Authentication
251x Tipe PDF Ukuran file 0.08 MB Source: fpsi.mercubuana-yogya.ac.id
HUBUNGAN KECERDASAN RUHANIAH DENGAN KESIAPAN MENGHADAPI KEMATIAN PADA LANSIA Della Adelina Triana Noor Edwina Dewayani Soeharto Fakultas Psikologi Universitas Wangsa Manggala ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menguji secara empirik hubungan kecerdasan ruhaniah dengan kesiapan menghadapi kematian pada lansia. Hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah ada hubungan positif antara kecerdasan ruhaniah dengan kesiapan menghadapi kematian pada lansia. Semakin tinggi kecerdasan ruhaniah maka akan semakin tinggi tingkat kesiapan menghadapi kematian pada lansia. Sebaliknya semakin rendah kecerdasan ruhaniah maka akan semakin rendah tingkat kesiapan menghadapi kematian pada lansia. Penelitian ini dilakukan pada 60 orang lansia yang berusia 60 tahun keatas di Magelang. Data penelitian diungkap dengan Skala Kecerdasan Ruhaniah dan Skala Kesiapan Menghadapi Kematian pada lansia. Teknik analisis data yang digunakan adalah Korelasi Product Moment dari Karl Pearson. Berdasarkan analisis data diperoleh korelasi (rxy) sebesar 0,705 (p < 0,01) sehingga hipotesis yang diajukan dapat diterima. Berarti ada hubungan positif yang signifikan antara kecerdasan ruhaniah dengan kesiapan menghadapi kematian pada lansia. Sumbangan kecerdasan ruhaniah terhadap kesiapan menghadapi kematian pada lansia sebesar 49,7 %. Berdasarkan klasifikasi evaluatif skor kecerdasan ruhaniah, sebagian besar subjek memiliki kecerdasan ruhaniah yang relatif tinggi, begitu pula dengan klasifikasi evaluatif skor kesiapan menghadapi kematian pada lansia, sebagian besar subjek memiliki tingkat kesiapan menghadapi kematian yang relatif tinggi. Kata kunci : kecerdasan ruhaniah, kesiapan menghadapi kematian, lansia Pendahuluan mencapai jumlah tidak kurang dari 12-13 juta Semakin canggihnya teknologi dan jiwa. Badan Pusat Statistik (BPS) belum lama ilmu kesehatan serta makin baiknya pelayanan ini memperkirakan penduduk lansia di kesehatan telah berhasil mengurangi angka Indonesia akan mencapai 23.992.552 jiwa kematianm hal tersebut menyebabkan pada tahun 2010, hal tersebut menjadikan meningkatnya usia harapan hidup penduduk Indonesia sebagai negara berstruktur tua Indonesia. Menurut penelitian Biro Statistik karena jumlah lansianya lebih dari 7 % dari pada tahun 1995, usia harapan hidup keseluruhan populasi (KBI GEMARI, 2005). penduduk Indonesia adaah 60 tahun, kemudian Banyaknya populasi lansia menyebabkan pada tahun 2001 usia harapan hidup penduduk munculnya perhatian dari berbagai pihak menjadi 62,84 tahun, dan meningkat lahi untuk meningkatkan kesejahteraan para lansia, menjadi 68, 63 tahun (Kedaulatan Rakyat, termasuk pemerintah yang berinisiatif 2005). Peningkatan usia harapan hidup ini melakukan pemberdayaan lansia. menyebabkan meningkatnya populasi lansia di Usaha untuk kesejahteraan para lansia Indonesia. Pada tahun 1970 jumlah penduduk tidak sama dengan kesejahteraan anggota yang berusia 65 tahun hanya sekitar 3 juta masyarakat lainnya karena lansia memiliki jiwa, namun sekarang diproyeksikan telah kebutuhan yang berbeda, perbedaan kebutuhan 1 tersebut dapat dijelaskan dengan melihat penyakit rematik, tekanan darah tinggi, perkembangan yang dialami oelh manusia jantung koroner, diabetes mellitus, dalam rentang kehidupannya mulai dari osteoporosis, dan penyakit lain yang beresiko terjadinya pembuahan hingga terjadinya kematian (Kedaulatan Rakyat, 2005). kematian. Perubahan yang terjadi pada lansia Dalam rentang kehidupannya manusia membuat mereka tampak tak berdaya sehingga akan melewati beberapa tahap perkembangan, anggota masyarakat lainnya mengurangi mulai dari kelahiran, masa bayi, kanak-kanak, keterlibatan dan tanggung jawab lansia dalam remaja, dewasa, usia lanjut dan berakhir kegiatan di lingkungan sosial maupun dengan datangnya kematian. Masa kelahiran lingkungan kerjanya. Perlakuan tersebut adalah saat individu lahir, dua minggu setelah kadang membuat lansia tidak percaya diri, kelahirannya individu memasuki masa bayi. lansia berpikir bahwa dirinya sudah tidak Masa kanak-kanak dimulai pada usia dua berguna dan tidak diperlukan lagi. Hal itu tahun. Masa remaja dimulai pada usia 13 dapat menyebakan munculna beberapa tahun. Masa dewasa dibagi menjadi dewasa penyakit psikologis berupa stres dan depresi dini ( 21-30 tahun), dan dewasa akhir (40-60) (Kane, 1989). Tanpa adanya dukungan dari tahun. Masa usia lanjut dimulai saat seseorang keluara dan lingkungan untuk mencegah dan memasuki usia 60 tahun (Hurlock,2000). menanggulanginya, stres dan depresi dapat Hurlock juga mengemukakan bahwa usia mengganggu kemampuan lansia untuk lanjut dibagi menjadi usia lanjut dini (60-70 beraktivitas dalam kehidupannya sehari-hari, tahun) dan usia lanjut akhir (70 keatas). bahkan dapat menyebabkan kematian Seseorang yang berada pada masa usia lanjut padalansia yang kemampuan merespon sering disebut lanjut usia (lansia). stresnya telah menurun. Seperti yang Pertumbuhan dan perkembangan seseorang diprediksikan oleh WHO, stres dan depresi setelah kelahirannya akan terus meningkat akan menjadi 10 besar penyakit yang hingga masa remaja, kemudian mengalami menyebabkan kematian atau menurun stagnasi hingga akhir masa dewasa akhir, drastisnya kualitas kesehatan masyarakat kemudian dari dewasa akhir akan mengalami (Kompas, 2005). penurunan hingga masa usia lanjut (Hurlock, Kondisi-kondisi fisik lansia pada masa 2000). usia lanjut serta pandangan umum yang Tahap perkembangan pada masa usia membuat lansia tampak lemah, tidak berguna lanjut berkaitan dengan perubahan yang dan tidak diperlukan lagi menyebabkan diakibatkan oleh penurunan fungsi organ kegelisahan dan anggapan masa usia lanjut tubuh. Beberapa perubahan yang terjadi pada sebagai masa yang tidak menyenangkan, masa lansia antara lain penyusutan berat badan dan usia lanjut adalah masa kehilangan; peningkatan jumlah masa lemak pada bagian kehilangan peran sosial, kehilangan tubuh yang kurus, berkurangnya jumlah air penghasilan, kehilangan teman dan saudara dalam tubuh, munculnya keriput karena karena kematian atau karena mombilitas, berkurangnya kekencangan kulit, penurunan selain itu sejalan dengan menurunnya kondisi kemampuan sistem Cardiovascular fisik lansia mengalami kecemasan akan mengurangi kemampuan hati untuk merespon datangnya kematian (Kane, 1989). Seperti stress, tulang keropos, sensitivitas mata yang telah diketahui masa usia lanjut adalah terhadap warna berkurang karena proses akhir dalam tahap pertumbuhan perkembangan lensa mata, penurunan manusia yang berakhir dengan kematian, hal kemampuan pupil menyebabkan penglihatan ini kadang menyebabkan lansia takut dalam menjadi kabur, persepsi pendengaran terhadap menjalani masa usia lanjutnya (Siswati dan frekwensi tinggi berkurang, penurunan Haditono, 1999), sehingga lansia tidak tenang performansi intelektual, psikomotor menjadi dalam menjalani hari tua yang sebenarnya lambat (Kane,1989). Penurunan fungsi organ dapat diisi dengan kegiatan yang tubuh membuat lansia rentan terhadap menyenangkan atau melanjutkan hobi yang 2 dulu tidak dapat dilakukan karena padatnya Pada hakikatnya kematian adalah suatu pekerjaan, dengan melakukan kegiatan hal yang pasti datangnya (Shihab, 1997). menyenangkan yang masih mampu dilakukan Kematian adalah bagian dari proses kehidupan lansia akan mendapatkan kepuasan di masa sebagaimana proses kelahiran (Darmada, tuanya dan mencapai kebahagiaan di masa tua 2000). Dalam berbagai ajaran agama, atau yang lebih sering disebut dengan optimum kematian dianggap seagai pitu erbang menuju aging. dunia yang lebih kekal sifatnya (Shihab, Kematian secara umum dipandang 1997). Individu yang mengetahui dan yakin sebagai hal yang menakutkan karena dianggap bahwa kematian adalah nyata dan tidak ada sebagai lawan dari kehidupan dan tampak tempat untuk lari akan menerimanya sebagai sebagai kepunahan, kematian merupakan sesuatu yang nyata tanpa rasa takut atau ngeri pengasingan karena memisahkan individu dari (Najatim 1987). orang-orang yang disayanginya (Backer, Berdasarkan hal-hal di atas pandangan 1982). Pada umumnya individu tidak siap lansia tentang konsep hidup dan mati menghadapi kematian karenaa takut akan memgang peranan penting dalam kesiapan pembalasan dari dosa-dosa yang telah mereka lansia untuk menghadapi kematian dan buat (Schwarts dan Paterson, 1979), tidak kesiapan tersebut dapat mempengaruhi memiliki konsep makna hidup dan mati pencapaian optimum aging. Kesiapan (Shihab, 1997), tidak mengetahui apa yang menghadapi kematian berarti keadaan lansia akan dihadapinya setelah kematian atau yang telah siap untuk menghadapi kematian mungkin karena bayangan akan pedih dan (Erikson dalam Hall & Lindzey, 1978), sulitnya pengalaman setelah kematian (Shihab, menerima akan datangnya kematian (Papalia, 1997). 2002), dan telah atau sedang melakukan segala Menurut Erikson (dalam Hall dan sesuatu yang diperlukan untuk menghadapi Lindzey, 1978) individu yang berada pada kematian sehingga tidak mendatangkan masa dewasa akhir harus mengatasi krisis penyesalan apapun saat kematian itu datang terakhir dari delapan krisis yaitu integritas (Backer, 1982). versus keputusasaan. Integritas merupakan Pandangan lansia tentang konsep hidup keadaan individu yang telah berhasil dan mati memegang peranan penting dalam menyesuaikan diri dengan keberhasilan- kesiapan lansia untuk menghadapi kematian, keberhasilan dan kegagalan dalam hidup, dan kesiapan tersebut dapat mempengaruhi sehingga individu merasa bahwa pencapaian optimum aging. Kesiapan kehidupannya memiliki makna. Lawan dari menghadapi kematian berarti keadaan lansia integritas adalan keputusasaan dalam yang telah siap untuk menghadapi kematian menghadapi perubahan-perubahan siklus (Erikson dalam Hall dan Lindzey, 1978), kehidupan individu terhadap kondisi sosial menerima akan datangnya kematian (Papalia, dan histories, juga kefanaan hidup di hadapan 2002), dan telah atau sedang melakukan segala kematian. Keputusasaan dapat memperburuk sesuatu yang diperlukan untuk menghadapi perasaan bahwa hidup ini tidak ada artinya, kematian sehingga tidak mendatangkan bahwa ajal sudah dekat, sudah tidak ada waktu penyesalan apapun saat kematian itu datang lagi untuk berbalik dan mencoba gaya hidup (Backer, 1982). yang lain. Mereka yang berhasil mengatasi Ciri-ciri lansia yang siap menghadapi krisis terakhir tersebut mencapai kematian adalah menerima keadaan dirinya kebijaksanaan yang dapat membuat mereka yang berbeda dari masa sebelumnya (Hurlock, menerima apa yang telah dilakukan dalam 2000). Lansia yang siap menghadapi kematian hidupnya dan menerima datangnya kematian telah mengatasi rasa cemas maupun takutnya yang makin dekat, dengan teratasinya krisis pada kematian, mereka sadar bahwa kematian tersebut diharapkan di masa usia lanjut, lansia pasti datang pada yang hidup (Backer, 1982). telah siap menghadapi kematian (Papalia, Mereka telah memiliki pandangan dan sikap 2002). positif terhadap kematian, kehidupan saat ini 3 adalah ladang bekerja keras untuk bekal hidup ataupun yang nonreligius. Orang yang tidak di dunia yang lebih kekal (Shihab, 1997). konsisten dalam menjalankan ajaran agama Lansia yang siap menghadapi kematian tidak siap menghadapi kematian karena takut menerima kematian sebagai suatu hal yang akan pembalasan dari dosa-dosa yang telah nyata, dan memiliki konsep positif tentang mereka buat (Schwarts and Peterson, 1979). makna hidup dan mati (Najati, 1987). Menurut Hawari (1997) agama selalu Hasil wawancara yang telah dilakukan dikaitkan dengan ketenangan, karena di oleh peneliti terhadap 120 orang lansia yang dalamnya diajarkan tentang tuntunan hidup berusia 60 tahun keatas di Magelang pada yang jelas. Selain kehidupan yang saat ini tanggal 27 Juli – 30 Agustus 2005, dijalani, juga diterangkan tentang datangnya mengungkap bahwa beberapa lansia berusaha kematian dan apa yang terjadi sesudahnya, menutupi tanda-tanda penuaan yang nampak karena itu ajaran agama dapat membuat pada dirinya, misal dengan menghitamkan seseorang memiliki pandangan yang lebih rambut dan menutupi keriput, karena secara positif terhadap hidup dan mati. Menurut umum orang yang telah memasuki usia lanjut Tasmara (2001) individu yang memiliki sering disebut “bau tanah” yang dapat kecerdasan ruhaniah memiliki visi pertemuan diartikan sebentar lagi mati, atau harus sudah dengan Yang Maha Pencipta, visi tersebut mempersiapkan diri untuk mati, hal tersebut lebih sebagai kerinduan sehingga tidak ada menunjukkan kurangnya penerimaan terhadap rasa takut untuk menghadapinya. Yacob perubahan yang terjadi pada diri lansia itu (2001) mengartikan kecerdasan ruhaniah sendiri. Beberapa lansia memandang topik sebagai kemampuan untuk memahami dan pembicaraan tentang kematian sebagai hal menggali motif terdalam dari kehidupan yang menakutkan dan tabu, lansia kadang sehingga dapat mengenal, meyakini, dan gelisah bila mendengar berita meninggalnya mencintai Allah. seorang teman yang seusia, hal ini Kecerdasan ruhaniah yang menunjukan adanya kecemasan dan ketakutan dikemukakan oleh Tasmara (2001) berbeda terhadap kematian pada lansia. dengan kecerdasan spiritual yang dipopulerkan Wawancara tersebut juga mengungkap Marshal (2002). Kecerdasan spiritual bahwa ketidaksiapan lansia dipengaruhi oleh menggunakan kekuatan otak manusia sebagai perasaan bahwa lansia telah melakukan pusat utama untuk membedahnya dan belum banyak dosa dan belum cukup banyak menjangkau ke-Tuhanan, sifat penelitiannya melakukan penebusan, hal ini menunjukkan masih sebatas tinjauan biologis atau psikologis kurang nya integritas pada diri lansia. Cara saja (Agustian, 2001). lansia memandang kematian secara negatif Sementara itu, kecerdasan ruhaniah menyebabkan timbulnya ketidaksiapan dapat membuat seseorang merasakan menghadapi sehingga mereka kadang keberadaan Tuhan dan mampu memaknai mengalami kegelisahan dalam menjalankan kehidupan dalam artian yang lebih luas karena kegiatan sehari-hari. salah satu indikator kecerdasan ruhaniah Ketidaksiapan lansia antara lain adalah memaknai hidup. Mereka yang cerdas diakibatkan oleh kualitas kepuasan hidup secara ruhaniahsadar bahwa hidup hanya (Papalia, 2002), konsep mengenai hidup dan sesaat, hidup ini hanyalah untuk mengabdi mati (Shihab, 1997), pengakuan akan adanya pada Allah, seseorang yang memiliki kematian (Najati, 1987), dan konsistensi kecerdasan ruhaniah menjadikan agama menjalankan ajaran agama (Schwarts and sebagai tujuan akhir (Tasmara, 2001) Peterson, 1979). Dari hasil penelitian yang Individu yang cerdas secara ruhani dilakukan oleh Hawari (1999) lansia yang merasakan kehadiran Tuhan dimanapun dan religius yaitu yang konsisten dalam kapanpun (Tasmara, 2001). Kehadiran Tuhan menjalankan ajaran agamanya, lebih tabah dan adalah bawaan manusia sejak asal tenang menghadapi saat-saat terakhir kelahirannya dan ada dalam diri setiap insan. (kematian) daripada yang kurang religius Pada saat kita sendirian, tidak memikirkan 4
no reviews yet
Please Login to review.