139x Filetype PDF File size 0.14 MB Source: journal.unair.ac.id
Muhammad Asfar, “Wacana Masyarakat Madani (Civil Society): Relevansi untuk Kasus Indonesia,” Masyarakat, Kebudayaan dan Politik, Th XIV, No 1, Januari 2001, 49-60. WACANA MASYARAKAT MADANI (CIVIL-SOCIETY ): RELEVANSI UNTUK KASUS INDONESIA Muhammad Asfar Dosen Ilmu Politik Universitas Airlangga Lulusan Universitas Airlangga (S-1), dan Universitas Gadjah Mada (S-2) Abstract This paper discusses the relevance of the discourse or concept of the civil s o- ciety in Indonesia by focusing on a basic question "What are the weaknesses and strengths of the using of civil society as a framework for analysis the I n- donesian prospect of democracy?" This paper finds that the civil society is not compatible to the Indonesian collective experience. In concept , the civil society has its strengths as well as wekanesess. The use of the concept of civil society may be put not as a given historical product, but should be looked as a historical process. Keywords: civil society, Indonesia, democracy, historical prod uct. Berbagai peristiwa politik dunia 'gelombang demokrasi keempat', yang terjadi beberapa dekade be- karena proses demokratisasi itu me- lakangan ini mengantarkan luas sampai setidaknya perten- para pengamat politik sampai pada gahan dasawarsa 1990-an. Gelom- satu kesimpulan, bahwa proses bang demokrasi keempat mempun- demo-krasi dalam skala global tidak yai ciri-ciri di antaranya, peru- dapat dibendung lagi. Runtuhnya bahannya lebih bersifat global dari- Tembok Berlin, keberhasilan gera- pada sebelumnya sehingga konse- kan solidaritas di Polandia, yang kuensinya mempengaruhi lebih kemudian diikuti dengan maraknya banyak negara (Schmitter, 1995: gerakan prodemokrasi di berbagai 346-50). Pendek kata, dalam skala negara Eropa Timur dan Tengah, global, demokrasi merupakan suatu seperti Yugoslavia, Hungaria, Ce- sistem politik --meminjam istilah koslowa-kia, dan sebagainya, men- Falk-- yang bersifat keharusan guatkan tesis di atas. (Falk, 1995: 104-33). Derasnya proses demokra- Satu hal yang patut dicatat, di tisasi dan redemokratisasi di berba- berbagai perubahan tersebut, per- gai belahan dunia sejak penggal anan masyarakat atau civil society kedua dekade 1980-an itu dinilai (masyarakat madani) dalam proses Huntington sebagai 'gelombang de- transformasi demokrasi sangat me- mokrasi ketiga' (Huntington, 1991), nentukan. Betapapun, keberhasilan atau yang disebut Schmitter sebagai proses itu tidak jarang ditentukan 49 Muhammad Asfar, “Wacana Masyarakat Madani (Civil Society): Relevansi untuk Kasus Indonesia,” Masyarakat, Kebudayaan dan Politik, Th XIV, No 1, Januari 2001, 49-60. oleh kesediaan para elit pemegang analisis relatif komprehensif tentang kekuasaan --khususnya militer-- masyarakat madani banyak dike- untuk turun secara "suka rela". nalkan oleh Hikam (1996), dan be- Namun tak bisa disangkal berapa penulis lain seperti Arief bahwa, proses kesediaan para elit Budiman (1992). pemegang kekuasaan tersebut dise- Tulisan berikut dimaksudkan babkan oleh adanya desakan dari untuk mencari relevansi wacana masyarakat madani, baik melalui (diskursus) atau konsep masyarakat aksi-aksi yang bersifat damai mau- madani di Indonesia dengan mem- pun gerakan-gerakan yang melibat- fokuskan pada satu pertanyaan: kan kekerasan fisik. Akibatnya, apakah kelebihan dan kelemahan studi-studi tentang transformasi menggunakan konsep itu sebagai demokrasi --di mana masyarakat cara pandang untuk memahami madani banyak berperan di dalam- prospek demokrasi di Indonesia? nya-- dan konsolidasi demokrasi sangat marak pada dekade Masyarakat Madani: Beberapa 1990-an. Beberapa tulisan yang Perdebatan Konseptual membahas tentang tranformasi de- mokrasi di antaranya adalah Dalam perkembangan ilmu politik, Stephani Lawson (1993), William wacana masyarakat madani mem- (1994), dan Ishiyama (1995). punyai akar historis cukup panjang. Sejak saat itulah, konsep dan Sejak Aristoteles, konsep tersebut analisis civil society kembali men- telah menjadi diskursus menarik di ghiasi buku-buku dan jurnal-jurnal kalangan ilmuwan politik. Namun, ilmu politik untuk menjelaskan konsep itu tampaknya mempunyai fenomena munculnya proses de- nuansa yang tidak sama pada mokratisasi yang berskala global, tahap-tahap perkembangan sejarah terutama untuk menjelaskan mun- tertentu. Sebelum abad ke-18, mis- culnya gerakan-gerakan masyarakat alnya, masyarakat madani umum- madani dalam melakukan transfor- nya diartikan dan dipahami sama masi demokrasi, baik dari rejim to- dengan pengertian negara, sehingga talitarian --sebagaimana yang ter- antara term masyarakat madani jadi di beberapa bekas negara ko- dengan negara (the state) sering di- munis/sosialis maupun transfor- pakai secara bergantian untuk me- masi dari rejim otoritarian-- rujuk pada makna yang sama. Baru sebagaimana yang terjadi di bebera- setelah penggal terakhir abad 18, pa negara Amerika Selatan atau terminologi ini mengalami perge- Tengah. Bahkan, konsep dan anal- seran makna. Konsep masyarakat isis tersebut juga dipakai di berba- madani dipahami sebagai suatu en- gai negara lain untuk (sekedar) titas yang saling berhadapan den- menjajagi potensi munculnya gan negara. Negara dan masyarakat masyarakat madani dalam melaku- madani dipahami sebagai entitas kan transformasi sosial, ekonomi yang berbeda (Hikam,1996:1-3). dan politik. Di Indonesia misalnya, Pada perkembangan dewasa 50 Muhammad Asfar, “Wacana Masyarakat Madani (Civil Society): Relevansi untuk Kasus Indonesia,” Masyarakat, Kebudayaan dan Politik, Th XIV, No 1, Januari 2001, 49-60. ini, konsep masyarakat madani meski mungkin tidak terorganisir digunakan untuk memahami gera- ketat seperti kelompok keluarga kan demokratisasi yang bersifat atau RT, buruh, petani dan seba- universal, sebagaimana yang be- gainya. Secara demikian, masyara- lakangan ini mendominasi wacana kat madani (Foley and Edwards, politik di berbagai negara. Pemaha- 1996) harus dipahami sebagai: man semacam itu terutama …the realm of private voluntary as- berkembang setelah keberhasilan sociation from neighborhood com- gerakan-gerakan civil society (dan mittees of interest groups to philan- kelompok-kelompok pro demokrasi) thropic enterprises of all short, has di beberapa negara Eropa Timur come to be seen as an essential in- dan Tengah, seperti di Polandia, gredient in both democratization Yugoslavia, Hungaria, Cekoslowa- and the health of established de- kia, dan sebagainya. Konsep terse- mocracies. but kemudian dipahami sebagai suatu wilayah masyarakat yang in- Lebih jauh, Eisenstadt (1995:240-2) dependen dan relatif bebas dari in- mengajukan empat komponen tervensi kekuasaan negara. masyarakat madani sebagai suatu Jean L. Kahin dan Andrew prasarat tegaknya demokrasi mod- Arato misalnya, menkonsepkan ern dan sekaligus membantu untuk masyarakat madani sebagai suatu melakukan transisi dari rejim otori- kondisi kehidupan masyarakat yang tarian atau totalitarian menuju de- tegak di atas prinsip-prinsip mokrasi: egaliterisme dan inklusivisme uni- versal. Sebagaimana yang ditulis adanya otonomi dari negara ter- Kohen dan Arato (1992:19): hadap individu dan kelompok; di satu sisi masyarakat dan or- Modern civil-society is based on ganisasi atau lembaga-lembaga egalitarian principles and universal yang ada mempunyai akses ke inclution, experience in articulating berbagai lembaga negara, namun the political will and in collective de- di sisi lain mereka menerima sua- cision making is crucial to the re- tu komitmen tertentu pada komu- production of democracy. nitas politik (political comunity) dan berbagai peraturan yang ada. Secara kongkrit, masyarakat mada- Artinya, ada interaksi timbal balik ni bisa berujud dalam bentuk ber- dan saling menguntungkan antara bagai organisasi yang berada di luar negara dan masyarakat; institusi-institusi pemerintah yang mempunyai cukup kekuatan untuk adanya ruang publik (public are- melakukan kounter atau mengim- nas) yang dapat dijadikan bangi terhadap negara (Gellner, masyarakat untuk mengaktu- 1995:32). Atau, berupa kelompok- alisasikan diri/kepentingan yang kelompok yang melakukan gerakan relatif bebas dari intervensi ne- sosial politik untuk menuntut gara; adanya transformasi demokrasi masyarakat mempunyai akses ke 51 Muhammad Asfar, “Wacana Masyarakat Madani (Civil Society): Relevansi untuk Kasus Indonesia,” Masyarakat, Kebudayaan dan Politik, Th XIV, No 1, Januari 2001, 49-60. ruang publik tersebut. negara ini pada perkembangan se- Meski akar pemikiran lanjutnya menjadi fokus perhatian masyarakat madani pada dasarnya Hegel dalam filsafat politiknya. Na- dapat dirunut ke belakang sejak mun, Hegel tidak begitu optimistik jaman Aristoteles, namun, Cicerolah dalam melihat masyarakat madani. yang mulai memperkenalkan pe- Bagi Hegel, gagasan tersebut tidak makaian istilah societes civilis seharusnya diberi kebebasan secara dalam filsafat politik. Di Eropa, cikal luas, namun membutuhkan super- bakal masyarakat madani diawali visi dan perlu dikontrol oleh negara. dengan menguatnya kekua- Menurutnya, kebebasan mengem- tan-kekuatan politik di luar raja bangkan aspirasi dan kepentingan ketika pihak kerajaan membu- yang berbeda --yang menjadi ciri tuhkan upeti atau sumbangan lebih masyarakat madani-- dapat mencip- besar dari kelompok-kelompok tuan takan kerawanan terhadap ke- tanah. Namun, perkembangan satuan kelompok atau negara. Di masyarakat madani secara be- sinilah letak pentingnya keterli- sar-besaran dimulai sejalan dengan batan (intervensi) negara pada ke- proses formasi sosial dan peruba- hidupan masyarakat madani. Se- han-perubahan politik di Eropa aki- bab, jika masyarakat dibiarkan be- bat pencerahan (enlightenment) dan bas tanpa kontrol dan intervensi modernisasi dalam menghadapi negara, maka mereka cenderung persoalan duniawi, yang keduanya menjadi suatu kesatuan yang me- waktu itu ikut mendorong ter- lumpuhkan dirinya sendiri (a self gusurnya rejim-rejim absolut (Hi- crippling entity) Perdebatan posisi kam, 1996). Selanjutnya, perkem- Hegel tentang hubungan negara dan bangan masyarakat madani secara civil society dapat dilihat dalam kuat berhubungan dengan Jean Cohen and Andrew Arato fenomena masyarakat borjuasi (1992:91-115). Eropa, yang pertumbuhannya di- Betapapun konsepsi Hegel ini tandai dengan perjuangan untuk kurang mendapat sambutan di melepaskan diri dari dominasi ne- kalangan pemikir politik kontem- gara (Rasyid, 1997). porer, namun ia berhasil memberi- Karena itu secara konseptual, kan sumbangan berharga pada gagasan masyarakat madani, teru- perkembangan konsep tersebut tama setelah pertengahan abad 18, (Walzer, 1995: 2), yaitu: biasanya diletakkan pada posisi yang saling berhadapan dengan ne- Hegel tidak mengkonsepsikan gara. Beberapa pemikir yang me- masyarakat madani sebagai nempatkan masyarakat madani se- suatu kondisi kebebasan yang cara berhadapan dengan negara lahir secara alamiah, tetapi se- adalah Adam Ferguson, Johan Fos- suatu yang lahir secara historis, ter, Tom Hodgkins, Emmanuel yaitu sebagai suatu kehidupan Sieyes, Tom Paine, dan sebagainya. etis (ethical life) yang mengambil Pemisahan antara masyarakat dan posisi di dalam three-part frame- 52
no reviews yet
Please Login to review.