161x Filetype PDF File size 0.51 MB Source: dewey.petra.ac.id
2. IDENTIFIKASI DAN ANALISA DATA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Tinjauan Perancangan Menurut Dr. Agus Sachari (3), desain adalah sebuah kosakata baru yang berupa peng-Indonesiaan dari kata design (bahasa Inggris), istilah ini digunakan untuk melengkapi kata “rancang/rancangan/merancang” yang dinilai kurang mengekspresikan keilmuan, keluasan dan kewibawaan profesi. Sejalan dengan itu, kalangan insinyur menggunakan istilah rancang bangun, sebagai pengganti istilah desain. Namun di kalangan keilmuan seni rupa istilah “desain” tetap dipergunakan. Dr. Agus Sachari (3) menyebutkan bahwa akar-akar istilah desain pada hakikatnya telah ada sejak zaman purba dengan pengertian yang amat beragam. Istilah “Arch, “Techne”, “Kunst”, “Kagunan”, “Kabinangkitan”, “Anggitan”, dan sebagainya merupakan bukti-bukti bahwa terdapat istilah-istilah yang berkaitan dengan kegiatan desain, hanya penggunaannya belum menyeluruh dan dinilai belum bermuatan aspek-aspek modernitas seperti yang dikenal sekarang. Di awal perkembangannya, istilah “desain” desain tersebut masih berbaur dengan “seni” dan “kriya”. Namun ketika seni modern mulai memantapkan diri dalam wacana ekspresi murni, justru “desain” memantapkan diri pada aspek fungsi dan industri. Di Indonesia, hingga tahun 1970, masih terdapat “kebauran” antara istilah “desain”, “seni terapan” dan “kerajinan”. Secara etimologis kata “desain“ diduga berasal dari kata designo (bahasa Italia) yang artinya gambar. Kata ini diberi makna baru dalam bahasa Inggris di abad ke-17, yang dipergunakan untuk membentuk School of Design tahun 1836. Makna baru tersebut dalam praktik kerap semakna dengan kata craft (keterampilan adiluhung), kemudian atas jasa Ruskin dan Morris, dua tokoh gerakan antiindustri di Inggris pada abad ke-19, kata “desain” diberi bobot sebagai seni berketerampilan tinggi (art and craft). 7 Universitas Kristen Petra Desain pada hakikatnya merupakan upaya manusia memberdayakan diri melalui benda ciptaannya untuk menjalani kehidupan yang lebih aman dan sejahtera. 2.1.1.1. Prinsip Dasar Desain Prinsip dasar desain adalah sebuah pengorganisasian unsur-unsur dasar desain. Frank Jefkins (245) mengelompokkan prinsip-prinsip desain menjadi kesatuan, keberagaman, keseimbangan, ritme, keserasian, proporsi, skala, dan penekanan. - Kesatuan (unity) Kesatuan merupakan sebuah upaya untuk menggabungkan unsur-unsur desain menjadi suatu bentuk yang proporsional dan menyatu satu sama lain ke dalam sebuah media. Kesatuan desain merupakan hal yang penting dalam sebuah desain, tanpa ada kesatuan unsur-unsur desain akan terpecah berdiri sendiri- sendiri tidak memiliki keseimbangan dan keharmonisan yang utuh. - Keberagaman (variety) Keberagaman dalam desain bertujuan untuk menghindari suatu desain yang monoton. Untuk itu diperlukan sebuah perubahan dan pengkontrasan yang sesuai. Adanya perbedaan besar kecil, tebal tipis pada huruf, pemanfaatan pada gambar, perbedaan warna yang serasi, dan keragaman unsur-unsur lain yang serasi akan menimbulkan variasi yang harmonis. - Keseimbangan (balance) Keseimbangan adalah bagaimana cara mengatur unsur-unsur yang ada menjadi sebuah komposisi yang tidak berat sebelah. Keseimbangan dapat tercapai dari dua bagian, yaitu secara simetris yang terkesan resmi/formal yang tercipta dari sebuah paduan bentuk dan ukuran tata letak yang sama, sedangkan keseimbangan asimetris memberi kesan informal, tapi dapat terlihat lebih dinamis yang terbentuk dari paduan garis, bentuk, ukuran, maupun tata letak yang tidak sama namun tetap seimbang. - Ritme/irama (rhythm) Aliran secara keseluruhan terhadap desain selalu menyiratkan irama yang nyaman. Suatu gerak yang dijadikan sebagai dasar suatu irama dan ciri 8 Universitas Kristen Petra khasnya terletak pada pengulangan-pengulangan yang dilakukan secara teratur yang diberi tekanan atau aksen. Ritme membuat adanya kesan gerak yang menyiratkan mata pada tampilan yang nyaman dan berirama. - Keserasian (harmony) Suptandar (19) mengartikan keserasian sebagai usaha dari berbagai macam bentuk, bangun, warna, tekstur, dan elemen lain yang disusun secara seimbang dalam suatu komposisi utuh agar nikmat untuk dipandang. Keserasian adalah keteraturan di antara bagian-bagian suatu karya. - Proporsi (proportion) Proporsi merupakan perbandingan antara suatu bilangan dari suatu objek atau komposisi (Kusmiati 19). Bisa dikatakan bahwa proporsi merupakan kesesuaian ukuran dan bentuk hingga tercipta keselarasan dalam sebuah bidang. Terdapat tiga hal yang berkaitan dengan masalah proporsi, yaitu penempatan susunan yang menarik, penentuan ukuran dan bentuk yang tepat, dan penentuan ukuran sehingga dapat diukur atau disusun sebaik mungkin. - Skala (scale) Skala adalah ukuran relatif dari suatu objek, jika dibandingkan terhadap objek atau elemen lain yang telah diketahui ukurannya (Kusmiati 14). Skala berhubungan dengan jarak pandang atau penglihatan dengan unsur-unsur yang telah dimunculkan (faktor keterbacaan). Skala juga sangat berguna bagi terciptanya kesesuaian bentuk atau objek dalam suatu desain. - Penekanan (emphasis) Frank Jeffkin (246) menyebutkan bahwa, “Dalam penekanan, all emphasis is no emphasis, bila semua ditonjolkan, maka yang terjadi adalah tidak ada hal yang ditonjolkan. Adanya penekanan dalam desain merupakan hal yang penting untuk menghindari kesan monoton. Penekanan dapat dilakukan pada jenis huruf, ruang kosong, warna, maupun yang lainnya akan menjadikan desain menjadi menarik bila dilakukan dalam proporsi yang cukup dan tidak berlebihan.” 9 Universitas Kristen Petra 2.1.2. Tinjauan Fotografi 2.1.2.1. Fotografi Istilah fotografi berasal dari dua kata “foto” dan “grafi” yang dalam bahasa Yunani foto berarti cahaya dan grafi berarti menulis atau melukis, sehingga fotografi dapat diartikan sebagai melukis dengan cahaya. Dalam fotografi, kehadiran cahaya adalah mutlak perlu, karena mulai dari pemotretan hingga pencetakan film menjadi foto kedua-duanya membutuhkan cahaya (Lutfan par. 1). Dalam buku The History of Photography karya Alma Davenport, terbitan University of New Mexico Press tahun 1991, disebutkan bahwa pada abad ke-5 sebelum Masehi, seorang pria bernama Mo Ti sudah mengamati sebuah gejala. Apabila pada dinding ruangan yang gelap terdapat lubang, maka di bagian dalam ruang itu akan terefleksikan pemandangan di luar ruang secara terbalik lewat lubang tadi. Kemudian pada tahun 1000 Al Hazen, seorang pelajar berkebangsaan Arab, menulis bahwa citra dapat dibentuk dari cahaya yang melewati sebuah lubang kecil. Fotografi terus berkembang (Rambey par. 2). Tahun 1839 adalah tahun awal fotografi. William Henry Fox Talbot, seorang ilmuwan Inggris, memaparkan hasil penemuannya (tepatnya tahun 1834) berupa proses fotografi modern kepada Institut Kerajaan Inggris. Ia menemukan sistem negatif-positif (bahan dasar: perak nitrat, di atas kertas). Walau telah menggunakan kamera, sistem itu masih sederhana seperti apa yang sekarang kita istilahkan contactprint (print yang dibuat tanpa pembesaran/pengecilan) dan dapat diperbanyak. Fotografi kemudian berkembang dengan sangat cepat. Tidak semata heliografi lagi karena cahaya apa pun kemudian bisa dipakai, tidak semata cahaya matahari. Penemuan cahaya buatan dalam bentuk lampu kilat pun telah menjadi sebuah aliran tersendiri dalam fotografi. Cahaya yang dinamai sinar-X kemudian membuat fotografi menjadi berguna dalam bidang kedokteran. Pada tahun 1901, seorang peneliti bernama Conrad Rontgen menemukan pemanfaatan sinar-X untuk pemotretan tembus pandang. Temuannya ini lalu mendapat Hadiah Nobel dan peralatan yang dipakai kemudian dinamai peralatan rontgen. Cahaya buatan manusia dalam bentuk lampu sorot dan juga lampu kilat (blitz) kemudian juga menggiring fotografi ke beberapa ranah lain. Pada tahun 10 Universitas Kristen Petra
no reviews yet
Please Login to review.