Authentication
206x Tipe PDF Ukuran file 0.07 MB Source: pustaka.unpad.ac.id
Terapi Cairan dan Nutrisi pada Kelainan Endokrinologi Hikmat Permana Sub bagian Endokrinologi dan Metabolisme Bagian Ilmu penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran Perjan RS Dr Hasan Sadikin Bandung Pendahuluan Ketika seorang penderita diabetes dirawat di Rumah Sakit maka akan terjadi beberapa permasalahan, antara lain akibat penyakit adsarnya, pengobatan, dan selama perawaat n perlu pengamatan secara seksama terhadap kontrol gula darah. Disamping hal-hal tersebut terdapat keadaan diabetik akut yang terjadi pada penderita kritis/berat yang berpengaruh terhadap keadaan patologis penderita. Pengelolaan cairan dan nutrisi baik enteral maupun parenteral dalam bidang Endokrinologi dan Metabolisme merupakan bagian yang idt ak terpisahkan dari pengelolaan lainnya. Tindakan ini akan mempengaruhi kadar gula darah, oleh sebab itu pengelolaan cairan dan nutrisi menjadi perhatian yang sangat khusus. Ketepatan pemberian cairan dan nutrisi pada penderita diabetes ataupun penderita dengan gangguan toleransi glukosa (TGT) memerlukan pengetahuan tentang regulasi gula darah, dengan tujuan Glukosa plasma tercapainya kadar gula darah normal atau mendekati nilai normal, baik pada keadaan puasa maupun pada keadaan post pandrial. Hiperglikemia sendiri mempunyai peran dalam perubahan baik komposisi cairan tubuh maupun elektrolit maupun osmolalitas darah. Dengan demikian pada penatalaksanaan pemberian baik nutrisi enteral maupun parenteral diharapkan kadar glukosa darah berada pada kisaran 120 – 200 mg/dl. Selain asupan nutrisi, juga perlu memperhatikan keadaan penyakit atau kondisi lain yang menyertainya, Mengingat begitu luasnya bidang Endokrinologi dan Metabolisme ini maka dalam pembahasan mengenai cairan dan nutrisi dalam bidang endokrinologi akan dibatasi pada kasus yang sering terjadi dan menjadi permasalahan 1 tersendiri, yaitu krisis hiperglikemia dan keadaan seorang penderita diabetes melitus memerlukan nutrisi baik enteral maupun parenteral. Kasus yang sering terjadi adalah Diabetik ketoasidosis dan hiperglikemia hyperosmoler pada penderita Diabetes Mellitus (DM). Pada kondisi tersebut peran cairan dan nutrisi baik enteral maupun parenteral menjadi sangat penting, mengingat kadar glukosa darah yang diharapkan akan mempengaruhi hasil akhir dari pengelolaan. Pada makalah ini penulis akan membatasi pengelolaan terapi cairan dan nutrisi baik enteral maupun parenteral pada penderita DM yang mengalami krisis hiperglikemia, selain sebagai kasus yang sering ditemukan juga memerlukan perhatian yang sangat khusus, yaitu asupan energi sesuai dengan kebutuhan yang akan mempengaruhi kadar gula darah. Fisiologi gula darah Pada keadaan puasa, glukosa yang dihasilkan oleh hati sama dengan pemakaian glukosa oleh otak, jaringan di perifer dan sel darah merah ( kurang lebih 2 mg/kg/min atau 200 gr/dl). Sedangkan setelah makan, peningkatan glukosa plasma dan supresi insulin terhadap produksi glukosa di hati dan peningkatan ambilan glukosa di perifer. Glukosa plasma dan konsentrasi insulin menurun setelah makan, rata-rata produksi glukosa di hati dan ambilan glukosa di perifer kembali ke keadaan basal seperti peningkatan produksi glukosa pada saat penurunan ambilan glukosa. Keseimbangan ini terjadi kegagalan pada penderita diabetes. Hiperglikemia disebabkan peningkatan pelepasan glukosa hati, kegagalan ambilan glukosa dan penurunan sekresi dan fungsi insulin. Patofisiologi Diabetes Mellitus Pada dasarnya mekanisme terjadi terjadi peningkatan gula darah pada DM adalah adanya kegagalan sel beta untuk menghasilkan insulin cukup disertai penghambatan kerja sel beta oel h perangsangan adrenegik, menyebabkan insulin yang dihasilkan tidak mencukupi kebutuhan dan hal ini selanjutnya menyebabkan peninggian kadar gula darah dan berkurangnya uptake ke dalam 2 sel sel jaringan. Siklus ini makin lama menyebabkan hiperglikemia makin bertambah dan akibat diuresis osmotik yang hebat menimbulkan dehidrasi berat. Ketoasidosis Diabetika ( KAD) Ketoasidosis diabetik sering ditemukan pada penderita DM tipe 1 dan tidak jarang pada DM tipe 2. Pada DM tipe 1 lebih 45 000 kasus setiap tahunnya dengan angka kematian keseluruhan 5 – 9 % sedangkan pada usia > 65 tahun angka kematian meningkat menjadi 15 – 28 %. Walaupun demikian kematian ini selain akibat KAD juga tergantung pada faktor pencetusnya. KAD terjadi akibat defisiensi insulin atau defisiensi insulin relatif yang disertai peningkatan sistem hormon counter regulatori terutama hormon glukagon. Kondisi ini menyebab dua aspek yaitu : Pertama, hiperglikemia dan dehidrasi akibat defisiensi insulin. Defisiensi insulin menyebabkan peningkatan kadar gula darah akibat penurunan penggunaan adipose dan glukosa di jaringan perifer serta meningkatnya produksi glukosa hepatik. Akibat hiperglikemia menyebabkan diuresi osmotik dengan demikian akan terjadi kehilangan cairan dan elektrolit. Kedua, adalah terjadinya peningkatan produksi keton darah di hepar. Pada keadaan normal, FFA ( free fatty acid ) merupakan hasil oksidasi aatu penggunaan trigliserida cadangan. Dengan keadaan defisiensi insulin dan glukagon yang berlebih, metabolisme FFA akan lebih cenderung menghasilkan benda keton ( hydroxybuterate dan acetoacetate ), kemudian keadaan asam ini menyebabkan penurunan bikarbonat dan menyebabkan asidosis. Dengan demikian terdapat tiga faktor yang saling terkait pada KAD, yaitu hiperglikemia, dehidrasi, dan asidemia. Terapi Pada KAD, cairan yang digunakan tidak ada yang pasti. Cairan inisiasi untuk rehidrasi digunakan cairan normal saline ( NaCl 0,9%) apabila tidak terdapat kelainan jantung. Pada umumnya pada penderita dewasa terjadi defisit cairan 3 – 5 liter, atau 15-20 mg/kg/jam atau lebih banyak pada jam pertama pemberian ( 3 1 – 1,5 liter/jam). Jumlah pemberian inipun harus menilai status hidrasi, kadar elektrolit dan diuresis( output). Jika penderita hipernatremia, NaCl 0,45% ( half- strenght). Apabila diyakini tidak terdapat gangguan ginjal dapat ditambahkan Kalium 20-30 mEq/l ( 2/3 KCL dan 1/3 KPO4) selama penderita stabil dan mentolerasi suplement peroral. Cairan Ringer laktat dapat diberikan secara hati hati, mengingat pada penderita KAD dengan hipovolemia sering kali bersamaan terjadi dengan asidosis laktat. Keberhasilan pemberian cairan adalah adanya perubahan hemodinamik ( tekanan darah ), mencatat input/ out put cairan, dan perbaikan klinis. Kekurangan cairan pada 24 jam pertama harus dievaluasi kembali, sebab tindakan pemberian cairan ini tidak boleh merubah osmolaitas darah meningkat sebanyak > 3 mOsm/kgH2O/jam. Walaupun masih banyak kontroversi pemberian insulin, apakah dengan dosis tinggi atau dosis rendah? Selain menurunkan gula darah juga menurunkan benda keton (ketonemia), merupakan tindakan yang penting. Kedua terapi insulin dosis rendah atau tinggi menunjukan efikasi yang sama. Pada umumnya merekomendasikan pemberian insulin dengan dosis rendah secara kontinju intravena antara 5 – 7 unit perjam ( 0,1 u/kg/jam) dengan tujuan menurunkan gula darah 10-20 % dalam waktu 2 jam. Jika gula darah menurun secara cepat, infus insulin diturunkan setengahnya, tetapi apabila kadar gula darah belum dapat diturunkan dosis dinaikan 2 kali lipat. Pada keadaan penderita memerlukan dosis insulin sangat tinggi ( 50 -60 u/jam), kondisi ini bisa ditemukan pada keadaan resistensi insulin akibat kelainan dasar seperti adanya infeksi atau kelainan imunitas. Oleh karena ini pada kondisi tersebut, apabila faktor infeksinya dapat diatasi, maka akan secara mendadak tidak terjadi resistensi insulin, sehingga monitor gula darah harus lebih ketat. Pada umumnya, 24-48 jam pertama gula darah tercapai normal dan tidak ditemukan ketonemia, kemudian insulin drip diganti ke subkutan, makan dan cairan melalui oral. Sedangkan insulin drip tetap dilanjutkan sampai 2 jam setelah insulin subkutan. Elektrolit ( Na,K, Mg, Fosfat ) bisa terukur rendah atau tinggi, disebabkan keadaan kombinasi antara hypovolemia, asidosis, dan defisiensi insulin. Diuretik 4
no reviews yet
Please Login to review.