Authentication
275x Tipe DOC Ukuran file 0.15 MB Source: www.dpr.go.id
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA LAPORAN KUNJUNGAN KERJA KOMISI I DPR RI DALAM RESES MASA PERSIDANGAN II TAHUN SIDANG 2004-2005 KE PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM TANGGAL 22-24 DESEMBER 2004 I. PENDAHULUAN A. UMUM Setiap reses masa persidangan, Komisi-komisi DPR-RI melaksanakan kunjungan kerja ke daerah-daerah. Hal ini sesuai dengan pasal 38 ayat (4) huruf e Peraturan Tata Tertib DPR-RI yang menyatakan “mengadakan kunjungan kerja dengan dalam Masa Reses, atau apabila dipandang perlu, dalam masa sidang dengan persetujuan Pimpinan DPR- RI yang hasilnya dilaporkan kepada rapat paripurna untuk ditentukan tindak lanjutnya”. Berdasarkan hal tersebut, maka pada reses masa persidangan II tahun sidang 2004-2005, komisi I DPR-RI telah membentuk 3 (tiga) tim kunjungan kerja, yaitu kunjungan kerja ke Provinsi Papua, Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Provinsi Kepulauan Riau. Dalam laporan ini akan disampaikan mengenai laporan tim kunjungan kerja ke Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. B. DASAR PELAKSANAAN KUNJUNGAN KERJA Dalam melaksanakan tugasnya, tim kunjungan kerja ke Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam bekerja berdasarkan surat keputusan Pimpinan DPR-RI Nomor: 23/PIMP/II/2004-2005 tanggal 6 Desember 2004 tentang penugasan kepada anggota-anggota Komisi I sampai dengan Komisi XI DPR-RI dan Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia untuk melakukan kunjungan kerja Berkelompok dalam reses masa persidangan II tahun sidang 2004-2005. C. MAKSUD DAN TUJUAN Kunjungan kerja ini dimaksudkan sebagai pelaksanaan fungsi pengawasan dewan terhadap pelaksanaan undang-undang, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara serta menggali dan menyerap aspirasi masyarakat yang berkembang di daerah dan unsur pemerintah daerah. Tujuan dari kunjungan ini adalah untuk mendapatkan data dan informasi mengenai perkembangan situasi dan kondisi Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam serta permasalahan-permasalahan yang terjadi baik yang menyangkut kehidupan politik, sosial dan ekonomi. Hal ini berkaitan pula dengan permasalahan-permasalahan yang terjadi di daerah Nanggroe Aceh Darussalam seperti permasalahan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) yang selalu menjadi perhatian pemerintah Indonesia. Untuk itu, dalam pelaksanaan kunjungan kerja tersebut, data dan informasi ini dapat digunakan sebagai bahan masukan dan kajian Komisi I DPR-RI dalam pembahasan 1 rapat-rapat kerja dengan pemerintah dan instansi terkait sebagai mitra kerja Komisi I DPR-RI dalam masa sidang III tahun sidang 2004-2005. D. RUANG LINGKUP Sasaran obyek kunjungan kerja Komisi I DPR-RI ke Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam antara lain : 1. Pertemuan dengan TVRI, RRI, KPID, pengurus radio, media cetak dan Persatuan Wartawan Indonesia di Nanggroe Aceh Darussalam . 2. Pertemuan dengan Wakil Gubernur Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. 3. Pertemuan dengan Pangdam Kodam Sultan Iskandar Muda sekaligus peninjauan Secata Mata Ie. 4. Pertemuan dengan tokoh masyarakat daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Majelis Ulama, Orpol, Ormas/Pemuda dan unsur perguruan tinggi. 5. Pertemuan dengan Komandan Lanud Sultan Iskandar Muda dan Komandan Lanal Sabang. 6. Pertemuan dengan Kapolda Nanggroe Aceh Darussalam, Kepala Kejaksaan Tinggi dan Kakanwil Departemen Hukum dan HAM Nanggroe Aceh Darussalam. E. KOMPOSISI TIM KUNJUNGAN KERJA Komposisi tim kunjungan kerja Komisi I DPR-RI ke Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam terdiri dari 10 (sepuluh) orang Anggota dibantu oleh 2 (dua) orang sekretariat komisi I DPR-RI, 1 (satu) orang penghubung Departemen Pertahanan, 1 (satu) orang penghubung dari Kementerian Negara Komunikasi dan Informasi dan 1 (satu) orang wartawan Suara Pembaruan. Adapun susunan anggota tim kunjungan Kerja sebagai berikut: 1. Drs. Sidharto Danusubroto, SH (Ketua Tim/F-PDI-P) 2. Drs. Slamet Effendi Yusuf, Msi (Anggota/F-PG) 3. Djoko Subroto (Anggota/F-PG) 4. Permadi, SH (Anggota/F-PDIP) 5. Drs. Soewarno (Anggota/F-PDIP) 6. Usamah Muhammad Al Hadar (Anggota/F-PP) 7. Shidki Wahab (Anggota/F-PD) 8. Drs. A. M. Fatwa (Anggota/F-PAN) 9. Ir. Tristanti Mitayani, MT (Anggota/F-PAN) 10.H. Imam Nahrawi, S. Ag (Anggota/F-KB) II. AGENDA PERTEMUAN YANG DILAKSANAKAN 1. Rabu, 22 Desember 2004 Pukul 06.20 WIB tim kunjungan kerja Komisi I DPR-RI berangkat menuju Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dengan Pesawat Garuda (GA 190). Pukul 10.25 WIB tim kunjungan kerja Komisi I DPR-RI tiba di Bandara Sultan Iskandar Muda dan Tim beristirahat di Hotel Sultan. Pukul 14.00 WIB pertemuan dengan TVRI, RRI, KPID, pengurus radio, media cetak dan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) bertempat di Media Center Dinas Infokom. Pukul 19.30 WIB pertemuan dengan Wakil Gubernur Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. 2 2. Kamis, 23 September 2004 Pukul 09.00 WIB Tim mengadakan pertemuan dengan Pangdam Sultan Iskandar Muda Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam bertempat di Markas Pangdam sekaligus melakukan peninjauan ke Secata Matai Ie di Mata le. Pukul 14.00 WIB pertemuan dengan tokoh masyarakat, majelis ulama, ormas/pemuda dan unsur perguruan tinggi bertempat di kantor gubernur. Pukul 19.30 WIB pertemuan dengan Komandan Lanud Sultan Iskandar Muda dan Komandan Lanal Sabang bertempat di Hotel Sultan, Banda Aceh. 3. Jum’at, 24 Desember 2004 Pukul 08.10 WIB pertemuan dengan Kapolda Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Kepala Kejaksaan Tinggi dan Kakanwil Departemen Hukum dan HAM bertempat di Mapolda NAD. Pukul 14.00 WIB tim kunjungan kerja Komisi I DPR-RI meninggalkan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam menuju Jakarta melalui Medan dengan Pesawat Garuda (GA 193) dan tiba di Jakarta pukul 17.55 WIB dengan Pesawat Garuda (GA 189). III. SITUASI DAN KONDISI UMUM PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM (NAD) A. Profil dan Geografi Provinsi NAD Provinsi NAD terletak pada posisi 2-6 Lintang Utara dan 95-98 Lintang Selatan dengan batas-batas, sebelah utara dan timur dengan Selat Malaka, sebelah selatan berbatasan dengan Provinsi Sumatera Utara dan sebelah barat dengan Samudera Hindia. Luas Provinsi NAD seluas 57.365,57 Km2. Provinsi NAD terdiri dari 20 kabupaten yaitu Kabupaten Aceh Barat Daya (pecahan dari Aceh Selatan), Gayo Lues (pecahan dari Aceh Tenggara), Aceh Tamiang dan Kota Langsa (pecahan dari Aceh Timur), Nagan Raya dan Aceh Jaya (pecahan dari Aceh Barat) serta Kota Lhokseumawe (pecahan dari Aceh Utara). Kemudian pada bulan Januari 2004 bertambah menjadi 21 kabupaten/kota yaitu Bener Meuriah (pecahan dari Kabupaten Aceh Tengah), Simeulu, Aceh Singkil, Aceh Selatan, Aceh Tenggara, Aceh Timur, Aceh Tengah, Aceh Barat, Aceh Besar, Pidie, Bireun, Aceh Utara, Banda Aceh, Sabang, Kota Lhokseumawe, Kota Langsa, Aceh Barat Daya, Gayo Lues, Aceh Jaya, Nagan Raya dan Aceh Tamiang. Dari keduapuluh satu kabupaten/kota tersebut ada 201 Kecamatan, 642 mukim dan 5.720 desa. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Provinsi NAD tahun 2003, jumlah penduduk Provinsi NAD berjumlah 4.073.006 jiwa dan pada tahun 2004 berjumlah 4.142.100 jiwa, dengan pertumbuhan penduduk 1.81%. Dari jumlah penduduk tersebut, kabupaten/kota yang penduduknya paling padat adalah Banda Aceh yaitu 3.628 jiwa/Km2 dan setelahnya adalah Sabang dengan 205 jiwa/Km 2. Dengan adanya upaya perdamaian melalui dialog serta adanya tindakan pengaman yang diberikan oleh aparat-aparat TNI/POLRI, maka kondisi wilayah Provinsi NAD saat ini relatif telah membaik. Hal tersebut dapat dilihat dengan telah berfungsinya kembali infrastruktur pemerintahan baik di tingkat kabupaten/kota, kecamatan dan desa-desa. Kondisi keamanan ini mulai terasa sejak pelaksanaan Inpres Nomor 4 Tahun 2001 dan dilanjutkan dengan Inpres Nomor 1 Tahun 2002 yang mendapat sambutan yang baik dari masyarakat. Akar permasalahan konflik Aceh disebabkan oleh beberapa hal: Ketidakpuasan social (social discontent) disebabkan karena adanya kebijakan di masa lalu yang menyebabkan penderitaan bagi masyarakat Aceh seperti kecemburuan dalam pembagian kekayaan alam yang tidak adil dan lapangan pekerjaan. 3 Kelompok yang ingin memisahkan diri dari NKRI. Dendam diantara anak-anak korban DOM, yang merasa kebijakan yang diterapkan tidak adil, kurang menjunjung tinggi azas praduga tak bersalah, penegakan hukum dan HAM yang kurang dilaksanakan, serta rasa dendam atas perlakuan aparat keamanan terhadap orang tuanya di masa lalu. Kelompok avonturir akibat disersi dan lain-lain. Kelompok ikut-ikutan yang biasanya dipengaruhi keras atau dipaksa untuk ikut GSBA, kelompok ini biasanya berasal dari masyarakat yang tidak mempunyai pekerjaan. Konflik yang berkepanjangan selama ini, telah berakibat kesengsaraan dan penderitaan yang pada umumnya menimpa masyarakat/rakyat. Diperkirakan sejak tahun 2000 sampai sekarang, konflik ini telah banyak merenggut jiwa, luka-luka dan juga hilang. Selain itu kerugian material antara lain rumah, kantor, sekolah yang dibakar, kendaraan roda dua dan empat yang dicuri dan lain sebagainya. Permasalahan sosial yang paling menonjol di Provinsi NAD adalah kemiskinan. Meningkatnya angka kemiskinan, selain disebabkan oleh krisis ekonomi juga disebabkan oleh dampak konflik yang berkepanjangan. Konflik yang berkepanjangan ini juga membawa pengaruh yang cukup besar dalam kehidupan masyarakat baik secara langsung berupa semakin rendahnya tingkat pendapatan masyarakat, menurunnya tingkat pendidikan dan tingkat kesehatan, maupun akibat tidak langsung berupa terjadinya korban jiwa, pengungsian dan kerugian harta benda. IV. LAPORAN KUNJUNGAN DAN PERTEMUAN A. PERTEMUAN DENGAN DINAS INFOKOM, KPID, TVRI, RRI DAN KALANGAN WARTAWAN PROVINSI NAD 1. DINAS INFORMASI DAN KOMUNIKASI a. Kondisi Dinas Informasi dan Komunikasi Dinas Infokom saat ini bukan merupakan perpanjangan tangan dari Kementerian Negara (Kemeneg) Kominfo, hubungan kerja dengan Kemeneg Kominfo adalah hubungan kemitraan dan bukan hubungan hirarki sehingga fungsi-fungsi yang dulu dilaksanakan oleh Departemen Penerangan dilaksanakan di daerah dengan menyesuaikan kebijakan daerahnya masing- masing, dengan membentuk badan-badan/bagian yang tidak seragam seperti Badan Informasi dan Komunikasi, membentuk Bagian Humas dan Informasi dan lain-lain. Saat ini Dinas Infokom Provinsi NAD telah dapat menyediakan media center. Wadah ini tidak hanya menjadi representasi dari program organisasi terpadu dari pemda tetapi juga sebagai sarana untuk memberikan informasi tentang kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan oleh Pemerintah. Bagi para wartawan media center untuk sementara telah menyiapkan fasilitas-fasilitas untuk melakukan komunikasi baik ke dalam maupun ke luar Aceh. Disamping itu Dinas Infokom juga melakukan tugas media luar dengan menyampaikan informasi kepada masyarakat melalui pemasangan balihoo, billboard, spanduk, pamflet dan lain sebagainya. Bentuk lain penyampaian informasi adalah dengan mengadakan pertunjukan pertunjukan kesenian rakyat 4
no reviews yet
Please Login to review.