Authentication
207x Tipe DOC Ukuran file 0.09 MB Source: staff.ui.ac.id
Bahasa, Ideologi dan Pembuatan Keputusan Sebuah Usulan Kajian Ideologi dalam Psikologi Sosial Oleh: Bagus Takwin ABSTRAK: Ideologi mempengaruhi tingkah laku manusia. Dalam pengertian kontemporer, ideologi tidak hanya dipahami sebagai suatu aliran politik atau suatu faktor yang hanya terkait dengan kekuasaan. Ideologi dewasa ini dipahami sebagai pengetahuan-pengetahuan dasar tentang dunia yang disadari maupun tidak disadari tertanam dalam diri setiap manusia dan mempengaruhi tingkah-laku manusia melalui kegiatan pengambilan keputusan. Dalam prakteknya sehari-hari, ideologi menyusup dalam diri individu melalui bahasa. Bahasa merupakan alat manusia memahami dan menjelaskan dunia. Manusia berpikir dan berkomunikasi dengan bahasa. Hubungan saling pengaruh antar manusia terjadi melalui bahasa. Ideologi dapat membantu manusia mencapai suatu cita-cita tertentu dan dapat juga membawa manusia kepada kondisi yang buruk. Dalam ruang-lingkup kajian psikologi sosial, ideologi menjadi faktor penting dalam menentukan tingkah-laku sosial individu. Kajian ideologi dalam psikologi sosial membantu psikologi sosial menyelesaikan persoalan-persoalan yang berkaitan dengan proses pengolahan informasi dan pembuatan keputusan manusia dalam konteks sosial yang selama ini menjadi bahan perdebatan. I. Pendahuluan Salah satu masalah utama dalam psikologi sosial adalah memahami bagaimana manusia membuat penilaian atau putusan (judgement). Persoalan ini tampil dalam berbagai gejala seperti opini, stereotip, prasangka baik individual, sosial maupun etnik, group think, fanatisme, pembuatan keputusan dan perilaku- perilaku lain yang melibatkan kegiatan penilaian, termasuk di dalamnya perilaku konsumen dan perilaku politik. Permasalahan itu memunculkan polemik tentang cara penyelesaiannya yang tampil jelas pada pertentangan antara dua pendekatan yang belakangan ini mulai dikenal luas: (1) pendekatan kognitif yang mengutamakan peran individu dan (2) pendekatan representasi sosial (social representation) yang mengutamakan peran masyarakat (Billig, 1991: 8-20). Dalam pandangan pendekatan kognitif, pengolahan informasi yang menghasilkan suatu keputusan merupakan tugas individu. Individu membangun skemata (bentuk jamak dari skema) tentang dunia dan menggunakannya untuk mengolah informasi yang diperoleh menjadi berarti. Skemata sebagai struktur mental yang dipakai manusia untuk menafsirkan hasil pencerapan panca indranya menjadi penentu i pengolahan informasi dalam kognisi manusia. Masyarakat dianggap hanya sebagai faktor yang kecil pengaruhnya terhadap proses pengolahan informasi manusia. Dengan menggunakan pendekatan kognitif dalam psikologi sosial, masyarakat seperti menghilang dan kajian terhadapnya dianggap tidak terlalu penting. Di sisi lain, dalam pendekatan representasi sosial, individu dipandang sebagai perwakilan masyarakat. Nilai-nilai dan norma-norma masyarakat diadopsi oleh individu sedemikian rupa sehingga menjadi nilai-nilai dan norma- norma individu yang mempengaruhi dan memandu tingkah-laku individu. Moscovici (1983) menegaskan bahwa manusia hanyalah perwakilan dari masyarakatnya. Oleh karena itu, psikologi sosial yang secara umum mempelajari tingkah-laku manusia dan interaksi antar manusia dalam masyarakat perlu mengkaji pengaruh-pengaruh masyarakat terhadap individu agar dapat memahami tingkah-laku sosial yang ditampilkan individu. Menuruju Moscovici (dalam Billig, 1991:13), psikologi sosial harus berusaha menemukan cara-cara mengkaji dan memahami ‘masyarakat yang berpikir’ (the ‘thinking society’). Dengan imperatifnya itu, Moscovici, sejalan dengan pendekatan psikologi retorik, bermaksud mengubah fokus kajian psikologi sosial dari faktor-faktor internal ke faktor-faktor sosial dari tingkah-laku manusia. Michael Billig sebagai salah satu pelopor psikologi retorik dalam bukunya Ideology and Opinions; Studies in Rhetorical Psychology (1991) menunjukkan dukungannya terhadap pendekatan yang memandang manusia sebagai makhluk sosial dan dipengaruhi oleh masyarakat tempat ia hidup. Dalam menyelesaikan persoalan bagaimana manusia membuat penilaian atau putusan, Billig memandang penting kajian terhadap faktor sosial. Menurutnya, pemusatan kajian terhadap faktor-faktor sosial akan memberikan wawasan yang lebih luas dalam penyelesaian persoalan tersebut. Dengan pendekatan sosial, persoalan itu dapat dipahami secara menyeluruh, dengan demikian dapat diselesaikan secara tuntas. Sebagai makhluk sosial, bukan berarti manusia adalah makhluk yang pasif. Manusia tetap menjadi aktor yang mengolah informasi. Namun mereka tak dapat terlepas dari pengaruh sosial. Pada prakteknya, otonomi individu dan pengaruh sosial dalam pengambilan keputusan saling berinteraksi. Proses pembuatan keputusan tidak seluruhnya ditentukan oleh individu, juga tidak dapat dikatakan semata-mata hasil pengaruh sosial. Proses ini melibatkan baik individu sebagai aktor aktif maupun pengaruh lingkungan sosial tempat individu hidup.ii Proses pembuatan keputusan adalah proses tarik-menarik dan adu pengaruh antara individu dan pengaruh sosial. Seperti dalam perdebatan, masing-masing peserta debat berusaha mempengaruhi peserta lain dengan retorikanya masing- masing, begitu pula dalam proses pembuatan keputusan, individu ‘beradu argumentasi’ dengan lingkungan sosial, baik yang hadir secara konkret di hadapannya maupun yang sudah menjadi representasi dalam bentuk nilai dan norma dalam dirinya. Dalam ‘adu argumentasi’ itulah berbagai macam pengaruh sosial memainkan peranan dalam mempengaruhi individu, termasuk juga di dalamnya ideologi. Untuk memahami proses pembuatan keputusan yang melibatkan ‘adu argumentasi’ itu, Billig (1991) memandang perlunya pemahaman tentang retorika. Persoalan ‘adu argumentasi’ merupakan bidang kajian retorika yang mencoba mengkaji bagaimana common sense manusia bekerja. Dengan memahami aspek-aspek retorik dan cara kerjanya dalam mempengaruhi pendapat seseorang, permasalahan pembuatan keputusan manusia dapat dikaji lebih jauh dan lebih dalam. Pendekatan yang ditawarkan Billig dengan mempertimbangkan pendekatan lainnya seperti representasi sosial dari Moscovici (1983), analisis diskursus dari Potter dan Wetherell (1987), konstruksionisme sosial dari Vygotsky (1978; 1986), serta analisis percakapan dari Heritage (1984) memberikan harapan solusi bagi persoalan-persoalan berkaitan dengan ‘proses pengolahan informasi dan pengambilan keputusan manusia’ yang masih diperdebatkan dalam psikologi sosial. Pendekatan psikologi retorik masih tergolong baru dalam psikologi sosial, apalagi di Indonesia. Penekanan kajian pada faktor-faktor sosial dalam memahami tingkah-laku individu dalam konteks sosial dengan melibatkan retorika membawa kita pada kajian tentang bahasa. Lalu, lebih jauh lagi kajian tentang pengaruh bahasa terhadap kesadaran dan tingkah-laku manusia membawa kita pada kajian tentang ideologi karena kajian ideologi menyediakan penjelasan bagaimana pengaruh sosial terutama melalui bahasa dapat masuk dan mengarahkan tingkah-laku individu. Billig sendiri menekankan pentingnya memahami pengaruh ideologi dalam pembentukan opini individu dalam suatu masyarakat tertentu. II. Bahasa sebagai Akar dari Kesadaran Manusia Bahasa merupakan akar dari kesadaran manusia. Pernyataan ini menjadi tema utama psikologi retorik (Billig, 1991) dan berbagai pendekatan lain seperti psikolinguistik, para ahli filsafat bahasa dan filsafat analitik, serta psikoanalisa pasca-freudian seperti psikoanalisa Lacanian yang dikembangkan oleh Jacques Lacan (1901-1981), dan penerusnya yang banyak mengembangkan studi mereka di Prancis. Bagi Billig (1991), persoalan bagaimana manusia berpikir dan memutuskan sesuatu dalam bentuk opini, prasangka, kepercayaan, sikap dan sebagainya erat sekali kaitannya dengan bahasa dalam pengertiannya sebagai simbol. Pengolahan informasi manusia didominasi oleh simbol-simbol verbal yang secara konkret tampil sebagai bahasa. Dengan bahasa manusia berpikir, berkomunikasi dan mengungkapkan keputusan-keputusan yang diambilnya. Dalam tahapan perkembangan kepribadian manusia, pemahaman bahasa menandai dimulainya kesadaran diri. Sejauh disadari, manusia hanya mampu mengingat masa lalu yang dapat dijelaskan dengan bahasa. Hasil-hasil kajian psikoanalisa menunjukkan bahwa manusia memang sudah dapat mempersepsi realitas sejak lahir tetapi ingatan tentang persepsi itu tertanam dalam wilayah ketidaksadarannya. Bahkan menurut Lacan (dalam Lemert (ed.), 1993:363-366),
no reviews yet
Please Login to review.