Authentication
129x Tipe PDF Ukuran file 0.23 MB Source: balitsereal.litbang.pertanian.go.id
Prosiding Seminar Nasional Serealia, 2015 KERAGAAN HASIL VARIETAS JAGUNG BIMA 3 PADA BEBERAPA AGROEKOSISTEM SUMATERA BARAT Ismon L. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Barat Jalan Raya Padang-Solok KM 40. Sukarami-Gunung Talang, Solok-Sumatera Barat Telp: 0755-31564. Fax. 0755-31138 Email : sumbar_bptp@yahoo.com ABSTRAK Jagung merupakan salah satu komoditas unggulan dalam pembangunan sektor pertanian Sumatera Barat dengan target produksi 1 juta ton pada tahun 2015. Pendekatan yang digunakan dalam upaya pencapaian target produksi jagung ini melalui penggunaan jagung hibrida dan perluasan areal tanam pada beberapa agroekosistem daerah ini. Saat ini, penggunaan jagung hibrida pada beberapa daerah sentra produksi utama diperkirakan mencapai lebih dari 92% dan sebagian besar dihasilkan Perusahaan Swasta Besar nasional dengan harga rata-rata di atas Rp. 60.000,- per kilogram. Untuk mengatasi masalah ketergantungan petani pada pihak swasta besar nasional dalam pengadaan benih maka BPTP Sumbar bekerjasama dengan Balit Serealia Maros memfasilitasi terbentuknya unit penangkar lokal untuk menghasilkan benih jagung hibrida Bima 3 di Sumatera Barat. Pada tahun 2012, total produksi benih jagung Bima 3 mencapai 15 ton yang diproduksi pada beberapa daerah dengan ketinggian tempat dataran rendah, dataran sedang, dataran tinggi dengan kisaran hasil 0,7 – 1,3 ton/ha. Pengembangan jagung hibrida Bima 3 ini dilakukan Pemerintah Daerah Sumatera Barat dalam bentuk benih berbantuan untuk petani pada beberapa daerah sentra produksi. Hasil pengamatan lapangan menunjukan bahwa produktivitas rata-rata Bima 3 bervariasi dari 3,0 – 7,8 ton/ha selaras dengan agroekosistemnya. Perkembangan Bima 3 pada tingkat petani memperlihatkan keunggulannya dan lebih mampu beradaptasi pada cekaman lingkungan dibandingkan jagung hibrida lainnya. Kata kunci: target, benih, produksi, Bima 3, agroekosistem, pengembangan. PENDAHULUAN Target produksi jagung di Provinsi Sumatera Barat sebesar 1 juta ton pada tahun 2012. Target ini ditetapkan pemerintah agar kebutuhan jagung untuk usaha peternakan ayam, pabrik pakan ternak dan industri makanan berbahan baku jagung dapat terpenuhi. Capaian produksi jagung di Sumatera Barat tahun 2012 baru 500 ribu ton dengan produktivitas rata-rata 5 ton/ha dengan daerah sentra produksi Kabupaten Pasaman Barat (48%), Kabupaten Pesisir Selatan (20%), Kabupaten Tanah Datar (12%), dan Kabupaten 50 Kota (10%) (Distan Provinsi Sumbar 2012). Produktivitas tertinggi adalah di kabupaten Pasaman Barat dengan rata-rata hasil di tingkat dapat mencapai petani 7,0 ton/ha. Sedangkan rata-rata hasil di kabupaten lain hanya berkisar antara 4 sampai 5 ton/ha. Tingginya produktivitas di kabupaten Pasaman Barat disebabkan tingkat kesuburan yang tinggi yang didominasi oleh tanah Inceptisol serta penggunaan varietas Hibrida (Mawardi et al. 2012). 287 Ismon L.: Keragaan Hasil Varietas Jagung Bima 3 .... Kabupaten Pasaman Barat memiliki sejarah perkembangan usahatani jagung yang cukup panjang. Pada tahun 1993, kabupaten ini memiliki luas areal tanam jagung hanya sektar 2.130 ha atau setara dengan 11,2% dari luas areal pertanaman Sumatera Barat. Pada periode itu, Kabupaten Pasaman Barat lebih dikenal sebagai sentra produksi kedelai dengan luas areal pertanaman mencapai 5.879 ha atau setara dengan 30,9% dari total luas Sumatera Barat (Balittan Sukarami 1994). Pasaman Barat mulai mengembangkan usaha tani jagung secara intensif pada tahun 1993 yang distimulasi PT Tanindo sebuah perusahaan swasta nasional yang bergerak dalam penyediaan sarana produksi pertanian. Perusahaan nasional ini awalnya memperkenalkan CPI 1 dan CPI 2 dengan produktifitas masing-masingnya 4.5 dan 5.5 t/ha dan mensosialisasikan kepada petani melalui kegiatan demonstrasi plot pada beberapa lokasi didaerah ini (Yusdarman 2009). Pengembangan jagung hibrida makin pesat sejalan dengan kebijakan peningkatan produksi jagung nasional melalui intensifikasi penggunaan varietas unggul jagung yang memiliki potensi hasil tinggi dan adaptif pada kawasan sentra produksi. Varietas jagung komposit yang selama ini digunakan petani, seperti Arjuna, Kalingga, dan H-6 secara turun temurun dengan produktivitas rata-rata hanya sebesar 2,3 t/ha diganti dengan beberapa varietas unggul baru. Jagung hibida, seperti Pioneer, Bisi, NK, dan varietas lainnya ternyata mampu meningkatkan produktifitas jagung mencapai 5-6 t/ha pada tingkat petani. Di Pasaman Barat, penggunan jagung hibrida secara luas terdapat pada kawasan sentra produksi di Kecamatan Kinali, Kecamatan Luhak Nan Duo, dan Kecamatan Pasaman dengan luas areal pertanaman masing-masing keamatan sebesar 20.841, 4.282, dan 5.807 ha. Ketiga daerah sentra produksi ini memberikan kontribusi 75,5% luas pertanaman jagung di Kabupaten Pasaman Barat (Mawardi et al. 2008). Tantangan paling berat dihadapi pemerintah Sumatera Barat adalah semakin berkurangnya areal tanam jagung di kabupaten Pasaman Barat disebabkan alih fungsi lahan ke komoditas perkebuan seperti sawit dan karet. Di sisi lain pengembangan ke kabupaten lain dihadapkan pada kendala sifat fisik, kimia, dan biologi tanah yang kurang mendukung pertumbuhan dan produksi jagung. Hal ini disebabkan lahan yang tersedia umumnya didomisasi oleh lahan kering masam seperti Ultisol dan Oksisol serta lahan Gambut. Sebagian kecil juga tersedia lahan kering dataran tinggi dengan fisiografi berbukit yang didomisai oleh jenis tanah Entisol pada lereng-lereng curam yang mempunyai penampang dangkal/tipis berbatu-batu. Permasalahan lain adalah varietas hibrida yang dikembangkan oleh pengusaha benih swasta lebih cocok untuk lahan-lahan subur seperti lahan Inceptisol yang ada di kabupaten Pasaman Barat. Jagung hibrida Bima 3 yang dilepas Badan Litbang Pertanian merupakan varietas unggul yang berpotensi besar dkembangkan dalam rangka meningkatkan produksi jagung dan pendapatan petani pada beberapa agroekosistem Sumatera Barat. Jagung hibrida varietas Bima 3 – Bantimurung merupakan jagung hibrida unggul yang dihasilkan dari hasil persilangan galur Balitsereal dengan galur hasil kerjasama dengan CIMMYT (AMBIONET = Asian Maize Bioteknology Network). Hibrida ini berumur agak genjah, penampilan tanaman yang lebih pendek, perakaran yang kuat sehingga tahan rebah. Penampilan tongkol seragam dan besar, kelobot menutup rapat, sangat tahan terhadap penyakit bulai, karat, bercak daun. Selain potensi hasilnya tinggi, juga stay green sehingga dapat digunakan sebagai pakan 288 Prosiding Seminar Nasional Serealia, 2015 ternak sapi dan domba. Tipe biji semi mutiara, dan berwarna jingga sehingga sangat baik digunakan sebagai pakan ternak ayam (Balitsereal 2013). BAHAN DAN METODE Pengujian keragaan hasil Bima 3 pada berbagai agroekosistem dilaksanakan sejalan dengan program SLPTT jagung di Sumatera Barat sebanyak 67 lokasi, yang terdiri dari Kabupaten Pasaman sebanyak 8 lokasi, Kabupaten Pasaman Barat 7 lokasi, Kabupaten Padang Pariaman 7 lokasi, kabupaten Solok 16 lokasi, Kota Solok 1 lokasi, kota Pariaman 2 lokasi, dan kabupaten Tanah Datar sebanyak 20 lokasi. Masing lokasi (kelompok tani) dilaksanakan SLPTT jagung seluas 15 ha yang terdiri dari 1 Ha laboratorium lapangan (LL) dan 14 Ha lokasi sekolah lapang (SL). Lokasi SLPTT ditempatkan di setiap desa penghasil jagung yang dilaksanakan selama selama TA 2012. Kegiatan ini merupakan program Dinas Pertanian Tanaman Pangan Sumatera Barat, dimana peneliti BPTP mendampingi secara penuh pada pelaksanaan labor lapang. Untuk melihat keragaan hasil dan kemapuan daya adaptasi Bima 3 pada berbagai agroekosistem dilakukan pengamatan terhadap hasil ubinan 5 x 5 m di setiap lokasi SLPTT dan dibandingkan dengan hasil yang didapat petani di luar lokasi SLPTT yang menggunakan varietas Hibrida selain Bima 3. Data diambil bekerjasma dengan Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Sumatera Barat. Perhitungan hasil dilakukan dengan formula : 2 Hasil Biji Pipilan (t/ha) =[(10.000 m /luas ubinan) x berat tongkol (kg/ubinan)] x 0,8 HASIL DAN PEMBAHASAN Jenis tanah sentra produksi jagung di kabupaten Pasaman adalah Ultisol dengan ketinggian tempat berkisar dari 150-300 m dpl (Tabel 1). Varietas yang umum digunakan petani adalah Pioneer-23 dengan rata-rata 41,82 kw/ha. Varietas Bima-3 memberikan hasil yang lebih tinggi dibanding Pioneer, kecuali di keltan Saroha Desa Taruang-taruang kecamatan Rao. Rata-rata hasil Bima 3 di lokasi SL dan LL masing- masing 44,28 dan 53,86 kw/ha meningkat masing-masingnya sebesar 5,9 dan 28,8 % lebih tinggi dibanding hasil Pioneer. Hasil ini menujukkan bahwa Bima 3 memiliki daya adaptasi yang lebih baik dibanding Pioneer pada kondisi lahan yang didominasi jenis tanah Ultisol. Ultisol merupakan tanah yang telah berkembang lanjut dengan tingkat kemasaman berkisar antara 4,1- 4,8 yang tergolong masam dengan kadar hara P dan K rendah, KTK rendah, dan kejenuhan basa < 20 % serta mengandung Al yang tinggi dengan tingkat kejenuhan Al dapat mencapai 80%. Potensi kesuburan alamiah Ulrtisol sangat rendah (Hidayat dan Muyani 2005). Pendampingan penerapan teknologi budidaya yang intensif dengan paket PTT jagung di lokasi LL memberikan hasil yang jauh lebih tinggi dibanding lokasi SL. Namun demikian rata-rata hasil ini masih rendah dibandin potensi hasil bima 3 yaitu 100 kw/ha dan hasil penelitian yang dilaksanakan Mawardi (2013) di kabupaten Pasaman Barat, yaitu 9,3 ton/ha. Hal ini menujukkan bahwa peluang peningkatann hasil Bima 3 pada Ultisol kabupaten Pasaman cukup besar. Perbaikan pengelolaan lahan seperti pemberian amlioran (bahan organik dan 289 Ismon L.: Keragaan Hasil Varietas Jagung Bima 3 .... kapur) akan dapat meningkatkan pertumbuhan dan hasil pada lahan klering masam seperti Ultisol. Tabel 1. Keragaan hasil varietas Bima 3 dan Varietas Pioneer-23 pada Agroekosistem Kabupaten Pasaman. 2012. Hasil (kw/ha) Agroekosistem Kecamatan Nagari/Desa Keltan Bima-3 Pioneer-23 Jenis Elevasi SL LL Luar SL Tanah M dpl Tigo Nagari Binjai Kp. Tanjung 55,60 60,20 48,50 Ultisol 300 Pd. Kudu 50,40 57,60 41,70 Ultisol 300 Suka maju 52,50 60,00 40,50 Ultisol 300 Ladang Panjang Cipta Karya 43,70 55,50 38,60 Ultisol 300 Pd. Alai 40,60 53,40 38,50 Ultisol 300 Bonjol Ganggo Mudiak Sederhana 56,60 61,50 44,50 Ultisol 200 Rao Taruang-Taruang Saroha 26,50 40,50 40,80 Ultisol 150 Sadar 28,30 42,20 41,50 Ultisol 150 Rata-rata 44,28 53,86 41,82 Jenis tanah sentra produksi jagung di kabupaten Pasaman Barat adalah Inceptisol dengan ketinggian tempat berkisar dari 100-600 m dpl (Tabel 1). Varietas yang umum digunakan petani adalah NK-22 dengan rata-rata hasil 63,81 kw/ha. Rata- rata hasil varietas Bima-3 ternyata lebih rendah dibanding NK-22. Rata-rata hasil Bima 3 di lokasi SL dan LL masing-masing 56,14 dan 56,46 kw/ha. Hasil Bima 3 dan NK-22 di kecamatan Koto Balingka dengan ketinggian tempat 100 m dpl lebih tinggi dibanding kecamatan Talamau dengan ketinggian tempat 500 – 600 m dpl. Hasil menunjukkan bahwa pada tanah Inceptisol tanaman jagung akan memberikan hasil lebih tinggi pada dataran rendah, dan varietas NK-22 memberikan hasil yang lebih tinggi di banding Bima 3. Inceptisol mempunyai tingkat kesuburan yang lebih tinggi dibanding Ultisol. Inceptisol di Kabupaten Pasaman tergolong Udepts yaitu Inceptisol di wilayah humid dengan rejim kelembaban tanah udik sampai perudik. Menurut Hidayat dan Muyani (2005) berdasarkan hasil analisis contoh, sebagian besar Incdeptisol yang tergolong udepts mengandung liat yang tinggi (35-78%). Reaksi tanah masam sampai agak masam (4,6-5,5). Kandungan P-total dan K-total berkisar antara sedang – tinggi dengan kandungan P O umumnya lebih tinggi daripada kandung K O. Kompleks 2 5 2 adsropsi didominasi oleh kation Mg dan Ca dengan kandung ion K relatif rendah: 0,1 – + 0,2 cmol /kg tanah. Kejenuhan basa pada Dystrudepts sebagian besar tergolong rendah sampai tinggi. Potensi kesuburan alamiah Inceptisol lebih tinggi dibanding Ultisol. Jagung hibrida selain Bima 3 seperti Pioneer, NK22, dan NT 10 ternyata lebih cocok pada tanah-tanah dengan tingkat kesuburan tanah yang tinggi dan tidak mampu beradaptasi baik pada lahan-lahan kurang subur seperti Ultisol, oksisol, dan Gambut. Sentra produksi jagung di kabupaten Limapuluh Kota tersebar pada agroekosistem yang lebih beragam dengan jenis tanah Ultisol, Inceptisol, dan Andisol dengan ketinggian tempat berkisar antara 400-800 m dpl (Tabel 2). Varietas hibrida yang umum digunakan petani di Kabupaten Limapuluh Kota adalah Pioneer. Hasil uji adaptasi yang dilaksanakan pada sekolah lapang dan labor lapang PTT jagung menunjukkan bahwa hasil Bima 3 pada tanah Ultisol berkisar antara 57 – 58 kw/ha di 290
no reviews yet
Please Login to review.