Authentication
178x Tipe DOCX Ukuran file 1.25 MB Source: sc.syekhnurjati.ac.id
PEDIAMATIKA: Journal of Mathematical Science and Mathematics Education, Vol.01(01), Juni 2018 ISSN: xxxx-xxxx URL : http://syekhnurjati.ac.id/jurnal/index.php/pmat KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN KEGIGIHAN SISWA DALAM PENDEKATAN OPEN-ENDED PROBLEM (Critical Thinking Ability And Student Persistence In Open-Ended Problem Approach) 1,* 2 3 Muh. Iqbal Amaludin , Muhamad Ali Misri , Toheri 1 Tadris Matematika, Institut Agama Islam Negeri Syekh Nurjati Cirebon, Indonesia 2 Tadris Matematika, Institut Agama Islam Negeri Syekh Nurjati Cirebon, Indonesia 3 Tadris Matematika, Institut Agama Islam Negeri Syekh Nurjati Cirebon, Indonesia 1 2 3 *Corresponding author: muhammadiqbalamaludin @gmail.com , alimisri@gmail.com , Htoheri15 @gmail.com Abstract The low ability of students to think critically because the learning process is only concerned with the final outcome is correct rather than the process of problem solving. This study aims to determine the improvement of critical thinking skills and student's persistence in open-ended problem approach. This research used one group pretest-posttest experiment method as many as 30 students using instruments in the form of test and questionnaire. Based on the pretest posttest result using N-gain calculation, obtained the highest N-gain of 1.00 high criterion and the lowest N-gain of 0.44 medium criterion with average N-gain of 0.67 medium criterion. Based on the questionnaires, 4% of the students responded with enough criteria, 50% of the students responded with good criteria and 46% responded with very good criteria. Based on the result of questionnaire about student response to open-ended learning, 33% of students responded with enough criteria, 43% of students responded well and 24% responded with very good criteria. This shows that students 'critical thinking skills have increased and persistence and students' responses in open-ended approach get good response. Keywords: Critical Thinking, Persistence, Open-Ended Problem Abstrak Rendahnya kemampuan berpikir kritis siswa disebabkan proses pembelajaran hanya mementingkan hasil akhir yang benar daripada proses penyelesaian masalah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan kemampuan berpikir kritis dan kegigihan siswa dalam pendekatan open-ended problem. Penelitian ini menggunakan metode eksperiment one group pretest-posttest sebanyak 30 siswa dengan menggunakan instrumen berupa tes dan angket. Berdasarkan hasil pretest posttest dengan menggunakan perhitungan N-gain, didapat N-gain tertinggi sebesar 1,00 kriteria tinggi dan N-gain terendah sebesar 0,44 kriteria sedang dengan rata-rata N-gain sebesar 0,67 kriteria sedang. Berdarkan hasil penyebaran angket kegigihan siswa didapat 4% siswa merespon dengan kriteria cukup, 50% siswa merespon dengan kriteria baik dan 46% siswa merespon dengan kriteria sangat baik. Berdasarkan hasil penyebaran angket mengenai respon siswa terhadap pembelajaran open-ended didapat 33% siswa merespon dengan kriteria cukup, 43% siswa merespon dengan baik dan 24% siswa merespon dengan kriteria sangat baik. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan berpikir kritis siswa mengalami peningkatan serta kegigihan dan respon siswa dalam pendekatan open-ended mendapat respon yang baik. Kata kunci: Berpikir Kritis, Kegigihan, Open-Ended Problem Pendahuluan Matematika merupakan salah satu ilmu pengetahuan yang dapat mepengaruhi manusia untuk berpikir. Oleh karena itu matematika dipelajari dan dikuasai oleh segenap warga negara sebagai sarana untuk memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari, sehingga mereka mampu bertahan dalam era globalisasi yang berteknologi maju di saat sekarang maupun yang akan datang [ CITATION Sum12 \p 3 \l 1033 ]. Dua kebutuhan yang harus kita siapkan dalam era globalisasi ini, yaitu kebutuhan masa sekarang yang mengarah pada pemahaman konsep untuk menyelesaikan masalah dan kebutuhan masa datang yang 1 Muh. Iqbal Amaludin et al. mengarah pada kemampuan menalar (logis, sistematis, kritis, cermat, objektif) serta terbuka untuk menghadapi masalah dalam kehidupan sehari-hari maupun masalah mendatang [ CITATION Sum12 \p 4 \l 1033 ]. Berpikir kritis adalah berpikir pada sebuah level yang kompleks dengan menggunakan berbagai proses analisis dan proses evaluasi terhadap informasi yang didapatkan. Menurut Beyer berpikir kritis adalah kemampuan untuk: (1) Menilai valid tidaknya suatu sumber informasi, (2) Bisa membedakan mana yang relevan dan mana yang tidak relevan, (3) Bisa membedakan mana yang fakta mana yang opini, (4) Mampu untuk mengidentifikasi bias dan sudut pandang. Senada dengan Beyer, menurut Chance [CITATION Cha86 \n \t \l 1033 ] berpikir kritis adalah kemampuan untuk menganalisa fakta yang ada kemudian membuat beberapa gagasan dan mempertahankan gagasan tersebut kemudian membuat perbandingan. Dengan membuat beberapa perbandingan kita bisa menarik kesimpulan dan membuat sebuah solusi atas masalah yang ada. Kemampuan berpikir kritis dapat dikembangkan mulai dari tingkat pendidikan dasar hingga dewasa dengan memahami aspek-aspek yang terkait konsepsi berpikir kritis. Meningkatkan berpikir kritis pada siswa perlu dilakukan agar mereka dapat meyelesaikan berbagai persoalan. Mengingat pentingnya kemampuan berpikir kritis pada siswa dan masih rendahnya kemampuan tersebut, maka siswa perlu difasilitasi dengan pembelajaran yang dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengeksplorasi kemampuan berpikir kritisnya [ CITATION Des141 \p 156 \l 1033 ]. Kemampuan berpikir kritis dalam menyelesaikan persoalan yang diberikan perlu didukung oleh dorongan dari dalam diri siswa. Kebanyakan siswa ketika diberikan soal matematika sudah terlebih dahulu malas untuk mengerjakan, maka perlu adanya dorongan agar dapat menyelesaikan persoalan yang diberikan. Salah satu dorongan tersebut adalah kegigihan siswa. Oleh karena itu kemampuan berpikir kritis perlu didukung dengan kegigihan siswa. Kegigihan adalah keuletan dalam mengerjakan sesuatu. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kegigihan adalah Keteguhan memegang pendapat (atau mempertahankan pendirian dan sebagainya) atau keuletan dalam berusaha. Kegigihan selalu diperlukan dalam mengerjakan segala sesuatu dakam berbagai bidang. Kegigihan secara pasti akan mengungguli kegagalan. Kegigihan akan menemai seseorang, tak kalah pada masa sulit maupun pada masa yang menjemukan. Konteks agama, kegigihan juga mendatangkan kemudahan dari Allah sebagaimana firman Allah S.W.T: “dan barangsiapa yang bersungguh- sungguh/gigih, maka sesungguhnya itu adalah manfaat untuk dirinya sendiri. Sesungguhnya 2 Kemampuan Berpikir Kritis dan Kegigihan Siswa dalam Pendekatan Open-Ended Problem Allah benar-benar maha kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam (Al-Ankabut). Kegigihan harus dibarengi dengan kemampuan berpikir kritis yang tinggi, namun kenyataannya kemampuan berpikir kritis siswa masih terbilang rendah. Rendahnya kemampuan siswa dalam matematika bisa disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya, penyajian materi yang disampaikan kepada siswa terlalu abstrak dan kurang menarik, metode pengajaran matematika yang terpusat kepada guru sehingga siswa cenderung pasif, buruknya sistem evaluasi yang hanya mengejar solusi namun mengabaikan proses mendapatkannya, amburadulnya kurikulum matematika, kurangnya berpikir kritis siswa dalam menyelesaikan soal dan lain-lain [ CITATION Sun04 \p 1 \l 1033 ]. Seperti yang diungkapkan guru matematika SMP Negeri 18 Kota Cirebon dalam wawancara yang kami lakukan “Kemampuan berpikir kritis siswa dalam pelajaran matematika masih terbilang rendah”. Seperti diketahui bahwa masalah rutin yang biasa diberikan pada siswa sebagai latihan atau tugas selalu berorientasi pada tujuan akhir, yakni jawaban yang benar. Akibatnya proses atau prosedur yang telah dilakukan oleh siswa dalam menyelesaikan soal tersebut kurang atau bahkan tidak mendapat perhatian guru. Padahal perlu disadari bahwa proses penyelesaian masalah merupakan tujuan utama dalam pembelajaran pemecahan masalah matematika. Senada dengan guru matematika SMP Negeri 18 Kota Cirebon, berdasarkan hasil pengamatan pada tanggal 6 Maret 2012 rendahnya kemampuan berpikir kritis siswa juga dialami SMP Negeri 3 Colomandu Karanganyar Surakarta kelas VII F yang berjumlah 31 siswa. Kondisi awal rendahnya kemampuan berpikir kritis siswa kelas VII F dilihat dari indikator adalah sebagai berikut: 1) Kemampuan siswa membuktikan suatu pernyataan 16,12%, 2) Kemampuan siswa memecahkan masalah 29,03% dan 3) Kemampuan siswa menarik kesimpulan 12,9%. Siswa yang mencapai KKM > 70 hanya 29,03% Dengan demikian prestasi belajar matematika menjadi rendah[ CITATION Nov12 \p 1 \l 1033 ]. Akar penyebab rendahnya kemampuan berpikir kritis matematika di SMP Negeri 3 Colomandu adalah pembelajaran matematika yang masih konvensional yang proses belajar mengajar dilaksanakan dengan metode ceramah dengan guru menjadi pusat dari seluruh kegiatan di kelas. Saat pembelajaran guru cenderung tidak memberi keleluasaan pada siswa untuk belajar secara menyenangkan. Strategi pembelajaran yang diterapkan guru belum melibatkan siswa secara aktif dan permasalahan matematika yang diberikan belum memungkinkan siswa untuk mengerjakan soal dalam berbagai cara serta sistematis. Strategi pembelajaran yang tepat diperlukan untuk mengatasi masalah tersebut, sehingga dapat 3 Muh. Iqbal Amaludin et al. meningkatkan kemampuan berpikir kritis dalam pembelajaran matematika[ CITATION Nov12 \p 1 \l 1033 ]. Keterbatasan guru dalam mempersiapkan pembelajaran berimbas pada pemilihan pendekatan pembelajaran konvensional. Salah satu penyebab rendahnya mutu pendidikan matematika di Indonesia adalah pembelajaran yang digunakan dan disenangi guru-guru sampai saat ini adalah pembelajaran konvensional. Guru lebih mudah memilih menggunakan pendekatan pembelajaran yang sering digunakannya [ CITATION Mul09 \p 4 \l 1033 ]. Pendekatan pembelajaran adalah cara pandangan atau titik tolak pendidik yang digunakan untuk menciptakan lingkungan pembelajaran yang memungkinkan terjadinya proses pembelajaran dan tercapainya kompetensi yang ditentukan. Seperti yang diungkapkan [ CITATION Sya03 \p 62 \l 1033 ] pendekatan adalah suatu pandangan guru terhadap siswa dalam menilai, menentukan sikap dan perbuatan yang dihadapi dengan harapan dapat memecahkan masalah dalam mengelola kelas yang nyaman dan menyenangkan dalam proses pembelajaran. Secara umum, pembelajaran terdapat dua jenis pendekatan, yaitu: (1) pendekatan pembelajaran yang berpusat pada siswa (student centered approach) dan (2) pendekatan pembelajaran yang berpusat pada guru (teacher centered approach) [ CITATION Udi03 \p 5 \l 1033 ]. Pendekatan yang berpusat pada guru (teacher centered approach) adalah pendekatan yang menurunkan strategi langsung (direct instruction), pembelajaran deduktif atau pembelajaran ekspositori. Guru sangat berperan untuk menentukan strategi baik dalam pilihan isi atau materi pelajaran maupun penentuan proses pembelajaran. Guru menempatkan diri sebagai orang yang serba tahu dan sebagai satu-satunya sumber belajar, sedangkan pendekatan yang berpusat pada siswa (student centered approach) adalah pendekatan menurunkan strategi pembelajaran induktif, pembelajaran yang menempatkan siswa sebagai subjek belajar dan kegiatan belajar bersifat modern. Strategi ini peran guru lebih menempatkan posisi sebagai fasilitator sehingga kegiatan belajar siswa menjadi lebih terarah [ CITATION Rus13 \p 46 \l 1033 ]. Pembelajaran yang berorientasi pada siswa terdapat beberapa pendekatan yang digunakan untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa, yaitu: (1) Pendekatan Konstruktivisme, (2) Pendekatan Kontekstual, (3) Pendekatan RME, (4) Pendekatan Saintific, (5) Pendekatan Open-Ended Problem, (6) Pendekatan Konsep, (7) Pendekatan Induktif, (8) Pendekatan Deduktif [ CITATION Sya03 \p 68 \l 1033 ]. Semua pendekatan ini pasti mempunyai kelebihan dan kekurangan, hanya saja pendekatan mana yang cocok pada materi yang diajarkan. Setelah peneliti melakukan perbandingan terhadap beberapa 4
no reviews yet
Please Login to review.