Authentication
317x Tipe DOC Ukuran file 0.10 MB Source: www.dpr.go.id
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESI --------------------------------- LAPORAN SINGKAT RAPAT KERJA KOMISI III DPR RI DENGAN POLRI, KEJAKSAAN AGUNG DAN KPK --------------------------------------------------- (BIDANG HUKUM, PERUNDANG-UNDANGAN, HAM DAN KEAMANAN) Tahun Sidang : 2012-2013 Masa Persidangan : I Rapat ke : Sifat : Terbuka Jenis Rapat : Rapat Kerja Hari/tanggal : Senin, 17 September 2012 Waktu : Pukul 10.20 – 15.00 WIB Tempat : Ruang Rapat Komisi III DPR RI. Ketua Rapat : Ir. Tjatur Sapto Edy, MT / Wakil Ketua Komisi III DPR RI. Sekretaris Rapat : Endah Sri Lestari, SH, M.Si / Kabag Set.Komisi III DPR-RI. Hadir : 34 orang Anggota dari 51 orang Anggota Komisi III DPR-RI. Izin : 2 orang Anggota. Acara : 1. Membicarakan mengenai pola koordinasi dan sinergi dalam pemberantasan korupsi. 2. Tanya-Jawab. 3. Kesimpulan / Penutup. KESIMPULAN/KEPUTUSAN I. PENDAHULUAN 1. Rapat kerja Komisi III DPR RI dibuka pukul 10.20 WIB oleh Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Ir. Tjatur Sapto Edy, MT dengan agenda rapat sebagaimana tersebut diatas. 2. Rapat kerja dihadiri oleh Kapolri beserta jajarannya, Jaksa Agung beserta jajarannya dan 2 (dua) orang Pimpinan KPK beserta jajarannya (pimpinan lainnya berhalangan hadir). II. POKOK-POKOK PEMBICARAAN 1. Sebelum Kapolri, Jaksa Agung dan Pimpinan KPK memberikan penjelasan, Pimpinan Komisi III menyampaikan hal-hal sebagai berikut : bahwa Rapat koordinasi antar aparat penegak hukum dimaksudkan untuk dapat mengidentifikasi permasalahan dan hal-hal yang menjadi hambatan dalam penanganan tindak pidana korupsi untuk memperoleh kesepakatan dan keputusan bersama dalam penanganan perkara yang terintegrasi, guna mewujudkan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap penanganan tindak pidana korupsi. /home/jmnet/public_html/static/files5/zips/14700_k3_laporan_rapat_kerja_komisi_iii_dengan_kepolisian_ri__jaksa_agung_ri_dan_kpk.doc 1 Terkait kondisi koordinasi lintas instansi dalam penegakan hukum di Indonesia. Bahwa dalam sistem peradilan pidana (criminal justice system), peran aparatur penegak hukum, khususnya penyidik, sangatlah strategis. Penyidik merupakan pintu gerbang utama dimulainya tugas pencarian kebenaran materiil. Melalui proses penyidikan upaya penegakan hukum berawal. Karena itu, kewenangan untuk melakukan penyidikan atas suatu tindak pidana perlu memperoleh kejelasan, tidak saja terkait institusi mana yang berwenang menyidik tetapi juga seberapa luas kewenangan tersebut dilaksanakan, guna menghindari munculnya tarik menarik kewenangan yang potensial menyebabkan terlanggarnya rasa keadilan masyarakat. Bahwa tindak pidana korupsi sebagai tindak pidana yang extraordinary menghendaki bahwa pemberantasan terhdap Tindak Pidana Korupsi harus dikerjakan dengan extraordinary pula. Arti penting Koordinasi antara aparat penegak hukum dan KPK dalam melakukan pemberantasan Tindak Pidana Korupsi merupakan suatu kebutuhan dasar yang menjadi sangat penting dalam melakukan upaya peningkatan efektifitas dan efisiensi pemberantasan tindak pidana korupsi di Indonesia. Penjelasan umum UU 30 tahun 2002 menyatakan bahwa KPK dapat menyusun jaringan kerja yang kuat dan memperlakukan insitusi yang telah ada sebagai counterpartner yang kondusif sehingga pemberantasan korupsi dapat dilaksanakan secara efisien dan efektif; tidak memonopoli tugas dan wewenang penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan; berfungsi sebagai pemicu dan pemberdayaan institusi yang telah ada dalam pemberantasan korupsi (trigger mechanism); berfungsi untuk melakukan supervisi dan memantau institusi yang telah ada dan dalam keadaan tertentu dapat mengambil alih tugas dan wewenang penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan (superbody) yang sedang dilaksanakan oleh kepolisian dan/atau kejaksaan. Bahwa sejalan dengan hal tersebut, tugas dan kewenangan koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi diatur dalam pasal 6 Huruf a UU No.30/2002. Lebih lanjut, dalam pasal 7 UU No.30/2002 menyatakan bahwa dalam melakukan koordinasi dengan instansi lain, KPK berwenang mengkoordinasikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi; menetapkan sistem pelaporan dalam kegiatan pemberantasan tipikor; meminta informasi tentang kegiatan pemberantasan tipikor kepada instansi terkait; melaksanakan dengar pendapat atau pertemuan dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tipikor; meminta laporan instansi terkait mengenai pencegahan tipikor. 2. Kapolri menjelaskan beberapa hal, diantaranya sebagai berikut : bahwa koordinasi pencegahan dan pemberantasan korupsi pada hakekatnya merupakan upaya memadukan (mengintegrasikan), menyerasikan dan menyelaraskan berbagai kepentingan dan kegiatan yang saling berkaitan beserta segenap langkah dalam rangka pencapaian tujuan pencegahan dan penanggulangan korupsi. terkait langkah internal Polri dalam melakukan penyidikan terhadap dugaan tindak pidana korupsi, diantaranya pendidikan dan pelatihan di pusat pendidikan, pelatihan fungsi reserse, pelatihan dalam bentuk workshop atau seminar, dan menyelenggarakan rapat kerja teknis tentang penyidikan tindak pidana korupsi. terkait langkah eksternal Polri dalam meningkatkan efektifitas penegakan hukum tindak pidana korupsi, diantaranya dengan melakukan koordinasi dan sinergi Polri dengan Kejaksaan, koordinasi dan sinergi Polri dengan KPK. terkait bantuan Polri kepada KPK dalam rangka penyidikan, diantaranya penugasan personel Polri di KPK, perlindungan saksi pelapor, bantuan ahli, pemanggilan saksi, bantuan penangkapan, pencarian tersangka yang melarikan diri, bantuan fasilitas ruangan pemeriksaan, bantuan fasilitas ruang tahanan, bantuan penggeledahan dan penyitaan. /home/jmnet/public_html/static/files5/zips/14700_k3_laporan_rapat_kerja_komisi_iii_dengan_kepolisian_ri__jaksa_agung_ri_dan_kpk.doc 2 terkait bentuk-bentuk kerjasama dan koordinasi Polri, Kejaksaan Agung dan KPK, yaitu dengan melakukan koordinasi, supervisi, pertukaran informasi, bantuan dalam rangka penyelidikan, bantuan dalam penuntutan, bantuan dalam pencarian tersangka, bantuan dalam rangka pelaksanaan putusan pengadilan, pengembalian kerugian keuangan negara, kerjasama dalam memberikan perlindungan bagi pelapor dan saksi pelaku yang bekerjasama, bantuan personel dan pendidikan dan pelatihan bersama. Kapolri memandang perlu untuk melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan koordinasi dan sinergi aparat penegak hukum yang terbingkai dalam Inpres maupun Mahkumjakpol. 3. Jaksa Agung menjelaskan beberapa hal, diantaranya sebagai berikut : terkait kerjasama Kejaksaan dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diantaranya berupa bantuan personil dan kerjasama operasional yang diantaranya bantuan fasilitas, laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN), gratifikasi, perlindungan saksi dan/ atau pelapor sebagaimana diatur dalam Pasal 15 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, pertukaran informasi, koordinasi, dan supervisi. terkait kerjasama dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), diantaranya sebagai berikut : 1. Tukar menukar informasi. 2. Bantuan oleh Kejaksaan kepada PPATK dalam melakukan analisis yuridis terhadap laporan yang diterima PPATK dari penyedia jasa keuangan dan lembaga terkait lainnya. 3. Bantuan oleh PPATK kepada Kejaksaan dalam melakukan penuntutan atas dugaan tindak pidana pencucian uang. 4. Penugasan Pegawai Kejaksaan pada PPATK. 5. Penunjukan pejabat penghubung. 6. Sosialisasi undang-undang dan peraturan perundang-undangan terkait. terkait kerjasama dengan Kepolisian, meliputi : 1. Koordinasi dalam tahap penyelidikan. 2. Koordinasi Tahap Penyidikan. 3. Penyerahan dan Pengembalian Berkas Perkara. terkait kerjasama Kejaksaan dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), sebagai berikut : 1. Penyerahan hasil pemeriksaan. 2. Tindak lanjut. 3. Kegiatan koordinasi Kejaksaan Agung dengan BPK. 4. Pendidikan dan pelatihan. 5. Laporan Evaluasi. 4. KPK menjelaskan bahwa koordinasi dalam rangka pelaksanaan tugas pemberantasan tindak pidana korupsi antar penegak hukum sudah berjalan dengan baik. KPK telah melakukan MoU dengan Kepolisian dan Kejaksaan Agung tentang optimalisasi pemberantasan tindak pidana korupsi. Sehingga permasalahan kooordinasi selama ini telah berjalan dengan baik dan tidak ada permasalahan sedikitpun termasuk rencana penarikan 20 (dua puluh) anggota Polri yang ditugaskan di KPK. 5. KPK, Kepolisian dan Kejaksaan telah melakukan MoU yang pada intinya berisikan hal-hal, sebagai berikut : Dalam hal PARA PIHAK melakukan penyelidikan pada sasaran yang sama, untuk menghindari duplikasi penyelidikan maka penentuan instansi yang mempunyai kewajiban untuk menindaklanjuti penyelidikan adalah instansi yang lebih dahulu mengeluarkan surat perintah penyeledikan atau atas kesepakatan PARA PIHAK. Penyelidikan yang dilakukan pihak kejaksaan dan pihak POLRI diberitahukan kepada pihak KPK, dan perkembangannya diberitahukan kepada pihak KPK paling lama 3 (tiga) bulan sekali. /home/jmnet/public_html/static/files5/zips/14700_k3_laporan_rapat_kerja_komisi_iii_dengan_kepolisian_ri__jaksa_agung_ri_dan_kpk.doc 3 Pihak KPK menerima rekapitulasi penyampain bulanan atas kegiatan penyelidikan yang dilaksanakan oleh pihak Kejaksaan dan pihak Polri. Penyelidikan dan penyidikan tindak pidan korupsi oleh salah satu pihak dapat dialihkan ke pihak lain sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan, dengan terlebih dahulu dilakukan gelar perkara yang dihadiri oleh PARA PIHAK, yang pelaksanaannya dituangkan dalam Berita Acara. 6. Beberapa hal lainnya yang menjadi pokok-pokok pembahasan, diantaranya sebagai berikut: Kapolri mengatakan, capaian pelaksanaan pencegahan dan pemberantasan korupsi saat ini masih belum maksimal. Masih bersifat sektoral, kurang kordinatif dan sinergi baik di lingkungan lembaga-lembaga legislatif, yudikatif maupun eksekutif di pusat maupun daerah. Jaksa Agung menyampaikan bahwa dalam prakteknya potensi munculnya rivalitas dalam pemberantasan korupsi selalu ada di setiap lembaga hukum. Untuk mengantisipasinya maka diperlukan kerjasama dari berbagai komponen baik pemerintah maupun masyarakat. Lebih-lebih lagi antara lembaga penegak hukum mutlak diperlukan kerjasama untuk efektifnya penegak hukum. Meminta pola koordinasi yang lebih mendasar dari Kepolisian dan KPK, karena terkesan seolah-olah Kepolisian hanya memberikan bantuan penyidik kepada KPK. Dalam rapat kerja gabungan yang terkait dengan “Pola Koodinasi dan Sinergi Dalam Pemberantasan Korupsi” ketiga lembaga penegak hukum tersebut menyampaikan paparannya mengenai langkah-langkah yang dilakukan khususnya dalam pemberantasan korupsi. Namun dari jawaban yang disampaikan, koordinasi dan supervisi yang dilakukan telah berjalan dengan baik. Dalam rapat kerja ini dibahas hal-hal yang fundamental dan dampaknya sangat luas. Jika mendengar penjelasan dari Polri, Kejaksan Agung dan KPK terkesan tidak ada masalah. Tetapi berita yang berkembang sangat ramai soal penarikan penyidik Polri dari KPK yang dapat diartikan berarti ada masalah. Rapat kerja dengan mengundang Jaksa Agung, Kapolri dan Pimpinan KPK dengan niat baik, memfasilitasi pertemuan sehingga ketiga lembaga penegak hukum tersebut bisa makin kompak dalam memerangi tindak pidana korupsi. Meminta penjelasan lebih lanjut tentang sejauhmana koordinasi antara KPK, Kejaksaan dan Kepolisian. Meminta penjelasan terkait standing position Polri dan bagaimana cara pandang Polri terkait penyelesaian kasus simulator SIM. Terkait dengan adanya penarikan penyidik Polri yang ditugaskan di KPK, hal tersebut merupakan hal yang wajar mutasi di suatu institusi. meminta masalah penarikan 20 orang penyidik Polri dari KPK segera diselesaikan. Ketiga lembaga penegak hukum Polri, Kejaksaan Agung dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) supaya meninggalkan ego sektoral, harus bersatu padu memberantas korupsi. Meminta penjelasan KPK lebih lanjut tentang koordinasi yang seolah-olah tidak ada permasalahan namun diberbagai pemberitaan media cetak maupun elektronik permasalahan tersebut sangat jelas terlihat. Pada tanggal 6 Desember 2005, dibuat perjanjian antara Kejaksaan Agung, KPK dan Kepolisian. dan Kejaksaan memberikan bantuan personil, fasilitas untuk kerjasama operasional. Meminta penjelasan Kejaksaan Agung terkait dengan penanganan kasus BNI yang ditangani oleh Kejaksaan Agung. Meminta pandangan Kejaksaan Agung terkait dengan kasus simulator SIM. Siapakah yang berwenang tangani, KPK atau Polri. Meminta penjelasan KPK tentang hasil dari audit kinerja KPK sebagaimana yang telah disampaikan sebelumnya dalam rapat dengar pendapat Komisi III dengan KPK. /home/jmnet/public_html/static/files5/zips/14700_k3_laporan_rapat_kerja_komisi_iii_dengan_kepolisian_ri__jaksa_agung_ri_dan_kpk.doc 4
no reviews yet
Please Login to review.