Authentication
266x Tipe PDF Ukuran file 0.19 MB Source: hpt.faperta.ugm.ac.id
PENGELOLAAN DAN PENGENDALIAN HAMA PASCA PANEN Prinsip dan Strategi PHT serta Sanitary & Fitosanitary a. Masalah dalam pengelolaan hama pasca panen Tujuan utama pengelolaan hama pasca panen adalah untuk mempertahankan atau menjaga kualitas dan kuantitas komoditi pasca panen. Banyak kendala yang dihadapi dalam penerapan teknologi yang efektif untuk pengurangan kehilangan komoditi pasca panen. Kendala tersebut antara lain diidentifikasi oleh Schulten (1982) sebagai berikut. 1. Kurangnya koordinasi di antara berbagai instansi nasional yang terkait dalam usaha pencegahan kehilangan pasca panen. 2. Kurangnya tenaga terlatih untuk penelitian, pengelolaan gudang, pengendalian kualitas dan penyuluhan. 3. Kurangnya informasi tentang teknologi pengelolaan hama pasca panen yang telah terbukti efektif dimana-mana. 4. Kurangnya informasi yang akurat tentang besarnya kehilangan komoditi pasca panen di tingkat operasional yang berbeda dalam sistem pasca panen. 5. Kurangnya metode penentuan kehilangan komoditi pasca panen yang sesuai. 6. Kurangnya kapasitas penyimpanan. 7. Kurangnya sistem transportasi dan distribusi yang efektif. 8. Kurangnya metode penilaian standar yang dapat digunakan untuk penentuan kualitas di lapangan. 9. Adanya perbedaan harga di antara tingkat kualitas komoditi yang mendorong petani untuk menghasilkan komoditi yang berkualitas baik. Empat masalah pokok yang berhubungan dengan hama pasca panen dan pengendaliannya telah di kategorikan oleh Haines (1982) dan Morallo-Rejesus (1982) yang ditujukan untuk pengembangan pengelolaan hama terpadu. b. Informasi dan pengertian masalah hama di gudang sangat terbatas Kurang kenal terhadap jenis-jenis hama menyebabkan pencatatan hama tersebut selama observasi di lapangan tidak akurat. Kurangnya pengetahuan tentang karakteristik biologis dan ekologis hama serta faktor-faktor penyebab kerusakan komoditi di gudang menyebabkan kesulitan dalam menentukan teknik pengendalian yang tepat. Langkanya informasi akurat tentang estimasi kehilangan suatu komoditi pasca panen akibat serangan hama di berbagai gudang yang berbeda menyebabkan keterlambatan tindakan pengendalian. Kerusakan biji atau bentuk komoditi lain selama pengolahan misalnya luka, memudahkan hama primer dan sekunder serta mikroorganisme menyerang. c. Fasilitas gudang kurang memadai Di daerah tropika sekitar 80 -90% biji-bijian disimpan di gudang di daerah pedesaan dan hanya sekitar 10 – 20% disimpan di gudang perkotaan. Di Indonesia gudang petani sekitar 60% dan di Filipina sekitar 40 – 60% (Ebron dkk., 1979). Bentuk gudang tradisional sangat bervariasi, ada yang menyatu dengan tempat tinggal di dalam rumah atau di luar rumah dan terbuka sehingga hama mudah menginfestasi. Lain halnya dengan gudang permanen yang terbuat dari beton, baja, seng dan dilengkapi dengan pengaturan ventilasi dan dijaga kebersihannya maka infestasi hama relatif kurang. d. Informasi tentang metode pengendalian yang efektif masih kurang 1 Suatu hal penting yang harus diketahui ialah bahwa tidak ada metode pengendalian tunggal yang bersifat ‘panacea’ yakni semacam obat penyembuh segala macam penyakit atau mampu mengatasi segala masalah hama. Berbagai teknik pengendalian yang tersedia harus dipadukan penggunaannya secara kompatibel. Pengendalian hama merupakan bagian integral dari proses penyimpanan suatu komoditi dan penyimpanan sendiri merupakan bagian dari sistem penanganan hasil panen. Proses yang terjadi pada komoditi sebelum masuk ke penyimpanan mempunyai efek tertentu terhadap penurunan kualitas dan kuantitas komoditi pasca panen tersebut. Penggunaan insektisida, rodentisida, dan otanic , masih tetap sebagai metode pengendalian hama yang utama khususnya untuk biji-bijian di ASEAN, terutama di tingkat gudang nasional. Masalah yang timbul sehubungan dengan penggunaan pestisida kimiawi tersebut adalah timbulnya resistensi dan resurgensi hama, residu pestisida dalam komoditi, gangguan kesehatan pekerja serta pencemaran lingkungan. Selain itu pengendalian hama yang efektif kurang didukung oleh peralatan yang memadai, petunjuk praktis yang standard tentang aplikasi pestisida, personalia yang trampil dan biaya yang cukup. Informasi aplikasi praktis feromon dan agens pengendalian hayati (predator, parasitoid dan pathogen) masih kurang. Demikian juga informasi tentang penggunaan debu inert, minyak sayur dan pestisida otanic seperti ekstrak ‘neem’, lada hitam masih kurang yang mana penggunaan bahan-bahan tersebut relevan dengan skala kecil di pedesaan. e. Pengelolaan gudang kurang memadai Petani dan pengelola gudang sering tertipu atau terpedaya oleh kesan bahwa fasilitas gudang yang memadai dan pengeringan yang baik dipandang sudah cukup untuk mencegah infestasi hama. Suatu hal yang paling penting adalah sanitasi yang baik. Cara menyimpan harus baik, komoditi yang dikemas dengan karung supaya disusun dengan teratur di atas ‘flonder’ (kayu ganjal), tidak langsung di atas lantai. Stok lama tidak dicampur dengan stok baru agar tidak terjadi infestasi silang dari stok lama ke stok baru. Penggunaan karung bekas, karung tersebut harus difumigasi agar tidak menjadi sumber infestasi hama. Demikian juga alat transportasi seperti truk, perahu dan alat lainnya harus dibersihkan dulu bila perlu difumigasi agar komoditi yang sudah bebas hama selama perjalanan tidak terserang oleh hama yang bersumber dari alat transportasi tersebut. Tak ketinggalan alat-alat yang digunakan dalam gudang harus dibersihkan dari hama. Mutasi komoditi mengikuti cara “fifo”; yakni first in first out. 2. Konsep Pengelolaan Hama Konsep pengelolaan hama pasca panen adalah pengelolaan hama terpadu (PHT). PHT merupakan usaha optimasi pengelolaan ekosistem pertanian untuk mencapai sasaran dengan memanfaatkan dan memperhatikan asas ekologi dan ekonomi. Dalam menentukan sasaran dan cara mencapai sasaran dengan pendekatan komprehensif atau holistik dan mendasar. Sasaran PHT antara lain menekan serangan hama untuk mencapai keuntungan ekonomi yang tinggi dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan (Untung, 1996). Ekosistem pertanian di lahan produksi berbeda dengan ekosistem dimana komoditi pasca panen berada, maka prinsip dasar dan strategi penerapan PHT perlu disesuaikan. Sasaran PHT pada hama pasca penen dicapai dengan perpaduan semua teknik pengolahan dan penjagaan kualitas komoditi yang baik termasuk pengendalian hama. Prinsip dasar, komponen dan strategi PHT hama pasca panen antara lain sebagai berikut. 2 3. Prinsip dan Strategi PHT a. Prinsip dasar PHT Lima prinsip dasar PHT pada hama pasca antara lain: 1. penanganan dan pengolahan komoditi yang berkualitas baik, 2. pengelolaan gudang, 3. manipulasi lingkungan fisik, 4. pemantauan hama dan 5. pengelola atau petani sebagai ahli PHT. b. Komponen PHT Komponen atau teknologi PHT pada hama pasca panen meliputi 1. karantina 5. pengendalian mekanik 2. sanitasi 6. pengendalian fisik 3. perbaikan kualitas 7. pengendalian hermetik komoditi 8. pengasapan 4. pengendalian hayati 9. pengendalian kimiawi c. Strategi PHT pada hama pasca panen meliputi : Strategi PHT pada hama pasca panen meliputi : 1. prioritas pengendalian alami yang diperkuat dengan teknik pencegahan non-kimiawi, 2. perpaduan teknik penanganan, pengolahan dan penyimpanan komoditi dengan teknik pengendalian hama, 3. optimasi penggunaan input pengendalian, 4. teknologi penerapan PHT bersifat dinamis dan bervariasi sesuai dengan dinamika sosial, dinamika ekosistem baik temporal maupun spatial serta sosial ekonomi masyarakat. 5. kelancaran dan efisiensi informasi dalam sistem PHT dan 6. evaluasi. 4. Sanitary & Fitosanitary dalam perdagangan Pada tanggal 1 January 1995 didirikan organisasi perdagangan dunia (World Trade Organization, WTO) kemudian disepakati tentang pelaksanaan tindakan bersih dan fitosanitasi (Sanitary and Phytosanitary, SPS). Kesepakatan tersebut menekankan pada aplikasi regulasi keamananan pangan dan kesehatan tumbuhan serta hewan. Apa itu tindakan SPS? Tindakan SPS didefinisikan sebagai segala tindakan yang dilakukan untuk (http://www.wto.org/english/tratop_e/sps_e/spsund_e.htm): a. Melindungi manusia atau binatang hidup dari risiko yang timbul dari aditif, kontaminan, racun, atau organisme penyebab penyakit, dalam makanan mereka. b. Melindungi orang dari penyakit terbawa tumbuhan atau hewan c. Melindungi hewan atau tumbuhan hidup dari hama, penyakit, atau organisme penyebab penyakit. d. Mencegah atau membatasi kerusakan lain di suatu Negara dari masuknya, menetapnya, atau menyebarnya hama. Dalam perdagangan produk pasca panen di tingkat lokal, nasional, regional, dan internasional, terjadi perpindahan komoditas dari satu wilayah ke wilayah lain dan sebaliknya. Komoditas perdagangan ini merupakan sumber pakan atau media 3 tumbuh bagi hama dan patogen. Oleh karena terikut dalam mobilitas barang dagangan maka hama atau patogen secara tidak disadari terbawa kemana-mana dan jika mampu beradaptasi di daerah baru hama dan patogen akan berkembang biak. Oleh karena itu dalam karantina ada istilah Organisme Penganggu Karantina (OPTK), yang belum ada di dalam negeri disebut OPTK 1, sedangkan OPTK 1 yang sudah menetap dalam kurun waktu relatif lama disebut OPTK 2. Persoalan hama dan penyakit pasca panen menjadi perhatian penting dalam perdagangan dan karantina di setiap Negara. Oleh karena itu memahami, mengenal, dan menguasai ilmu hama dan penyakit pasca panen berikut pengelolaannya sangatlah urgen. Produk yang akan dijual dan akan diberli harus bebas dari segala cemaran antara lain cemaran biologis seperti hama dan patogen. 4
no reviews yet
Please Login to review.