Authentication
199x Tipe PDF Ukuran file 1.10 MB Source: fisip.ub.ac.id
1 Analisis Model Komunikasi Antarbudaya: Studi Kasus Komunikasi Mahasiswa Papua dan Jawa di Universitas Brawijaya 1) 2) 3) Ima Hidayati Utami , Darsono Wisadirana , Zulkarnain Nasution 1,2) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UB; 3) Universitas Negeri Malang 1) E-mail utami_ima@yahoo.com ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis komunikasi antarbudaya (KAB) mahasiswa Papua dan Jawa di Universitas Brawijaya (UB) dan menemukan model KAB yang berlangsung di antara mereka. Fokus penelitian adalah: pertama, KAB mahasiswa Papua dan Jawa yang dianalisis berdasarkan pengaruh latar belakang budaya, sosiobudaya, dan psikobudaya sesuai model KAB Gudykunst dan Kim (1992); Kedua, penemuan model KAB mahasiswa Papua dan Jawa di UB. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif dengan metode studi kasus. Informan utama terdiri dari 6 mahasiswa Papua dan 8 mahasiswa Jawa angkatan 2010, 2011, 2012 dari berbagai fakultas di UB, yang dipilih melalui teknik purposive sampling. Sumber data dikumpulkan melalui teknik wawancara mendalam, pengamatan, dan dokumentasi. Temuan penelitian ini menunjukkan: Pertama, ditinjau dari aspek budaya, mahasiswa Papua mengalami hambatan komunikasi dengan mahasiswa Jawa karena perbedaan bahasa dan pengaruh latar belakang budaya kolektif mereka yang kuat. Ditinjau dari aspek sosiobudaya, persepsi tentang batas-batas pelanggaran norma dan aturan sosial yang bisa ditolerir oleh masyarakat di daerah asal membuat mahasiswa Papua tidak sensitive terhadap norma dan aturan sosial yang berlaku di lingkungan tempat tinggal yang baru. Ditinjau dari aspek psikobudaya, stereotip, etnosentrisme dan prasangka yang dimiliki oleh mahasiswa Papua menjadi penghalang untuk membaur dan berinteraksi dengan mahasiswa Jawa, namun aspek-aspek psikobudaya bagi beberapa mahasiswa Jawa justru menumbuhkan empati yang mendorong untuk membantu teman-teman mereka beradaptasi dengan lingkungan dan iklim kampus. Kedua, penelitian ini menghasilkan 2 buah model, yaitu: (1) model KAB mahasiswa Papua dan Jawa dengan melibatkan mahasiswa Jawa sebagai mediator untuk beradaptasi; (2) model KAB mahasiswa Papua dan Jawa tanpa mediator. Kata kunci: Komunikasi antarbudaya; aspek budaya, sosio budaya dan psikobudaya; model komunikasi antarbudaya. ABSTRACT This research aims to analyze intercultural communication between Papua and Java students in the University of Brawijaya (UB) and to find out model of their intercultural communication. The research focuses are: First, intercultural communication between Papua and Java students analyzed based on cultural, sociocultural, as well as psychocultural background stated on Gudykunst and Kim model of intercultural communication (1992); Second, illustrating their model/s of intercultural communication. This study employs a descriptive-qualitative approach using case study method. Key informants consists of 6 Papua students and 8 Java students from various Faculties in UB, Academic year 2010, 2011, and 2012, who are selected based on purposive sampling technique. The source of the data are collected from in-depth interviews, observations, and documentations. The findings of this research indicate that: Firstly, in terms of cultural background, Papua students face barriers to interact and communicate with Java student because of language difference and their strong collectivistic culture. In terms of sociocultural background, perceptions about the limits of social norms and rules violations that can be tolerated by the community in their former environment makes Papuan students insensitive to social norms and rules applied in their new neighborhood. In terms of psychocultural background, stereotype, ethnocentrism, and prejudice owned by Papua students become barriers to get along and interact with Java students, but for some Java students, those psychocultural aspects raise empathy that motivates them to help their counterparts adapt with campus environment and atmosphere; Secondly, research findings resulting two models of intercultural communication: (1) model of intercultural communication involving Java student as a mediator of adaptation; (2) model of intercultural communication without mediators involvement. Keywords: intercultural communication; cultural,sociocultural and psychocultural background; model of intercultural communication. PENDAHULUAN mampu berinteraksi dan bekerjasama di Budaya yang diperoleh dan dimiliki lingkungannya. seseorang sejak bayi sangat mempengaruhi Studi yang dilakukan Rundengan cara seseorang tersebut dalam berpikir, (2013) terhadap mahasiswa Papua di berperilaku, dan berinteraksi atau Unversitas Sam Ratulangi Manado juga berkomunikasi dengan orang lain (Tubbs- menunjukkan bahwa mahasiswa Papua Sylvia Moss, 1996:237). Oleh karena itu, mengalami kesulitan beradaptasi dengan ketika seseorang dipindahkan ke lingkungan lingkungan dan lebih banyak berkumpul beda budaya, dia tidak bisa serta merta serta berinteraksi dengan teman sesama etnis, meninggalkan pengaruh budaya yang sehingga komunikasi dengan mahasiswa melekat dalam dirinya di lingkungan yang Manado belum berjalan efektif. Perbedaan baru. Begitu juga pemuda-pemudi etnis simbol-simbol, verbal maupun non-verbal, Papua yang dipindahkan ke kota Malang disebut sebagai salah satu penyebab ketidak dalam rangka menempuh studi, cara mereka efektifan komunikasi di antara mereka. berpikir, berperilaku, berinteraksi atau Selain itu, perbedaan fisik dan kemampuan berkomunikasi di lingkungan baru sangat akademik juga disebut sebagai penyebab dipengaruhi oleh budaya asal mereka. mahasiswa Papua merasa minder berada di Pada tahun Pendidikan 2012/2013, tengah-tengah mahasiswa Manado. Universitas Brawijaya (UB) tercatat memiliki 92 mahasiswa asal Papua yang KAJIAN PUSTAKA tersebar di beberapa Fakultas. Mereka Komunikasi Antarbudaya (KAB) diterima sebagai mahasiswa UB melalui dibangun atas dua konsep utama, yaitu Program Kemitraan Daerah tahun 2010, konsep komunikasi dan konsep kebudayaan. 2011, dan 2012, serta Program Afirmasi Mulyana dan Rakhmat (2005: 20) menyebut Dikti tahun 2012 (BAAK UB, Mei 2013). kedua konsep tersebut ibarat dua sisi mata Bergabungnya generasi muda asal Papua uang yang tidak terpisahkan dan saling tersebut ke dalam civitas akademika UB mempengaruhi karena budaya tidak hanya merupakan fenomena menarik untuk dikaji menentukan siapa bicara dengan siapa, mengingat perantauan mereka ke kota tentang apa, dan bagaimana komunikasi Malang membawa misi keberhasilan studi, berlangsung, tetapi juga turut menentukan yang menuntut mereka untuk mampu bagaimana orang menyandi pesan, makna beradaptasi dengan lingkungan baru yang ia miliki untuk pesan dan kondisi- sekaligus tugas dan kewajiban sebagai kondisinya untuk mengirim, memperhatikan mahasiswa dalam waktu yang bersamaan. dan menafsirkan pesan. Data dari Bagian Kerjasama UB Charley H. Dood (dalam Liliweri, menunjukkan bahwa 79% mahasiswa Papua 2003:10-11) menyatakan KAB melibatkan yang menempuh studi di UB bertempat peserta komunikasi yang mewakili pribadi, tinggal bersama teman sesama etnis (BAAK antarpribadi dan kelompok dengan tekanan UB, Mei 2013). Dampak dari tingginya pada perbedaan latar belakang kebudayaan kecenderungan tinggal berkumpul dengan yang mempengaruhi perilaku komunikasi sesama etnis ini adalah kurangnya interaksi para peserta. Dalam komunikasi antarpribadi, dengan orang-orang dari luar kelompok (out- meskipun latar belakang budaya individu group). Bagi mahasiswa pendatang, seperti mempengaruhi pribadi individu tersebut, Papua, kondisi semacam ini tentunya kurang namun perilaku komunikasi masing-masing menguntungkan karena hampir semua individu tidak akan sama persis dengan kegiatan kampus (akademik maupun non- bentuk budaya yang ia anut. Semakin besar akademik) menuntut semua mahasiswa perbedaan latar belakang budaya pengirim 3 pesan (encoder) dengan penerima pesan wilayah komunikasi, lingkungan situasi dan (decoder) maka makin besar pula perubahan kondisi atau latar dan tujuan interaksi, budaya yang terjadi karena besarnya lingkungan aturan dan norma atau perbedaan perbendaharaan perilaku kesepakatan sosial yang menjadi aturan main komunikasi dan persepsi antara keduanya sosial, lingkungan psikologi meliputi menyebabkan usaha penyandian balik pesan persepsi tentang kebebasan pribadi, semakin besar dan perbedaan makna yang penggunaan waktu dan interaksi lingkungan dihasilkan juga lebih besar. Sebaliknya, yang potensial. kemiripan latar belakang budaya menyebab- kan perbendaharaan perilaku komunikasi dan makna keduanya semakin mirip sehingga usaha penyandian balik yang terjadi juga lebih kecil, karena itu makna yang dihasilkan mendekati makna yang dimaksudkan dalam penyandian pesan asli. Model KAB Model adalah representatif dari suatu fenomena, nyata maupun abstrak, dengan menonjolkan unsur-unsur terpenting dari fenomena tersebut, namun model bukanlah fenomena itu sendiri (Mulyana, 2001 : 121). Gambar 1. Model KAB Gudykunst dan Kim Jika dikaitkan dengan fenomena komunikasi, Sereno dan Mortensen (dalam Mulyana, Dalam komunikasi antar personal, 2001:121) mendefinisikan model KAB untuk mengakomodir perbedaan latar sebagai deskripsi ideal mengenai apa yang belakang budaya individu-individu yang dibutuhkan untuk terjadinya komunikasi. terlibat dalam KAB, Liliweri (2003:32) Gudykunst dan Kim (1992:33) menggambarkan strategi komunikasi yang mengilustrasikan sebuah model KAB adaptif dan efektif dalam sebuah model (gambar 1) yang menunjukkan bahwa proses KAB pada gambar 2 berikut: penyandian dan penyandian balik pesan dalam interaksi antar individu beda budaya dipengaruhi oleh filter-filter konseptual yang terdiri dari: (1) Faktor budaya, berhubungan dengan nilai, norma dan aturan yang mempengaruhi perilaku komunikasi manusia yang meliputi pandangan dunia (agama), bahasa, dan sikap terhadap orang lain yang dipengaruhi oleh budaya individu atau budaya kolektif; (2) Faktor sosiobudaya, menyangkut proses penataan sosial (social ordering process) yang berkembang Gambar 2, Model KAB Liliweri berdasarkan interaksi dengan orang lain ketika pola-pola perilaku menjadi konsisten Perbedaan budaya menyebabkan individu A dengan berjalannya waktu, misalnya pola dan B memiliki perbedaan kepribadian dan outgroup dan ingroup, konsep diri, ekspek- persepsi terhadap relasi antar pribadi. Jika A tasi peran, dan defenisi hubungan antar dan B “menerima” perbedaan maka tingkat pribadi; (3) Faktor psikobudaya, mencakup ketidakpastian dan kecemasan relasi antar proses penataan pribadi (personal ordering pribadi akan menurun. Menurunnya tingkat process) yang memberi stabilitas pada proses ketidakpastian dan kecemasan akan psikologis, misalnya: stereotip, etnosentrisme memotivasi terciptanya strategi komunikasi dan prasangka; (4) Faktor lingkungan akomodatif. Strategi tersebut juga dihasilkan meliputi: lingkungan fisik atau ruang dan karena terbentuknya “kebudayaan” baru (C) sehingga dapat mempersempit wawasan dan yang menyenangkan kedua belah pihak dan pandangan kita terhadap orang lain yang menghasilkan komunikasi adaptif, yakni A memiliki perbedaan budaya. dan B saling menyesuaikan diri sehingga Prinsip lain yang mendasari menghasilkan komunikasi antar pribadi-antar berlangsungnya KAB adalah prinsip budaya yang efektif (Liliweri, 2004:33). Homofili-heterofili (Rogers,1962), yakni proses komunikasi interpersonal akan efektif Prinsip-Prinsip KAB jika sesuai dengan prinsip homifili Untuk lebih memahami KAB, Joseph De (kesamaan), seperti: asal daerah, bahasa, Vito (1997:486) memaparkan prinsip-prinsip kepercayaan, tingkat pendidikan, dsb. Jika KAB yang sebagian besar diturunkan dari seseorang diberi kebebasan untuk teori KAB, yakni: (1) Relativitas Bahasa, berinteraksi dengan sejumlah orang, ada masing-masing budaya mempunyai bahasa kecenderungan dia memilih orang yang yang menjadi penyebab kesulitan awal jika memiliki kesamaan dengan dirinya karena harus langsung berada di tengah-tengah proses komunikasi antara orang yang lingkungan beda budaya; (2) Bahasa sebagai homifili akan lebih akrab dan lancar dengan Cermin Budaya, makin besar perbedaan sedikit gangguan. Sebaliknya, komunikasi budaya, makin besar perbedaan komunikasi, yang heterofili atau antara individu yang dalam bahasa verbal maupun nonverbal ;(3) tidak serupa dapat menyebabkan disonansi Mengurangi Ketidakpastian, makin besar kognitif (cognitive dissonance) karena perbedaan budaya maka makin besar individu yang terekspos pesan yang tidak ketidakpastian yang membuat seseorang konsisten dengan apa yang diyakininya akan makin sulit memprediksi dan menjelaskan merasa ragu-ragu atau tidak percaya diri perilaku orang lain. Terkait hal ini, Lilian sehingga dapat menyebabkan gangguan Chaney (2004:11) menyatakan bahwa agar psikologi dalam komunikasi. Dalam KAB, komunikasi berlangsung lebih bermakna atau perbedaan atribut budaya yang dimiliki oleh efektif, individu-individu yang terlibat dalam masing-masing interaktan berpotensi komunikasi harus mampu dan mau berempati mengurangi atau bahkan menghambat dan berniat mengurangi tingkat ketidak- dihasilkannya komunikasi efektif. Namun, pastian dalam komunikasi. Bila, salah satu perbedaan yang tidak dapat dihindari tersebut peserta komunikasi mampu dan mau dapat melahirkan jalinan komunikasi antar melanjutkan komunikasi, maka ia harus individu atau antar kelompok budaya berusaha masuk menuju titik pemahaman berbeda yang menghasilkan informasi atau (convergence) sehingga tercapai komunikasi hal-hal baru yang tidak dijumpai dalam efektif. Bila tidak, maka ia akan menghenti- komunikasi dengan individu homofilus, kan komunikasi (divergence) sehingga yang menguntungkan kedua belah pihak. komunikasi menjadi tidak efektif; (4) Penelitian ini bertujuan menganalisis dan Kesadaran Diri dan Perbedaan Antar budaya menggambarkan kecenderungan model KAB (mindfulness); (5) Interaksi awal sangat antara mahasiswa Papua dan Jawa di UB. mempengaruhi seseorang untuk tetap Model KAB yang dihasilkan dari penelitian berhubungan dengan orang lain yang berbeda ini diharapkan dapat menjadi rujukan untuk budaya atau akan mengakhirinya. Kita harus mengembangkan kemampuan komunikasi mencoba untuk menghindari kecenderungan dan adaptasi mahasiswa Papua yang untuk menilai orang lain yang berbeda menempuh studi di tanah rantau, khususnya budaya secara tergesa-gesa dan perlu lebih di UB, serta bermanfaat untuk mendukung fleksibel memperbaiki pendapat dan keberhasilan program pemerintah dalam penilaian kita terhadap orang lain; (6) meningkatkan kualitas sumberdaya manusia Memaksimalkan Hasil Interaksi. Orang akan di daerah-daerah yang dinilai masih berinteraksi dengan orang yang mereka tertinggal di bidang pendidikan. perkirakan memberikan hasil positif, karena itu kita cenderung lebih memilih berbicara Penelitian Terdahulu dan berhubungan dengan teman yang Imanuel Virgini Olga (2006) melakukan memiliki kesamaan atau kemiripan karakter studi terhadap Model KAB antara Expatriat
no reviews yet
Please Login to review.