Authentication
176x Tipe DOCX Ukuran file 0.05 MB Source: sc.syekhnurjati.ac.id
BAB II EKSEKUSI ATAS JAMINAN BENDA BERGERAK MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 A. Eksekusi 1. Pengertian Eksekusi Eksekusi berasal dari kata “executie”, yang artinya melaksanakan putusan hakim (ten uitvoer legging van vonnissen). Di mana maksud eksekusi adalah melaksanakan secara paksa putusan pengadilan dengan bantuan kekuatan umum, guna menjalankan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Eksekusi dapat dilakukan melalui lembaga pelelangan umum (kantor lelang), dimana hasil pelelangan tersebut diambil untuk melunasi pembayaran tagihan penerima fidusia. Parate eksekusi lewat pelelangan urnum ini dapat dilakukan tanpa melibatkan pengadilan sebagaimana diatur pasal 29 ayat (1) huruf b Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia. Dalam pengertian yang lain; eksekusi putusan perdata berarti menjalankan putusan dalam perkara perdata secara paksa sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku karena pihak tereksekusi tidak bersedia melaksanakan secara sukarela.1 Menurut Retno Wulan Sutantio bahwa eksekusi (executie) ke dalam bahasa Indonesia dengan istilah ”pelaksanaan” putusan. Pembakuan istilah ”pelaksanaan” putusan sebagai kata ganti eksekusi, dianggap sudah tepat. Sebab jika bertitik tolak dari ketentuan bab kesepuluh bagian kelima HIR atau titel keempat bagian keempat RBG, pengertian eksekusi sama dengan tindakan ”menjalankan putusan” (ten uitvoer legging van vonnissen).2 Menjalankan putusan pengadilan, tidak lain daripada melaksanakan isi putusan pengadilan, yakni melaksanakan ”secara paksa” putusan 1 Wildan Suyuthi, Sekitar Acara dan Hukum Perdata Agama (PUSDIKLAT Pegawai Mahkamah Agung RI, 2005), 59. 2 Retno Wulan Susanti dan Iskandar Oeripkartawinata, Hukum Acara Perdata dalam Teori dan Praktik, (Bandung: Alumni, 1979), 111. 2 pengadilan dengan bantuan alat-alat negara apabila pihak yang kalah tidak mau menjalankannya secara sukarela. Pada masa belakangan ini, menurut Yahya hampir baku dipergunakan istilah hukum ”eksekusi” atau ”menjalankan eksekusi”.3 Masih Sejalan dengan pendapat tersebut M Yahya Harahap yang menyatakan bahwa: “Eksekusi adalah sebagai tindakan hukum yang dilakukan oleh pengadilan kepada pihak yang kalah dalam suatu perkara merupakan aturan dan tata cara lanjutan dari proses pemeriksaan perkara. Oleh karena itu, Eksekusi tiada lain dari pada tindakan yang berkesinambungan dari seluruh proses hukum acara perdata. Eksekusi merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dari pelaksaan tata tertib beracara yang terkandung dalam HIR/Rbg”.4 Jika bertitik tolak pada ketentuan Bab kesepuluh bagian V HIR dan title keempat Rbg, Pengertian Eksekusi, sama dengan pengertian menjalankan putusan pengadilan tidak lain dari melaksanakan isi putusan pengadilan yakni melaksanakan secara paksa putusan pengadilan dengan bantuan kekuatan umum bila pihak yang kalah (Pihak tereksekusi/pihak tergugat) tidak mau menjalankan secara sukarela. Hukum Eksekusi menurut R. Soepomo, adalah hukum yang mengatur cara dan syarat yang dipakai oleh alat-alat Negara guna membantu pihak-pihak yang berkepentingan untuk menjalankan keputusan Hakim apabila pihak yang kalah tidak bersedia memenuhi bunyi putusan dalam waktu yang telah ditentukan.5 Sedangkan Hukum Eksekusi menurut Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, adalah Hukum yang mengatur tentang pelaksanaan hak-hak kreditur dalam perutangan yang tertuju terhadap harta kekayaan debitur, manakala perutangan itu tidak dipenuhi secara sukarela oleh debitur.6 3 Yahya Harahap, Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata, (Jakarta: Sinar Grfika, 2007), 6. 4 Yahya Harahap, Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata, 1. 5 R. Soepomo, Hukum Acara Perdata Pengadilan Negeri, (Jakarta: PT. Pradnya Paramita, 1989), 119. 6 Aten Affandi, Wahyu Affandi, Tentang Melaksanakan Putusan Hakim Perdata, (Bandung: Alumni 1983), 31. 3 Hukum Eksekusi ini sebenarnya tidak diperlukan apabila yang dikalahkan dengan sukarela mentaati bunyi putusan. Akan tetapi dalam kenyataan tidak semua pihak mentaati bunyi putusan dengan sepenuhnya. Oleh karena itu diperlukan suatu aturan bila putusan itu tidak ditaati dan bagaimana tata cara pelaksanaannya.7 Bila kita melihat pengertian eksekusi menurut para sarjana, tampak bahwa pengertian eksekusi terbatas pada Eksekusi oleh Pengadilan (putusan hakim), padahal yang juga dapat dieksekusi menurut hukum acara perdata yang berlaku HIR dan Rbg yang juga dapat dieksekusi adalah salinan / grosse Akta yang memuat irah-irah “ Demi Keadilan Berdasarakan Ketuhanan Yang maha Esa” yang berisi kewajiban untuk membayar sejumlah uang. Lebih lanjut dapat dilihat pendapat Bachtiar Sibarani, yang menyatakan bahwa Eksekusi adalah pelaksanaan secara paksa putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap / pelaksanaan secara paksa dokumen perjanjian yang dipersamakan dengan putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap.8 Pendapat mengenai pengertian Eksekusi yang lebih luas juga dikemukakan oleh Mochammad Dja’is bahwa: “Eksekusi adalah Upaya kreditur merealisasi hak secara paksa karena debitur tidak mau secara sukarela memenuhi kewajibannya. Dengan demikian eksekusi merupakan bagian dari proses penyelesaian sengketa hukum. Menurut pandangan hukum Eksekusi obyek Eksekusi tidak hanya putusan hakim dan Grosse Akta”.9 Dengan pengertian di atas, maka pada prinsipnya eksekusi merupakan realisasi kewajiban yang dikalahkan dalam putusan hakim, untuk memenuhi prestasi yang tercantum dalam amar putusan hakim. Dengan kata lain eksekusi terhadap putusan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap (BHT), di mana proses ini merupakan tahap terakhir dalam 7 Aten Affandi, Wahyu Affandi, Tentang Melaksanakan Putusan Hakim Perdata, (Bandung: Alumni 1983), 32. 8 Bachtiar Sibarani, Haircut atau Pareta Eksekusi, 2001, Jurnal Hukum Bisnis, 6. 9 Mochammad Dja’is, Hukum Eksekusi Sebagai wacana baru dibidang hukum, disampaikan dalam rangka Dies Natalis Ke-43, Fakultas Hukum, 2000 Undip, 7. 4 proses acara berperkara di pengadilan, termasuk juga terhadap sengketa perkara di bidang Bisnis Syari’ah. Dalam Undang-undang Jaminan Fidusia dikatakan bahwa debitur dan kreditur dalam perjanjian jaminan fidusia berkewajiban untuk memenuhi prestasi (Pasal 4 Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999). Secara a contrario dapat dikatakan bahwa apabila debitur atau kreditur tidak memenuhi kewajiban melakukan prestasi, salah satu pihak dikatakan wanprestasi. Fokus perhatian dalam masalah jaminan fidusia adalah wanprestasi dari debitur pemberi fidusia. Undang-undang Jaminan Fidusia tidak menggunakan kata wanprestasi melainkan cedera janji. Tindakan eksekutorial atau lebih dikenal dengan eksekusi pada dasarnya adalah tindakan melaksanakan atau menjalankan keputusan pengadilan. Menurut Pasal 195 HIR pengertian eksekusi adalah menjalankan putusan hakim oleh pengadilan. Hal ini menunjukkan bahwa piutang kreditur menindih pada seluruh harta debitur tanpa kecuali.10 Salah satu ciri dari jaminan hutang kebendaan yang baik adalah manakala jaminan tersebut dapat dieksekusi secara cepat dengan proses yang sederhana, efisien dan mengandung kepastian hukum. Tentu saja Fidusia sebagai salah satu jenis jaminan hutang juga harus memiliki unsur- unsur cepat, murah dan pasti tersebut. Karena selama ini tidak ada kejelasan mengenai bagaimana caranya mengeksekusi fidusia.11 Istilah eksekusi dalam literatur Hukum Acara Perdata disebutkan “pelaksanaan putusan”. Eksekusi sebagai tindakan hukum yang dilakukan oleh pengadilan kepada pihak yang kalah dalam suatu perkara merupakan aturan dan tata cara lanjutan dari proses pemeriksaan perdata. Eksekusi ini dapat pula diartikan “menjalankan putusan” pengadilan yang melaksanakan secara paksa putusan pengadilan dengan bantuan kekuatan umum apabila pihak yang kalah tidak mau 10 Herowati Poesoko, Parate Executie Obyek Hak Tanggungan, (Yogyakarta: Laksbang Pressindo, 2008), 125. 11 Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Jaminan Fidusia, 149-150.
no reviews yet
Please Login to review.