Authentication
297x Tipe PDF Ukuran file 0.41 MB Source: simdos.unud.ac.id
ANALGESIK NON OPIAT KERJA SENTRAL Oleh : Ida Ayu Cindy Agririsky dr. Putu Agus Surya Panji, Sp.An. KIC DALAM RANGKA MENJALANI KEPANITERAAN KLINIK MADYA BAGIAN/SMF ANESTESI DAN TERAPI INTENSIF RSUP SANGLAH DENPASAR/ FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA 2017 DAFTAR ISI Halaman SAMPUL ...................................................................................................................... i KATA PENGANTAR ................................................................................................. ii DAFTAR ISI ............................................................................................................... iii Analgesik Non Opiat Kerja Sentral ............................................................................. 1 1. Agonis α2-Adrenergik ......................................................................................... 2 a. Clonidine ......................................................................................................... 3 b. Dexmedetomidin............................................................................................. 5 2. Neostigmine ......................................................................................................... 6 3. Ketamin .............................................................................................................. 8 4. Midazolam ......................................................................................................... 12 5. Tramadol ........................................................................................................... 15 6. Droperidol ......................................................................................................... 16 7. Adenosin ........................................................................................................... 16 8. Conopeptide ....................................................................................................... 17 a. Ziconotide ..................................................................................................... 17 b. Conopeptide Investigasi Lain ....................................................................... 18 9. Octreotide .......................................................................................................... 18 10. Baclofen ........................................................................................................... 19 11. Kalsitonin ........................................................................................................ 20 12. Cyclooxygenase Inhibitor ................................................................................ 20 a. Ketorolac ....................................................................................................... 20 13. Gabapentin ....................................................................................................... 21 14. Magnesium Sulfat ............................................................................................ 22 KESIMPULAN ..................................................................................................... 23 REFERENSI .......................................................................................................... 24 ANALGESIK NON OPIAT KERJA SENTRAL Analgesik opiat merupakan jenis obat-obatan yang digunakan untuk mengobati nyeri akut dan kronis. Efek samping dari opiat seringkali membatasi rentang dinamis obat tersebut. Ketergantungan serta penyalahgunaan obat menyebabkan pentingnya untuk mempertimbangkan di populasi mana seharusnya sebuah obat digunakan dan untuk indikasi kritis yang mana. Terdapat beberapa adjuvan dari analgesik non opiat yang bekerja secara sentral, dimana efikasinya telah terbukti secara medis. Menambahkan obat-obatan jenis non narkotik sebagai bagian dari multimodalitas analgesia dinilai sangat menarik. Agen-agen tersebut dapat mengurangi nyeri yang mekanisme kerjanya tidak terkait dengan reseptor opiat, dimana obat-obatan tersebut tidak mengakibatkan depresi napas, ketergatungan fisik, ataupun penyalahgunaan, serta tidak diregulasi di bawah Undang-Undang Zat Terkendali. Dalam upaya untuk mengurangi efek samping obat-obatan analgesik opiat, dokter ahli bius dan ahli bedah beralih pada penggunaan/tehnik analgesik non opiat sebagai terapi adjuvan dalam managemen nyeri selama periode perioperatif. Administrasi obat-obatan neuroaksial merupakan sebuah kelompok tehnik yang menghantarkan obat-obatan dalam tingkat ketepatan yang tinggi ke dalam medulla spinalis, yang secara intratekal menuju cairan serebrospinal (CSF) atatupun secara epidural menuju jaringan lemak disekitar dura, dengan cara injeksi ataupun infus. Administrasi dari agen-agen yang bekerja sentral ini dapat mempercepat prosesnya dalam melewati sawar darah otak, dimana hal ini nantinya akan menghasilkan konsentrasi CSF yang jauh lebih tinggi meskipun dalam jumlah penggunaan yang lebih minimal dalam usaha pencapaian efek equipotent. Selain itu, penggunaan adjuvan non opiat neuraksial untuk anastesi lokal dapat meningkatkan kualitas dari efek analgesik itu sendiri. Adjuvan non opiat neuraksial memiliki beberapa mekanisme berbeda yang akan dipaparkan lebih lanjut dalam paragraf berikutnya. Keuntungan potensial dari agen-agen ini yakni adanya pengurangan dosis individu, pengurangan dari kebutuhan opiat, dan berpotensi mengurangi efek-efek samping yang terkait dengan penggunaan opiat. Namun, berkurangnya ekef samping berat terkait opiat jarang dilaporkan karena efek samping opiat yang paling berat seperti depresi pernafasan jarang terjadi. Terapi adjuvan memiliki eek sampingnya tersendiri dimana tidak menambah efek samping dari opiat. Pemberian obat neuraksial memberi efek samping risiko cedera struktur sistem saraf pusat, tidak hanya akibat jarum dan kateter yang digunakan namun juga efek neurotoksik dari senyawa yang dimasukkan. Oleh karena itu, potensi neurotoksisitas dari obat yang digunakan dalam kondisi ini memerlukan studi yang teliti. Secara prinsip, obat apapun yang diadministrasikan intratekal kepada manusia memerlukan tes secara histologist, fisiologis, dan perilaku pada spesies hewan sebelum dilakukan pada percobaan klinis. Sebagian besar obat belum diteliti sedemikian rupa terkait kontribusinya secara neuraksial. Terdapat banyak preparat obat yang mengandung antioksidan, pengawet, dan eksipien, yang mungkin saja dapat berkontribusi dalam neurotoksisitas. Penting untuk diketahui bahwa U.S Food and Drug Administration (FDA) belum menerima administrasi secara neuroaksial (epidural ataupun subaraknoid) dari obat-obatan yang tertera pada subbab buku ini untuk digunakan di klinis secara rutin. Meskipun demikian, sebagian besar dari obat- obatan ini telah melewati studi ekstensif termasuk terkait toksisitas obat-obatan tersebut. 1. Agonis α2-Adrenergik Administrasi secara epidural atau intratekal dari agonis α2-adrenergik memberikan efek analgesik dengan cara mengaktifkan reseptor α2-adrenergik (reseptor G protein-coupled inhibitor) pada neuron preganglionik simpatetik yang memediasi reduksi pengeluaran norepinefrin (melalui mekanisme umpan balik negatif). Jalur dari noradrenergik desenden yang berasal dari inti A dan A yang 5 7 terletak di pons dan otak tengah tampaknya berpengaruh dalam inhibisi mayor pada
no reviews yet
Please Login to review.