Mereka sering kesulitan untuk mengkomunikasikan keinginannya baik secara verbal (lisan/bicara) maupun non verbal (isyarat/gerak tubuh dan tulisan). Sebagian besar dari mereka dapat berbicara, menggunakan kalimat pendek dengan kosa kata sederhana namun kosa katanya terbatas dan bicaranya sulit dipahami. Karena kosa katanya terbatas maka banyak perkataan yang mereka ucapkan tidak dipahaminya. Mereka yang dapat berbicara senang meniru ucapan dan membeo (echolalia). Beberapa di antara mereka sering kali menunjukkan kebingungan akan kata ganti. Kata Kunci: Komunikiasi, anak, autis 81 Hambatan Komunikasi Anak Autis Al-Munzir Vol. 9, No. 1, Mei 2016 Pendahuluan Autis adalah kelainan syaraf yang unik. Belum ada tes medis yang dapat membedakan diagnosis autis. Diagnosisnya hanya bisa dilakukan oleh seorang professional yang sudah terbiasa yang terjadi pada masa anak-anak, yang membuat seseorang tidak mampu mengadakan interaksi sosial, dan seolah-olah hidup dalam dunianya sendiri. Autis adalah gangguan perkembangan (Fadhli, 2010). Penderita autis sekarang ini semakin banyak di dunia, termasuk di Indonesia. Saat ini penyakit autis sudah dapat dideteksi sejak dini. Walau demikian, inforamasi mengenai autis dan bagaimana menanggulanginya masih belum terpublikasi secara luas. Gayatri (2009), sebagaimana yang dikutip oleh Desta Sarasati Raharjo bahwa Statistik bulan Mei 2004 di Amerika Serikat menunjukkan, satu di antara 150 anak berusia di bawah 10 tahun atau sekitar 300.000 anak memiliki gejala autis dengan perkiraan pertumbuhan sebesar 10%- 17% pertahun. Para ahli memperkirakan bahwa pada dekade mendatang di Amerika akan terdapat 4 juta penyandang autis. Autisme terjadi di belahan dunia manapun. Tidak peduli pada suku, ras, agama, maupun status sosial. Di Australia, badan yang menaungi permasalahan autis (Autisme Association of Australia) mengungkapkan bahwa 1 di antara 100 penduduk memiliki karakteristik autis. Anak penderita autis, secara nyata dapat dideteksi dari banyak indikator, antara lain sulit dalam berkomunikasi padahal, komunikasi merupakan aktivitas dasar manusia. Manusia dapat saling berhubungan satu sama lain dalam kehidupan sehari-hari di rumah tangga, di tempat kerja, di pasar, dalam masyarakat atau di mana saja manusia berada. Semua manusia terlibat dalam kegiatan komunikasi dan berbahasa. Komunikasi akan berjalan dengan lancar dan berhasil bila proses itu berjalan dengan baik. Proses komunikasi terjadi melalui bahasa. Menurut (Hanafi, 1984) dan (Mulyana, 2009) bentuk bahasa dapat berupa isyarat, gestur, tulisan, gambar, dan wicara. Secara kodrati manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri dan akan selalu berkomunikasi dan berhubungan dengan orang lain. Sejak dilahirkan, manusia sudah menjadi makhluk sosial karena manusia membutuhkan orang lain, terutama orang tua, saudara, tetangga, teman, sahabat, bahkan dengan orang yang tidak dikenal. Dalam hubungannya dengan manusia sebagai makhluk sosial, manusia selalu hidup bersama dengan manusia lainnya. Dalam berinteraksi sosial di masyarakat, manusia melakukan komunikasi baik itu komunikasi verbal maupun komunikasi non verbal. 82 Hambatan Komunikasi Anak Autis Al-Munzir Vol. 9, No. 1, Mei 2016 Banyak orang menganggap bahwa komunikasi itu mudah dilakukan. Namun, ternyata proses komunikasi itu tidak mudah ketika proses komunikasi yang biasa dihadapi mengalami hambatan. Situasi rumit tersebut terjadi karena seseorang tidak berhasil menyampaikan pesannya kepada orang lain atau orang lain tidak dapat menangkap pesan sang pemberi pesan yang berujung pada terjadinya komunikasi yang tidak efektif. Manusia normal melakukan proses interaksi sosial dengan sadar dan disambut dengan kesadaran yang sama oleh orang lain. Pada saat berinteraksi, manusia normal bisa melakukan proses komunikasi interpersonal dengan baik. Manusia dapat berinteraksi dengan saling berkomunikasi satu sama lain, atau mungkin dengan memberikan tanda dan simbol yang bisa dipahami oleh manusia lain. Namun, tidak demikian halnya dengan orang yang mempunyai kebutuhan khusus yang memiliki gangguan semantik (Nuruddin, 2007: 116) seperti anak autis. Bagi anak autis, melakukan proses komunikasi dan interaksi tentu merupakan hal yang tidak mudah. Sejarah dan Pengertian Autis Autisme (autism) berasal dari bahasa Yunani yaitu autos yang berarti diri sendiri. Autis bukan suatu jenis penyakit tetapi merupakan suatu gangguan perkembangan yang komplek disebabkan oleh adanya kerusakan pada otak, umumnya dapat terdeteksi sejak anak lahir atau usia balita (di bawah 3 tahun) sehingga menyebabkan anak tidak mampu membentuk hubungan sosial atau mengembangkan komunikasi secara normal. Autisme adalah suatu gangguan perkembangan yang kompleks menyangkut komunikasi, interaksi sosial, gangguan sensoris, pola bermain, perilaku, emosi dan aktivitas imajinasi. Akibatnya anak terisolasi dari kontak manusia dan asyik dalam dunianya sendiri yang di ekspresikan dalam minat dan perilaku yang terpaku, menetap dan di ulang-ulang. Pada kenyataannya gangguan perkembangan yang kompleks tersebut terwujud dalam berbagai bentuk yang berbeda, sehingga autisme dapat disebut juga sebagai sekumpulan gejala klinis yang dilatarbelakangi berbagai faktor yang sangat bervariasi, berkaitan satu dengan yang lainnya dan unik karena tidak sama untuk masing- msika“taak dalh k”Kaiayag nuh a tersebut menyiratkan bahwa setiap anak yang lahir ke dunia ini bukanlah anak yang sempurna, tetapi anak yang membawa keunikannya masing- masing. Keunikan ini dimulai dengan keunikan genothypnya yang akan menjadi blue print perkembangan dan berwujud dalam phenothypnya 83 Hambatan Komunikasi Anak Autis Al-Munzir Vol. 9, No. 1, Mei 2016 (nature/ biologis). Di samping itu, prestasi perkembangan seorang anak juga dipengaruhi oleh faktor lingkungannya seperti pola asuh, pendidikan, stimulasi, dan juga nutrisi (nurture). Keduanya yaitu nature dan nurture yang akan selalu mewarnai kehidupan setiap anak yang lahir ke dunia ini. Autis pertama kali diperkenalkan dalam suatu makalah pada tahun 1943 oeh seorang psikiatris Amerika yang bernama Leo Kanner (Fitri Mutia, 2003). Dia menemukan sebelas anak yang memiliki ciri-ciri yang sama, yaitu tidak mampu berkomunikasi dan berinteraksi dengan individu lain dan sangat tak acuh terhadap lingkungan di luar dirinya, sehingga perilakunya seperti tampak hidup di dunia sendiri. Penyandang autism seolah-olah hidup dalam dunianya sendiri. Autis sebagai ketidakmampuan untuk berinteraksi dengan orang lain, gangguan berbahasa yang ditunjukan dengan penguasaan yang tertunda, ecolalia, mutism, pembalikan kalimat, adanya aktivitas bermain yang repetitif dan stereotipik, ingatan yang kuat, dan keinginan obsesif untuk mempertahankan keteraturan di dalam lingkungannya. Di Indonesia, istilah autis awalnya di kenal oleh sebagian masyarakat sekitar tahun 1977, namun saat itu konsep autis belum ramai diperbincangkan bahkan belum menjadi perhatian pihak-pihak yang berkompeten terhadap kondisi penyandang autis. Berdasarkan penelitian seorang Psikiater di Jakarta pada tahun 1998 hanya ditemukan 1 kasus penderita autis, namun jumlah tersebut terus bertambah dari tahun ke tahun. Pada tahun 2000 tercatat jumlah pasien baru autis di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta sebanyak 103 kasus. Dr. Melly Budhiman (Psikiater Anak dan Ketua Yayasan Autisme Indonesia tahun 2000) menyebutkan, terjadi peningkatan jumlah anak autis yang luar biasa, dimana pada sepuluh tahun yang lalu jumlah penyandang autis diperkirakan satu per lima ribu anak (1:5.000 anak), sekarang meningkat menjadi satu per lima ratus anak (1:500 anak). Data terbaru bahkan memperkirakan saat ini perbandingannya menjadi 1:150 anak. Pernyataan tersebut dipertegas pula oleh Dr. Ika Widyawati (staf bagian Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia) yang memperkirakan terdapat kurang lebih 6.900 anak penyandang autis di Indonesia, dan jumlah tersebut menurutnya setiap tahun terus meningkat. (http://id.wikipedia.org/wiki/Autisme). Pada tahun 2006, Dr. Widodo memperkirakan jumlah anak autis di Indonesia dapat mencapai 150-200 ribu orang, dengan perbandingan antara anak laki-laki dan perempuan adalah 2,6-4:1. Berdasarkan temuan tersebut diketahui bahwa perbandingan anak laki-laki yang menderita autis lebih 84 Hambatan Komunikasi Anak Autis Al-Munzir
no reviews yet
Please Login to review.