Authentication
422x Tipe PDF Ukuran file 0.08 MB Source: e-campus.fkip.unja.ac.id
Gaya Bahasa dalam Kumpulan Cerpen “Robohnya Surau Kami” Karya A.A Navis Kajian : Stilistika Oleh: Ana Ade Suryani A1B109048 Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan tentang gaya bahasa dalam kumpulan cerpen “Robohnya Surau Kami” karya A.A Navis dengan mengkaji gaya bahasa yang terdapat dalam cerpen tersebut. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif- kualitatif. Pendekatan dalam penelitian ini adalah pendekatan stilistika. Kehadiran peneliti sebagai perencana, pengumpul data, pengolah data, dan pelaporan hasil penelitian. Data dalam penelitian ini adalah gaya bahasa dalam kumpulan cerpen Robohnya Surau Kami dan sumber datanya adalah data verbal yang diperoleh dari buku kumpulan cerpen Robohnya Surau Kami karya A.A Navis. Hasil penelitian ini menunjukan beberapa gaya bahasa dalam kumpulan cerpen Robohnya Surau Kami karya A.A Navis. Gaya bahasa tersebut meliputi: gaya bahasa perbandingan, gaya bahasa pertentangan, gaya bahasa pertautan, dan gaya bahasa perulangan. gaya bahasa perbandingan meliputi: simile, metafora, personifikasi, dan alegori. Gaya bahasa pertentangan meliputi: hiperbola dan litotes. Gaya bahasa pertautan meliputi: sinekdoke dan eufemisme. gaya bahasa perulangan hanya ditemukan gaya bahasa asonansi. I. PENDAHULUAN Sastra merupakan cerminan masyarakat, karya sastra tidak diciptakan begitu saja melainkan hasil dari olahan antara realitas di dalam imajinasi pengarang. Melalui imajinasinya, pengarang mewujudkan kembali sederetan pengalaman tertentu yang akrab dengan lingkungan dan kehidupannya. Adanya karya sastra yang didasarkan pada relitas, biasa memberikan penceritaan atau pengisahan kepada masyarakat mengenai sesuatu yang terjadi pada periode tertentu (Elfiondri, 2007: 1). Memahami dan menganalisis sebuah karya sastra pada hakikatnya bukanlah sebuah hal yang asing dan baru, namun demikian, kegiatan ini kadangkala terasa asing bagi orang yang belum sanggup menempatkan kegiatan ini sebagai bagian dari aktivitas kesehariannya, ketika menikmati acara sinetron, drama, cerpen, atau pembacaan puisi dalam sebuah tayangan televisi, pada hakikatnya kita sedang melakukan kegiatan memahami dan menganalisis karya sastra. Tetapi, akibat kegiatan ini dilakukan tidak terencana, serta merta saja dalam keseluruhan aktivitas sehari-hari maka nama dari aktivitas ini pun bahkan tidak pernah menjadi perhatian atau pemikiran kita. Sastra merupakan ungkapan estetis yang memakai bahasa sebagai wahananya. Oleh sebab itu, tidak berlebihan untuk memahami makna karya sastra harus memiliki pemahaman terhadap aspek kebahasaan. Hal ini menunjukkan bahwa karya sastra pada hakikatnya tetap ditulis dengan memperhatikan aspek kebahasaan seperti morfologi, sintaksis, tanda baca, dan lain-lain. Tetapi, berhubung karena karya sastra memiliki sebuah keunikan dan kekhususan dalam mengolah bahasa sehingga menjadi estetis, penyimpangan terhadap aspek kebahasaan tentulah terjadi dalam penulisan karya sastra. “penyimpangan” inilah yang harus menjadi fokus pembaca karya sastra agar apa yang dapat dipahami secara utuh dengan ungkapan bahasa yang disampaikan pengarangnya. Keutuhan inilah yang menjadi satu kesatuan yang menarik dan estetis dalam sebuah karya sastra (Dewi, 2011: 24). Salah satu bentuk karya sastra adalah cerpen. Cerpen, sesuai dengan namanya, adalah cerita yang pendek. Jassin (Nurgiyantoro, 2000:10) ”cerpen adalah sebuah cerita yang selesai dibaca dalam sekali duduk. Karena bentuknya yang pendek, cerpen menuntut penceritaan yang serba ringkas, tidak sampai pada detil-detil khusus yang lebih bersifat memperpanjang cerita”. Cerpen merupakan salah satu karya sastra yang tidak sulit kita temukan, cerpen sering kita jumpai di berbagai media, baik di media massa maupun media pembelajaran seperti buku pelajaran. Sebagai salah satu karya sastra, cerpen tentu memiliki nilai-nilai yang positif dan bahasa yang indah serta memiliki makna yang menjadi apresiasi pembaca. Peneliti tertarik untuk menganalisis cerpen sebagai objek dalam penelitian ini berdasarkan dari segi gaya bahasanya cerpen menggunakan bahasa Indonesia yang dipilih oleh seorang pengarang agar dapat memberikan kesan dan makna yang menjadi penyimpangan sehingga pembaca dapat tertarik untuk membaca sebuah karya sastra khususnya cerpen. Seorang pengarang lebih banyak menggunakan gaya bahasa untuk menceritakan suatu kejadian yang terjadi pada saat itu. Seorang pengarang mampu menciptakan nilai estetik yang terdapat pada kumpulan cerpen ”Robohnya Surau Kami” karya A.A Navis. Sehingga terdapat suatu pola unsur gaya bahasanya. Dalam penelitian ini, peneliti hanya mengambil lima judul cerpen karya A.A Navis, yaitu: (1) Robohnya Surau Kami, (2) Anak Kebanggaan, (3) Datangnya dan Perginya, (4) Angin dari gunung, (5) Pada Pembotakan Terakhir. II. KAJIAN TEORI Gaya bahasa adalah cara menggunakan bahasa. Dengan menggunakan gaya bahasa dalam menuliskan suatu jalan cerita akan memberikan rasa keindahan atau unsur estetis suatu karya sastra. Gaya bahasa memungkinkan kita dapat menilai pribadi, watak dan kemampuan seseorang yang mempergunakan bahasa itu. Pendapat tersebut didukung oleh beberapa pendapat para ahli. Menurut Tarigan (1985:5) “gaya bahasa adalah bahasa yang indah dipergunakan untuk meningkatkan efek dengan jalan memperkenalkan serta memperbandingkan suatu benda atau hal tertentu dengan benda atau hal lain yang lebih umum”. Menurut Wiyatmi (2009:42) “gaya (gaya bahasa) merupakan cara pengungkapan serorang yang khas bagi seorang pengarang”. Selanjutnya menurut Keraf (dalam Sugihastuti dan Suharto, 2002:56) “gaya bahasa sebagai cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang memperlihatkan kepribadian pemakai bahasa”. Kualitas sebuah cerita karya sastra ditentukan oleh penempatan dan penggunaan gaya bahasa, sebab pada hakekatnya membicarakan segala yang menarik perhatiannya dalam kehidupan yang nyata dan akan dapat menyentuh indra rasa hati dan akal, budi pekerti, serta angan-angan pembaca adalah dengan gaya bahasa. Menurut Ahmadi (1990:169), “gaya bahasa merupakan ekspresi yang paling personal. Dalam arti yang luas gaya bahasa adalah kualitas visi, pandangan seseorang karena ia mrefleksikan cara pengarang memilih dan meletakkan kata-kata dan kalimat- kalimat dalam mekanik karangannya”. Gaya bahasa dapat dipandang sebagai kenyataan penggunaan bahasa yang istimewa, dan tidak dapat dipisahkan dari cara atau teknik seorang pengarang dalam merefleksikan (memantulkan, mencerminkan) pengalaman, bidikan, nilai-nilai, kualitas kesadaran pikiran dan pandangannya yang istimewa atau khusus. Menurut Dewi (2011:67) “gaya mengandung pengertian cara seorang pengarang menyampaikan gagasannya dengan menggunakan media bahasa yang dapat menyentuh daya intelektual dan emosi pembaca”. Menurut Kridalaksana (2001), “gaya bahasa mempunyai tiga pengertian, yaitu (1) pemanfaatan atas kekayaan bahasa oleh seseorang dalam bertutur atau menulis, (2)
no reviews yet
Please Login to review.