Authentication
250x Tipe PDF Ukuran file 0.70 MB Source: eprints.uniska-bjm.ac.id
PERSPEKTIF SOSIOLOGI KOMUNIKASI (MUSYAWARAH ANTARA APARATUR DESA DAN MASYARAKAT DESA PEKAUMAN KEC.MARTAPURA TIMUR DALAM MENETAPKAN KPM BLT DD TA.2021) 1) 2) 3) Siti Rahmah , Sanusi , Muhammad Agus Humaidi 1) Ilmu Komunikasi, 70201, Fisip, Universitas Islam Kalimantan MAB, NPM.17.11.0022 2) Ilmu Komunikasi, 70201, Fisip, Universitas Islam Kalimantan MAB, NIDN.0019056202 3) Ilmu Komunikasi, 70201, Fisip, Universitas Islam Kalimantan MAB, NIDN.1118088901 Email : rahmahaam36@gmail.com ABSTRAK Program BLT pada faktanya membentuk persepsi negatif public sejak disalurkan pertama kali pada April tahun 2020. PDTT Nomor 6 Tahun 2020 mengatur mekanisme penetapan KPM(Keluarga Penerima Manfaat) BLT pemerintahan desa harus melakukan Musdesus(Musyawarah Desa Khusus) bersama tokoh-tokoh masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses komunikasi, hambatan komunikasi, dan interaksi sosial dari segi persepektif sosiologi komunikasi di masyarakat desa pekauman. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif metode studi kasus. Teknik pengumpulan data melalui observasi, wawancara dengan teknik purposive sampling terhadap key informan dan teknik random sampling terhadap informan tambahan, serta dokumentasi data-data BLT tahun sebelumnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses komunikasi antara aparatur desa dan masyarakat desa pekauman dipengaruhi oleh persepsi masyarakat terhadap program BLT. Terdapat dua hambatan komunikasi yang dominan di antara mereka yaitu : hambatan psikologis seperti rasa tidak percaya dan sikap emosional, dan hambatan intelektual tentang pemahaman masyarakat terhadap program BLT. Dari segi persepektif sosiologi komunikasi, Interaksi antara aparatur dan masyarakat desa pekauman lebih cenderung mengarah pada bentuk interaksi disosiatif. Hal ini dibuktikan dengan adanya temuan di lapangan faktor sugesti dan imitasi yang mempengaruhi sikap ketidakacuhan mereka terhadap pentingnya Musdesus penetapan KPM BLT. Kata kunci : Proses komunikasi;hambatan komunikasi;interaksi sosial; ABSTRACT The BLT program has in fact formed negative public perceptions since it was first distributed in April 2020. PDTT Number 6 of 2020 regulates the mechanism for determining the KPM(Beneficiary Families) BLT village government must conduct MUSDESUS(Special Village forum) with community leaders. This research to find out the communication process, communication barrier, and social interaction from the communication sociology perspective in community pekauman village. This research was conducted using a qualitative approach with case study method. Data collection techniques were through observation, interviews with purposive sampling techniques to key informants and random sampling techniques to additional informants, and the previous year’s BLT data documentation. The results showed that the communication process between the village government and the village community was influenced by the community's perception of the BLT program. There are two dominant communication barrier between them, namely: psychological barrier such as distrust and emotional attitudes, and intellectual barrier about public understanding of the BLT program. From the communication sociology perspective, the interaction between the village government and the village community of Pekauman is more likely to lead to a form of dissociative interaction. This is evidenced by the findings in the field suggesting and imitation factors that influence their indifference to the importance of the MUSDESUS for determining the BLT KPM. Keyword : Communication process, communication barrier, social interactions 1 PENDAHULUAN Sebagai bagian dari prioritas anggaran negara yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 222/PMK.07/2020 tentang Pengelolaan Dana Desa Pasal 38 jaring pengaman sosial sebagaimana dimaksud pada ayat(2) BLT Desa menjadi prioritas utama dalam penggunaan Dana Desa (Kementerian Keuangan, 2020). Kemudian diatur lebih lanjut dalam Peraturan Bupati Banjar Nomor 78 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pembagian Dan Penetapan Rincian Dana Desa Setiap Desa Kabupaten Banjar Tahun Anggaran 2021. Peraturan tersebut sebenarnya yaitu peraturan yang diperbaharui, yang dimana pemerintah sebelumnya telah menerbitkan PMK Nomor 205/PMK.07/2019 sebagai payung hukum dalam pelaksanaan penyaluran program BLT Dana Desa Tahun Anggran 2020 lalu. Pemerintah mengeluarkan kebijakan ini dengan tujuan yang sama, yaitu agar mampu memperbaiki perekenomian Indonesia. Namun pada pelaksanannya, program BLT(Bantuan Langsung Tunai) malah menjadi bagian dari polemik yang hangat diperbincangkan di lingkungan masyarakat desa. Penyaluran pengaman jaring sosial program BLT(Bantuan Langsung Tunai) Dana Desa pada faktanya membentuk persepsi negatif publik. Eko Listiyanto Wakil Insitutue For Development of Economic and Finance melalui video conference, mengangap penyaluran BLT yang tidak terarah dan tumpang tindih dianggap menjadi bagian dari penyebabnya. (Setiawan V. N., 2020). Peneliti Indonesia Corruption Watch(ICW) Egi Primayogha menyebutkan bahwa titik rawan penyaluran BLT Dana Desa ada pada bagian pendataan. Desa diberikan ruang yang cukup dalam menentukan kelayakan warga di daerahnya sebagai penerima bantuan dengan merujuk pada kriteria penerima sebagai berikut : 1) Warga miskin yang kehilangan mata pencaharian, 2) Warga miskin yang belum terdata, dan 3) warga miskin yang atau memiliki anggota keluarga sakit menahun/kronis. (Database Peraturan, 2020). Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi RI melalui peraturan PDTT Nomor 6 Tahun 2020 menjelaskan, Pemerintahan Desa dalam menentukan KPM(Keluarga Penerima Bantuan) BLT DD terlebih dahulu harus melakukan MUSDESUS(Musyawarah Desa Khusus) yang diprakarsai oleh BPD(Badan Permusyawaratan Desa). Forum musyawarah yang dihadiri beberapa tokoh seperti Camat, Pendamping Lokal Desa, Babinsa, Bhabinkamtibmas Desa, Perangkat Desa, ketua RT, serta tokoh-tokoh masyarakat untuk melangsungkan proses komunikasi. Di Kabupaten Banjar ada 20 Kecamatan dengan jumlah 13 Kelurahan dan 277 Desa yang melaksanakan program BLT DD, termasuk Desa Pekauman. Desa ini memiliki lebih dari 2.318 jiwa dengan total 704 KK juga menghadapai kendala dalam penetapan KPM BLT. Tidak menutup kemungkinan, desa dengan jumlah penduduk terbanyak di Kecamatan Martapura Timur dengan mayoritas mata pencaharian masyarakat sebagai petani ini mendapat banyak respon negatif dari masyarakat sekitar dalam pelaksanaanya. Hal ini sejalan dengan hasil wawancara yang dilakukan oleh penulis sebagai observasi awal bersama bagian dari anggota BPD. “Tahun lalu kami mendapat banyak kritikan dari warga terkait 107 orang tersebut, bahkan ada yang pergi ke rumah pambakal untuk sekadar menanyakan atau terang- terangan meminta dijadikan KPM penerima. Tahun ini dilakukan pemangkasan karena memang kami menginginkan KPM BLT yaitu Keluarga yang benar-benar perlu bantuan dan bukan sebatas terdampak covid saja. ”(Wawancara, 3 Maret 2021) Sejalan dengan pernyataan hasil wawancara yang dilakukan, maka peneliti menelaah bahwa sumber dari kekeliruan data bukanlah murni dari kesalahan pelaksana acara MUSDESUS(Musyawarah Desa Khusus), melainkan dari komunikasi kelompok yang berlangsung di antara mereka. Perbedaan persepsi dan tingkat pengetahuan juga sangat mempengaruhi dalam keefektivitasan sebuah musyawarah. Ilmu sosiologi akan membantu penulis menyelidiki persoalan- persoalan yang terjadi dalam masyarakat desa pekauaman dengan maksud menterjemahkan kondisi kemasyarakatan tersebut. Maka dari itu, peneliti tertarik untuk menjadikannya sebuah penelitian 2 sistematis dengan judul “Persepektif Sosiologi Komunikasi(Musyawarah antara aparatur desa dengan masyarakat desa pekauman dalam menetapkan KPM BLT DD TA.2021)”. METODE PENELITIAN a. Metode Penelitian Pelaksanaan penelitian Perspektif Sosiologi Komunikasi(Musyawarah antara Aparatur Desa dan Masyarakat Desa Pekauman Kec.Martapura Timur dalam menetapkan KPM BLT DD TA.2021), penulis memakai pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus. b. Objek Penelitian Objek penelitian yaitu suatu hal yang menjadi titik perhatian peneliti. Tentunya dalam penelitian ini yang menjadi titik perhatian peneliti ialah proses komunikasi yang digunakan oleh masyarakat desa pekauman saat melangsungkan Musdesus(Musyawarah Desa Khusus). c. Lokasi Penelitian Penentuan lokasi penelitian didasarkan berbagai pertimbangan dari paparan latar belakang masalah yang dikemukan oleh penulis sebelumnya. Lokasi diadakannya penelitian ini yaitu bertempat di Desa Pekauman Kecamatan Martapura Timur Kabupaten Banjar. d. Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data penelitian Perspektif Sosiologi Komunikasi(Musyawarah antara Aparatur Desa dan Masyarakat Desa Pekauman Kec.Martapura Timur dalam menetapkan KPM BLT DD TA.2021), dilakukan dengan memakai teknik sebagai berikut : 1.) Wawancara Moleong (Herdiansyah H. , 2013:16-24) menjelaskan wawancara yaitu percakapan yang dilakukan oleh dua pihak dengan maksud tertentu. Dalam penelitian ini, peneliti akan melangsungkan proses wawancara memakai teknik purposive sampling terhadap 6 orang key informan dan memakai teknik random sampling terhadap 3 orang informan tambahan. Hal ini bertujuan untuk menguji keakuratan data dan ketergantungan hasil wawancara satu sama lainnya untuk menjawab hal yang menjadi subtansi penelitian. Wawancara mendalam akan dilakukan bersama narasumber dengan data sebagai berikut : a. BPD(Badan Permusyawaratan Desa) sebagai key informan pertama. Anggota BPD yakni unsur bertanggung jawab atas musyawarah yang ada di desa, termasuk dalam pelaksanaan Musdesus(Musyawarah Desa Khusus). Selain menjalankan fungsi legislatif sebagai badan pengawas di tingkat desa, BPD juga memiliki peran penting dalam menampung dan menyuarakan aspirasi dari masyarakat. b. Perangkat Desa Pekauman termasuk Pambakal sebagai key informan kedua. Dalam pelaksanaan Musdesus perangkat desa pekauman yaitu orang-orang yang memfasilitasi jalannya musyawarah. Pambakal selaku pimpinan dalam stuktur organisasi pemerintahan desa juga harus terlibat dalam proses Musdesus karena setelah hasil penetapan disepakati bersama, pambakal memiliki wewenang mengeluarkan SK(Surat Keputusan) atas nama-nama dari KPM BLT DD. Terakhir, perangkat desa ialah mereka yang melaksanakan penyaluran program BLT, mulai dari penginputan anggaran keuangan hingga pelaporan. c. Pendamping Lokal Desa dan Pendamping Kecamatan sebagai key informan ketiga. Pendamping Lokal Desa yaitu orang yang memiliki tugas memberikan pendampingan terhadap desa dalam menajalankan roda pemerintahan sebagai pengguna anggaran pemerintah. Dan pendamping kecamatan sebagai pengawas yang juga sekaligus tali koordinasi yang membantu menghubungkan pemerintahan 3 desa dan pemerintahan di atasnya. Dalam hal ini, mereka yaitu orang yang lebih memahami teknis pelaksanaan Musdesus dalam penetapan KPM BLT. d. Masyarakat sebagai informan tambahan. Pada kenyataannya masyarakat yaitu orang yang secara langsung menerima manfaat dan dampak dari program yang dijalankan oleh pemerintahan. Masyarakat juga yakni orang yang dapat memberikan masukan atau komentar terhadap segala sesuatu yang ada di desa. 2.) Observasi Fatoni(2011:104) mengartikan observasi sebagai pengamatan terhadap apa yang menjadi objek penelitian secara menyeluruh disertai dengan kegiatan mencatat setiap apa yang terjadi baik keadaaan maupun perilaku yang disaksikan. Dari beberapa bentuk observasi yang dapat dilakukan, peneliti akan melakukan observasi tidak terstuktur dalam penelitian ini. Peneliti akan lebih mengandalkan dan mengembangkan daya pengamatannya saat melakukan pengamatan terhadap responden atau tanpa memakai guide observasi. 3.) Dokumentasi Dalam mengumpulkan data melalui metode dokumentasi, Suharsimi(2002:149) mengatakan peneliti akan menyelidiki benda-benda tertulis seperti buku-buku, berita- berita, dokumen, peraturan-peraturan, notulen rapat, catatan harian, dan sebagainya. Peneliti akan melangsungkan analisis data dari dokumen pelaksanaan program BLT tahun sebelumnya sebagai teknik pengumpulan data yang mendukung proses penelitian ini. f. Analisis Data Miles dan Huberman (Sugiyono, 2018:132-133) mengemukakan bahwa kegiatan menganlisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan bersifat kontinyu. Pada dasarnya, peneliti sudah melakukan analisis data melalui jawaban yang dipaparkan oleh responden saat melangsungkan wawancara. Jika terdapat hal yang tidak memuaskan, maka peneliti dapat melanjutkan pertanyaan lagi. Ada tiga tahapan analisis yang dijelaskan oleh Miles dan Huberman (Akbar, 2009:85-89) yaitu: 1. Reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan informasi data kasar yang muncul dari catatan lapangan. Tujuan dari reduksi data yaitu menyisihkan atau mengesampingkan data yang tidak relevan dengan cara membuat ringkasan dari data yang didapatkan untuk selanjutnya dilakukan verifikasi data 2. Penyajian data yaitu pendeskripsian sekumpulan informasi yang telah didapat untuk mendukung adanya penarikan kesimpulan. Penyajian data kualitatif disajikan dalam bentuk teks naratif yang tersusun dalam bentuk yang padu dan mudah dipahami. 3. Penarikan kesimpulan atau verifikasi yakni tahap akhir dari analisi data. Penarikan kesimpulan pada prinsipnya yaitu proses memahami atau mencari makna dari pola-pola, penjelasan, alur sebab akibat dari data yang dikumpulkan di lapangan setelah melakukan penyajian data dalam bentuk naratif. Proses analisis data yang sejatinya juga tidak terjadi hanya sekali melainkan bersikap interaktif. Analisis data dilakukan secara bolak-balik di antara kegiatan reduksi, penyajian dan tahap penarikan kesimpulan HASIL PENELITIAN 1. Proses Komunikasi antara Aparatur Desa dan Masyarakat Desa Pekauman Kec. Martapura Timur : a. Komunikator Dari hasil wawancara dan observasi yang dilakukan oleh peneliti, pihak yang lebih mendominasi menjadi komunikator dalam acara Musdesus yaitu perangkat desa. Meskipun 4
no reviews yet
Please Login to review.