jagomart
digital resources
picture1_2016 04 27 Harian Jogja Proyek Riset Inovatif Masih Minim Diimpelementasikan Industri


 157x       Tipe DOCX       Ukuran file 0.02 MB       Source: fk.ugm.ac.id


2016 04 27 Harian Jogja Proyek Riset Inovatif Masih Minim Diimpelementasikan Industri

icon picture DOCX Word DOCX | Diposting 22 Jul 2022 | 3 thn lalu
Berikut sebagian tangkapan teks file ini.
Geser ke kiri pada layar.
       Proyek Riset Inovatif Masih Minim Diimpelementasikan Industri
       2016-04-27 - Harian Jogja - Uli Febriarni / Sumadiyono
       Harianjogja.com, SLEMAN-Hasil proyek riset inovasi yang dilakukan Kementerian Riset 
       Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristek Dikti), yang dapat dimanfaatkan oleh dunia 
       industri masih belum optimal. Dari 701 total riset yang dilakukan, baru sekitar tujuh sampai 
       delapan persen yang dapat digunakan oleh industri, dari total jumlah ideal 15% hingga 20%.
       Hal tersebut diungkapkan oleh Menristek Dikti Muhammad Nasir pada Selasa (26/4/2016), saat 
       melakukan peninjauan ke laboratorium Eliminate Dengue Project-Jogja (EDP-Jogja), yang 
       dimiliki Universitas Gadjah Mada (UGM). Nasir mengatakan, 701 penelitian tersebut dilakukan 
       sejak 2010 hingga 2014 dan sudah dibiayai dengan dana dari pemerintah hingga triliunan rupiah.
       Penyebab tidak semua riset ini dapat ‘diindustrikan’ adalah pertama karena waktu penelitian 
       yang panjang. Apa yang sedang diteliti kemudian ketinggalan zaman dan muncul teknologi baru.
       Kedua, penelitian berbiaya tinggi, hal ini menyebabkan industri tak mau memanfaatkan riset 
       tersebut.
       “Jadi hanya beberapa riset yang bisa digunakan industri,” tuturnya.
       Melihat kondisi ini Nasir memiliki langkah strategis, bagi setiap perguruan tinggi yang memiliki 
       riset inovasi yang sama paling tidak kemudian membangun jejaring. Riset nantinya bukan hanya 
       dimiliki satu universitas, melainkan menjadi milik Indonesia, namun ada satu universitas yang 
       disepakati sebagai project leader. Ia mendorong UGM dan perguruan tinggi setidaknya bisa 
       mengembangkan riset ke skala industri atau yang bisa disebut manufactory teaching laboratory. 
       Terutama untuk bidang-bidang seperti kesehatan, teknik, informasi teknologi atau material maju.
       Tidak kalah penting, imbuh dia, perguruan tinggi di Indonesia diharapkan memiliki fokus bidang
       dalam melakukan riset. Selama ini biasanya fokus riset akan bergantung pada Sumber Daya 
       Manusia yang dimiliki. Riset yang fokus ini membantu pemerintah lebih mudah 
       mendistribusikan anggaran riset, karena bisa disesuaikan dengan konsentrasi yang dilakukan. 
       Karena anggaran itu juga tidak bisa hanya berasas bagi rata, pemberlakuan asas ini justru tidak 
       menghasilkan apapun. Anggaran riset yang kini dikelola oleh Kemenristekdikti mencapai 
       Rp1,5triliun. Anggaran itu di luar anggaran Biaya Operasional Perguruan Tinggi Negeri 
       (BOPTN) yang juga mencakup anggaran riset di tiap PTN.
       “Misalnya UGM, 27% dari BOPTN dipakai untuk riset. Ini membuktikan kalau anggaran riset 
       kita [Indonesia] tidak sedikit, tapi bagaimana agar anggaran yang ada benar-benar bisa 
       menghasilkan riset inovatif,” ujar Nasir.
       Persoalan biaya riset ini, Nasir juga belajar dari Yayasan Tahija yang berkenan membiayai 
       proyek nyamuk Aedes aegypti ber-Wolbachia yang dilakukan Fakultas Kedokteran Universitas 
       Gadjah Mada. Ia memiliki keinginan untuk menghimpun dana riset dari banyak pihak, bukan 
       hanya dari Corporate Social Responsibility perusahaan atau industri saja. Pasalnya anggaran 
       negara untuk membiayai riset sangat terbatas, sehingga pihaknya harus melakukan rekayasa 
       dalam penganggaran dana riset di Indonesia. Penganggaran riset di Indonesia selama ini 76 
       persen disuplai oleh negara, sangat jauh berbeda dengan Singapura dan Korea yang 80 persen 
       risetnya dibiayai oleh industri. Setidaknya Nasir tetap bersyukur, saat ini jumlah perusahaan atau 
       industri yang mau ikut urun dana penelitian sudah semakin bertambah.
       Dalam kesempatan yang sama ia juga menyoroti persoalan yang dihadapi peneliti di Indonesia, 
       yakni kebosanan peneliti disebabkan format penyusunan pertanggungjawaban dana riset. Ia 
       mulai membahas bersama Kementerian Keuangan agar bentuk pertanggungjawaban dana riset 
       bukan lagi based on activity melainkan diubah menjadi based on output.
       “Pelaporan pertanggungjawaban dana riset ini dirasa malah lebih sulit daripada melakukan 
       penelitian, itu yang membuat kebosanan terjadi di kalangan peneliti kita di Indonesia. Penelitian 
       kita [Indonesia] pada 2014 ada 5.580 riset untuk publikasi internasional, 4.800 dalam Scopus, 
       jadi sudah ada sekitar 9.000 riset, kami menargetkan bisa menghasilkan 12.000 riset, potensi 
       penelitian Indonesia sangat besar dengan adanya 4.300 perguruan tinggi baik swasta dan negeri,”
       kata dia.
       Sementara itu, Rektor UGM Prof Dwikorita Karnawati mengatakan, sebagai perguruan tinggi 
       negeri yang memiliki target mewujudkan socioentrepreneurship, UGM memang tengah 
       mengembangkan berbagai riset inovatif. Berbagai riset inovatif tersebut menurunya bahkan 
       dibuatkan manuactory teaching industry agar upaya menuju induatrialisasi bisa lebih mudah 
       dilakukan.
       “Bagi kami, riset tidak hanya soal kesenangan, tapi juga untuk kepentingan masyarakat dan 
       bangsa. Dan kami sekarang ini sudah memiliki beberapa mini factory berkat bantuan pemerintah 
       maupun swasta. Seperti untuk riset nyamuk ber-Wolbachia ini yang sudah memasuki tahun riset 
       ke-5, kami berharap manfaatnya bisa dirasakan lebih luas lagi oleh masyarakat Indonesia,” 
       ucapnya.
       Sumber: http://www.harianjogja.com/baca/2016/04/27/penelitian-perguruan-tinggi-proyek-riset-
       inovatif-masih-minim-diimpelementasikan-industri-714204
Kata-kata yang terdapat di dalam file ini mungkin membantu anda melihat apakah file ini sesuai dengan yang dicari :

...Proyek riset inovatif masih minim diimpelementasikan industri harian jogja uli febriarni sumadiyono harianjogja com sleman hasil inovasi yang dilakukan kementerian teknologi dan pendidikan tinggi kemenristek dikti dapat dimanfaatkan oleh dunia belum optimal dari total baru sekitar tujuh sampai delapan persen digunakan jumlah ideal hingga hal tersebut diungkapkan menristek muhammad nasir pada selasa saat melakukan peninjauan ke laboratorium eliminate dengue project edp dimiliki universitas gadjah mada ugm mengatakan penelitian sejak sudah dibiayai dengan dana pemerintah triliunan rupiah penyebab tidak semua ini diindustrikan adalah pertama karena waktu panjang apa sedang diteliti kemudian ketinggalan zaman muncul kedua berbiaya menyebabkan tak mau memanfaatkan jadi hanya beberapa bisa tuturnya melihat kondisi memiliki langkah strategis bagi setiap perguruan sama paling membangun jejaring nantinya bukan satu melainkan menjadi milik indonesia namun ada disepakati sebagai leader ia mendoro...

no reviews yet
Please Login to review.