Authentication
181x Tipe PDF Ukuran file 0.44 MB Source: sc.syekhnurjati.ac.id
BAB III BERBAGAI TEORI TENTANG AKAL DAN JIWA SEBAGAI KEUTAMAAN MANUSIA DALAM PERSPEKTIF TOKOH – TOKOH FILSAFAT Berbicara tentang manusia maka akan banyak perspektif yang membahasanya dari segala ilmu dan dalam hal ini perspektif manusia menurut filsafat ialah untuk mengetahui apa arti manusia itu sendiri, dalam filsafat manusia disebut dengan istilah antropologi yang dalam bahasa yunani antrops yang berarti manusia. Filsafat manusia merupakan sebuah hasil dari perumusan yang ada mengenai siapa sebenarnya manusia dan bagaimana hakikat dari manusia itu sendiri dan segala yang berkaitan pada manusia. Bisa juga diartikan sebagai sebuah pandangan tentang hakikat yang sebenarnya dari keadaan dan kehidupan manusia beserta dengan segala kaitannya yang telah dirumuskan melalui sebuah proses berfikir secara mendalam. Filsafat Manusia pun merupakan sebuah ilmu yang akan terus berkembang, oleh karena itu berikut adalah beberapa tokoh-tokoh filsafat yunani yang akan mengulas mengenai akal dan jiwa sebagai keutamaan manusia diantaranya adalah : A. Tokoh-tokoh Filsafat Yunani 1. Socrates Dalam hal ini Socrates memperhatikan soal-soal praktis dalam hidup manusia. Dengan kata lain, Socrates lebih mencurahkan perhatiannya kepada etika. Menurut Socrates, tujuan teringgi kehidupan manusia ialah membuat jiwanya menjadi sebaik mungkin. Bisa dikatakan bahwa tujuan kehidupan 31 manusia ialah kebahagiaan, kebahagiaan sama artinya dengan “merasa 35 bahagia”. Bagaimanakah manusia dapat mencapai kebahagiaan itu ? Dengan moral manusia akan mendapatkan kebahagiaan. Salah satu pendirian Socrates yang terkenal ialah bahwa “keutamaan adalah pengetahuan”. Keutamaan yang membuat manusia menjadi seorang manusia yang baik, harus dianggap sebagai pengetahuan. Seorang yang baik mempunyai keutamaan sudah tahu apakah “yang baik” dan hidup baik tidak berarti lain daripada mempraktekkan 36 pengetahuan itu. Dari pendiriannya bahwa keutamaan adalah pengetahuan, Socrates menarik tiga kesimpulan : 1. Manusia tidak berbuat salah dengan sengaja. Ia berbuat salah karena keliru atau ketidaktahuan. Seandainya ia tahu apakah “yang baik” baginya, ia akan melakukan pula. 2. Kesimpulan lain ialah bahwa keutamaan itu satu adanya. Tidak mungkin bahwa seorang tertentu mempunyai keutamaan keberanian dan tidak mempunyai keutamaan lain, keadilan misalnya. Kalau seseorang tidak adil atau berkekurangan lain, bagi Socrates sudah nyata bahwa orang itu tidak mempunyai keutamamaan yang sungguh-sungguh. Keutamaan sebagai pengetahuan tentang “yang baik” tentu merupakan pengetahuan yang menyuluruh. Mustahillah bahwa pengetahuan itu hanya terdapat dalam satu bidang saja, sedangkan tidak tampak dalam bidang lain. 35 K. Bertens, 1975, Sejarah Filsafat Yunani, Yogyakarta : Kanisius, Hal. 89 36 K. Bertens, Ibid., Hal. 90 32 3. Kesimpulan ketiga ialah bahwa keutamaan dapat diajarkan kepada orang lain. Pengajaran itu tidak lain daripada menyampaikan pengetahuan kepada sesama. Kalau keutamaan boleh disamakan dengan pengetahuan, maka harus diakui pula bahwa keutamaan dapat diajarkan. Akan tetapi dengan itu socrates tentu tidak bermaksud bahwa keutamaan dapat diajarkan dengan pelajaran-pelajaran khusus, melainkan bahwa ada kemungkinan untuk mengantar orang dengan metode tanya jawab atau bagaimanapun juga kepada pengetahuan yang betul. Bagi Socrates, adanya pendidikan sudah membuktikan bahwa keutamaan dapat diajarkan. Seandainya keutamaan tidak dapat 37 diajarkan, pendidikan tidak mungkin dijalankan. Dengan pendapatnya bahwa keutamaan adalah pengetahuan. Socrates menentang relativisme Protagoras dan Sofis-sofis lain. Tidak benar bahwa “yang baik” itu lain bagi warga Athena dan lain bagi warga Negara Sparta, atau lain bagi seorang Yunani dan bagi seorang barbar. Itulah sebabnya keutamaan selalu bersadar pada pengertian yang sama. Mempunya aratẻ berarti memiliki kesempurnaan manusia sebagai manusia. Dengan demikian Sokrates menciptakan suatau etika yang berlaku bagi semua manusia.38 2. Plato Berbeda dengan Scorates, Plato lebih menaruh perhatiaanya kepada lapangan ilmiah yang jauh lebih luas daripada obyek penyeledikan Socrates, namun ia juga memandang manusia sebagai makhluk yang terpenting di antar segala makhluk yang terdapat di dunia ini. Dan sebagaimana juga gurunya. Plato 37 K. Bertens, Ibid., Hal. 91 38 K. Bertens, Ibid., Hal. 92 33 pun menganggap jiwa sebagai pusat atau inti sari kepribadian manusia. Dalam anggapannya tentang jiwa, Dengan mempergunakan semua unsur itu, Plato menciptakan suatu ajran jiwa yang berbuhungan erat dengan pendiriannya 39 mengeai idea-idea. 1. Kebakaan jiwa Dalam dialog-dialognya Plato sering kali merumuskan argumen-argumen yang mendukung pendapatnya tentang kebakaan jiwa. Di sini Plato menganggap jiwa sebagai prinsip yang menggerakkan dirinya sendiri dan oleh karenanya juga dapat menggerakan badan. Menurut Plato fungsi jiwa ini menuntu kebakaannya, karena tidak ada alasan mengapa penggerakan itu akan 40 berhenti. 2. Mengenal sama dengan meningkat Dengan teorinya mengenai pengetahuan sebagai pengingatan, Plato juga dapat memperdamaikan pengenalan inderwai dengan pengenalan akal budi. Kita sudah melihat bahwa pengenalan inderawi mencakup benda-benda konkret yang senantiasa dalam keadaan perubahan, sedangkan pengenalan akal budi menyangkut idea-idea yang abadi dan tak terubahkan. Nah, karena benda-benda konkret meniru idea-idea, harus disimpulkan bahwa pengenalan inderawi dapat menolong untuk mengingat kembali idea-idea. Pengenalan inderawi dapat merintis jalan bagi pengenalan akal budi. Dengan demikian Plato dapat menghargai pengenalan inderawi secara positif. 39 K. Bertens, Ibid., Hal. 111 40 K. Bertens, Ibid., Hal. 111 34
no reviews yet
Please Login to review.